Verrint adalah seorang gadis SMA yang bertemu kembali dengan cinta pertamanya melalui reuni bernama Izan. Tetapi Verrint tidak bisa bersama karena pria yang dia sukai telah mempunyai pacar. Verrint tiba-tiba menjadi teman baik dari pacar Izan. Agar menghindari kecurigaan, Verrint pura-pura pacaran dengan sahabatanya Dewo.
Akhirnya paca Izan tau jika Verrint dan Izan saling mencintai. Pacar Izan kecelakaan lalu meninggal. Izan menghilang, Dewo dan Verrint akhirnya resmi pacaran. Tiba-tiba Izan kembali dan mengutarakan isi hatinya pada Verrint.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nisa Fadlilah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 25
Awan gelap menyelimuti langit sore hari ini. Awan gelap ini seperti menandakan kesedihan dan duka. Seperti tergambar dalam pemandangan yang sangat menyedihkan di pemakaman umum. Pemakaman ini adalah tempat peristirahatan terakhir untuk Mia. Makam Mia yang basah dan baru masih dikelilingi oleh orang-orang yang mengantar Mia ke tempat terkhirnya. Di pemakaman itu terlihat keluarga Mia, teman-teman Mia, juga Verrint dan Izan.
Sedih dan duka terpancar dari wajah orang-orang yang ada disana. Mereka semua sangat tidak menyangka bahwa Mia akan pergi secepat ini. Begitu pula dengan Verrint, rasa sesal dan bersalah pun masih terasa dalam hatinya. Sejak Mia menghembuskan nafas terakhirnya, Verrint tidak pernah berhenti menangis. Ini pertama kalinya Verrint merasa kehilangan orang yang dikasihinya. Mia adalah teman yang baik bagi Verrint, walaupun pertemanan mereka tidak diawali dan diakhiri dengan baik, tapi tetap saja Verrint merasa kehilangan.
Verrint merasa kalau dia belum menjadi teman yang baik untuk Mia. Di saat terakhir Mia, Verrint malah mengkhianati Mia. Verrint belum bisa mengungkapkan kebohongan yang dia rahasiakan dari Mia. Selama ini Verrint telah membohongi Mia tentang perasaannya pada Izan. Walaupun itu semua untuk kebaikan Mia, tapi tetap saja kebohongan itu tidak bisa membuat Mia hidup kembali.
Satu per satu orang-orang yang berada di pemakaman itu pergi meninggalkan Mia di tempat peristirahatannya yang terakhir. Keluarga Mia pun berusaha untuk tegar dan ikhlas saat pergi meninggalkan makam itu. Walaupun sebenarnya mereka masih belum bisa melepas Mia untuk selama-lamanya.
Verrint yang masih enggan untuk beranjak terduduk di samping makam Mia. Air matanya masih saja terus mengalir. Hati Verrint masih teriris dan belum bisa percaya bahwa Mia telah tiada. Verrint membelai tanah yang masih basah itu dengan tangannya.
Izan yang masih berada di samping Verrint tidak bisa membendung rasa sedihnya. Air matanya pun ikut menetes walau sesaat. Izan berusaha untuk tegar dan ikhlas, karena Mia pasti akan ikut sedih jika melihat Izan sedih pula. Izan kemudian memegang kedua bahu Verrint dan mengangkatnya perlahan. Izan berusaha mengajak Verrint meninggalkan makan itu.
Verrint yang masih lemas berusaha menguatkan tubuhnya untuk bangkit. Verrint pun kemudian berjalan dalam rangkulan Izan. Kepalanya pun sesekali masih menengok ke arah makam Mia yang mulai menjauh dari mata Verrint. Rintik hujan pun sesekali turun membasahi pipi Verrint. Semakin lama hujan itu semakin banyak dan membasahi pakaian Verrint dan Izan.
Izan dan Verrint pun kemudian bergegas menuju ke motor Izan. Motor itu pun lalu melaju menerobos hujan yang cukup deras. Tubuh mereka kini basah oleh air hujan yang turun tanpa henti. Hujan yang turun dari langit ini seperti menandakan perasaan Verrint yang sedang dalam duka. Tubuh Verrint menggigil sejadi-jadinya, di peluknya erat tubuh Izan yang basah untuk mengurangi rasa dingin yang merasuki tubuh Verrint.
***
Matahari telah terbenam saat Verrint dan Izan sampai di rumah Verrint. Hujan pun masih terus mengguyur kota Bandung dengan derasnya. Verrint dan Izan memasuki rumah Verrint dengan keadaan basah kuyup. Verrint pun kemudian memberikan Izan sebuah handuk untuk mengeringkan tubuh Izan yang basah terguyur hujan.
Verrint pun kemudian memasuki kamarnya untuk membenahi dirinya. Verrint pun sejenak mengguyur tubuhnya dengan air hangat untuk membersihkan air hujan dari tubuhnya. Kemudian Verrint mengganti pakaiannya dengan pakaian yang kering. Verrint kemudian menggambil sebuah kemeja yang cukup besar dan sebuah celana milik kakak Verrint untuk diberikannya kepada Izan.
“Nih Zan.” Ucap Verrint memberikan sebuah kemeja dan sebuah celana pada Izan setelah dia keluar dari kamarnya. “Kamu ganti di kamar aku aja!” sambung Verrint lagi.
Tanpa pikir panjang Izan pun langsung memasuki kamar Verrint. Verrint pun berjalan menuju dapur untuk membuat minuman hangat untuk menghangatkan tubuh mereka yang masih kedinginan.
“Rint, aku numpang mandi yah!” teriak Izan dari kamar Verrint.
“Iya.” Teriak Verrint.
Tak lama Izan pun keluar dari kamar Verrint dengan keadaan yang sudah berganti pakaian dengan pakaian yang berikan Verrint tadi.
“Pas juga baju kakak aku.” Ucap Verrint melihat penampilan Izan. “Sini baju basahnya biar aku jemur.” Sambung Verrint sambil mengambil pakaian basah di dari tangan Izan. “Oia, tuh minum tehnya mumpung masih anget.” Sambung Verrint lagi. Verrint kemudian berjalan menuju lantai atas untuk menjemur pakaian Izan yang basah kuyup tadi. Tak lama berselang Verrint langsung turun untuk minum teh bersama Izan.
Verrint dan Izan duduk bersama di meja makan. Mereka pun hanya duduk sambil minum teh tanpa bicara. Mereka berdua tampak serius menikmati teh hangat tersebut. Suasana pun hening tanpa ada suara yang mengganggu mereka. Hanya suara hujan yang menemani mereka yang sejak tadi tidak berhenti membasahi kota Bandung.
“Kamu kok diem aja dari tadi, Zan?” tanya Verrint memecah keheningan. “Kenapa, tehnya gak enak yah?” tanya Verrint lagi.
“Enggak kok, aku cuma kepikiran aja sama omongan Mia sebelum dia pergi.” Jawab Izan.
“Udahlah Zan, kita jangan ngebahas itu dulu. Kita masih dalam rangka duka cita.” Ucap Verrint.
“Tapi omongan Mia itu bener Rint. Kalo emang kita saling cinta, kenapa kita gak jadian aja.” Ucap Izan.
Verrint hanya terdiam mendengar ucapan Izan. Verrint tidak tahu harus berbuat apa saat ini. Walaupun sekarang Mia sudah tiada dan tidak ada lagi yang mengikat Izan, tapi tetap saja Verrint tidak bisa memiliki hubungan lebih dengan Izan. Karena Verrint kini telah resmi menjalin hubungan dengan Dewo.
“Kenapa kamu diem Rint?” tanya Izan.
Kemudian terdengar suara ponsel Verrint berdering. Verrint kemudian merogoh sakunya untuk mengambil ponselnya. Terlihat di layar ponsel itu terlulis Dewo calling. “Hallo!” jawab Verrint.
“Dimana Rint?” tanya Dewo dalam ponsel itu.
“Di rumah.”
“Owh... Sorry yah tadi aku gak bisa ikut ke pemakamannya Mia.”
“Iya Wo, gak pa-pa kok.”
“Oia, kamu pulang sama siapa?”
“Tadi aku dianter pulang sama Izan.”
“Aku perlu ke rumah kamu gak, barang kali kamu perlu ditemenin?”
“Ga usah Wo, aku gak pa-pa kok. Lagian sekarang ujan. Makasih udah perhatian sama aku.”
“Ya wajarlah, aku kan pacar kamu.”Jawab Dewo. “Ya udah, sekarang kamu istiarahat yah! Malem. Klik..” ucap Dewo sambil menutup telponnya.
Verrint pun kembali terdiam di tempatnya, bibirnya pun masih belum bisa berkata apa-apa pada Izan.
“Dewo?” tanya Izan.
Verrint menganggukkan kepalanya tanda mengiyakan.
“Oiya, aku sampe lupa kalo kamu udah jadi pacar Dewo.” Ucap Izan sedikit cemburu.
Verrint menundukkan kepalanya dan kembali terdiam. Entah apa yang dirasakan Verrint saat ini. Perasaannya berkecamuk, bingung apa yang harus dilakukannya saat ini. Posisi Izan yang bimbang antara dua pilihan, kini berpindah pada Verrint. Apa yang dirasakan Izan dulu, sekarang dirasakan oleh Verrint.
“Kamu sayang sama Dewo?” akhirnya pertanyaan itu muncul kembali dari mulut Izan.
Verrint terdiam sejenak. “Aku lagi belajar buat sayang sama Dewo.” Jawab Verrint klise.
Izan tersenyum nyinyir, seraya meremehkan Verrint. “Kamu yakin bisa sayang sama Dewo?” tanya Izan.
“Aku bakalan berusaha.” Jawab Verrint yakin.
“Kamu bakalan berusaha buat sayang sama Dewo, dan aku bakalan berusaha dapetin orang yang aku sayang.” Ucap Izan, kemudian dia beranjak dari tempat duduknya lalu dia keluar dari rumah Verrint dan pergi dengan motornya.
Verrint masih tertegun di tempat duduknya. Dia tidak menyangkan Izan akan mengucapkan kata-kata itu. Perasaan Verrint kembali terombang-ambing. Izan memang pandai mempermainkan perasaan Verrint. Tapi apa benar Izan yang mempermainkan perasaan Verrint, atau Verrint sendiri yang bermain dengan perasaannya.
***
Izan berjalan memasuki rumahnya dengan kesal. Wajahnya ditekuk menandakan bahwa dia sedang tidak senang. Hari ini dukanya berlipat-lipat. Selain karena Mia telah tiada, perasaan Izan pun teriris mendengar orang yang dicintainya telah memiliki orang lain. Saat ini Izan tidak tahu harus berbuat apa. Izan pun bingung dengan kalimat terakhir yang dia ucapkan pada Verrint. Izan sendiri pun tidak tahu apa maksud dari kalimat tersebut. Tapi yang pasti, Izan akan berusaha untuk melakukan apa yang telah dia ucapkan. Walalupun entah kapan akan terlaksana ucapan tersebut.
“Eh, elo gak pa-pa kan?” ucap Zean setelah membuka pintu kamar Izan.
“Gak, gue gak pa-pa.” Jawab Izan.
“Baju lo kok aneh sih?” tanya Zean melihat pakaian yang di pakai adiknya berbeda pada saat Izan ke pemakaman.
“Tadi gue kuujanan, terus gue dipinjemin baju sama Irrint.” Jelas Izan.
“Irrint? Elo tadi ke rumah Irrint?” tanya Zean lagi.
“Iya, tadi gue nganterin Irrint balik dulu. Abisan gue gak tega liat dia sedih kaya tadi.”
“Ah itu sih elonya aja yang ngambil kesempatan.”
“Maksud lo apa sih?” tanya Izan emosi.
“Weits, gak usah emosi gitu dong. Gue kan Cuma becanda.”
“Becanda lo gak lucu.”
“Iya gue ngerti lo lagi berduka, lo pasti kehilangan bangetkan?”
Izan tidak menjawab. Izan memang merasa kehilangan, rasa kehilangan ini dirasakan oleh Izan karena Mia pernah mengisi hari-hari Izan. Walaupun hari-harinya terkadang sering membuat Izan kesal, tapi Mia tetaplah kekasih Izan. Seseorang bila kehilangan orang yang pernah mengisi hari-harinya pasti akan merasa kehilangan. Rasa kehilangan itulah yang menyadarkan Izan bahwa Mia tidak seburuk yang di pikirkannya. Saat ini mungkin Izan merasa menyesal karena dulu telah berbuat kurang baik pada Mia. Dan kini Izan hanya bisa merasakan penyesalan yang dalam di hatinya.
“Sekarang juga gue agak nyesel sih Zan, dulu gue sering jelek-jelekin dia.” Sesal Zean pada adiknya.
“Gue juga ngerasa kayak gitu. Tapi mau gimana lagi, takdir orang gak ada yang tau.” Ucap Izan bijak. “Gue baru tau, kalo Mia punya hati yang baik juga.” Sambungnya. “Mia sama sekali gak nyalahin Irrint waktu dia kecelakaan, gue salut sama dia.” Ucapnya bangga.
“Ya udahlah, orang yang udah gak ada jangan di omongin lagi, pamali.” Ucap Zean.
Mereka diam sejenak, mencoba merasakan apa yang sedang terjadi hari ini dan dulu. Mereka mencoba berpikir ulang tentang hal-hal apa saja yang pernah mereka lakukan pada Mia. Jika diulang kembali, mungkin mereka bisa disebut orang-orang yang jahil dan tengil. Tapi kini mereka berdua bisa mengambil pelajaran dari apa yang telah mereka rasakan kini.
“Terus apa nih rencana lo ke depan setelah elo ditinggal Mia?” tanya Zean memecah lamunan.
“Gue belum tau nih. Kayaknya gue mau jalanin hidup gue yang sekarang, tanpa Mia.” jawab Izan.
“Elo gak nyoba buat deketin Irrint? Bukannya elo ngebet banget sama dia?” tanya Zean lagi.
“Gak tau nih. Gue emang sayang sama Irrint, tapi rasanya kurang wajar aja kalo gue deketin Irrint sekarang.” Jelas Izan. “Lagian Irrint udah punya cowok.” Sambungnya.
“Wah... patah hati dua kali dong lo!” cela Zean.
“Apaan sih lo. Mungkin bukan sekarang gue perjuangin cinta gue.”
“Bener-bener, gue dukung lo.” Ucap Zean menimpali.