NovelToon NovelToon
Alas Mayit

Alas Mayit

Status: sedang berlangsung
Genre:Kutukan / Misteri / Horor / Rumahhantu / Hantu / Iblis
Popularitas:45
Nilai: 5
Nama Author: Mr. Awph

​"Satu detik di sini adalah satu tahun di dunia nyata. Beranikah kamu pulang saat semua orang sudah melupakan namamu?"
​Bram tidak pernah menyangka bahwa tugas penyelamatan di koordinat terlarang akan menjadi penjara abadi baginya. Di Alas Mayit, kompas tidak lagi menunjuk utara, melainkan menunjuk pada dosa-dosa yang disembunyikan setiap manusia.
​Setiap langkah adalah pertaruhan nyawa, dan setiap napas adalah sesajen bagi penghuni hutan yang lapar. Bram harus memilih: membusuk menjadi bagian dari tanah terkutuk ini, atau menukar ingatan masa kecilnya demi satu jalan keluar.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mr. Awph, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 24: Hiruk Pikuk Pasar Kematian

Mereka jatuh semakin dalam hingga akhirnya mereka mendarat di atas sebuah gerobak kayu yang ditarik oleh sekumpulan kerbau tanpa kepala di tengah keramaian pasar. Gerobak itu berguncang hebat saat menghantam tumpukan karung berisi potongan telinga yang masih mengeluarkan suara bisikan lirih secara terus-menerus.

Baskara berusaha bangkit sambil memegangi kepalanya yang terasa sangat pening akibat benturan keras dengan dinding gerobak yang terbuat dari kayu jati tua yang sudah menghitam. Ia melihat sekelilingnya dan mendapati ribuan lampion yang terbuat dari kulit perut manusia yang tipis sedang menggantung di atas jalanan yang dipenuhi oleh debu tulang secara berulang-ulang.

Arini tergeletak tidak jauh dari kaki Baskara dengan kondisi napas yang sangat pendek dan wajah yang sangat pucat pasi seolah seluruh darahnya telah dihisap habis oleh hawa dingin pasar tersebut. Baskara segera memeluk pundak rekannya itu dan mencoba mencari tanda-tanda kehidupan di balik luka-luka yang masih terbuka secara terus-menerus.

"Arini! Bertahanlah, kita sudah berada di tempat yang sangat ramai, pasti ada jalan keluar di antara kerumunan mahluk ini!" seru Baskara dengan nada suara yang penuh kecemasan.

Arini hanya mampu menunjuk ke arah kerumunan mahluk bertubuh kerdil yang sedang menawarkan dagangan berupa bola mata segar di dalam wadah tanah liat yang sangat kotor. Mahluk-mahluk itu memiliki mulut yang berada di telapak tangan mereka dan terus mengeluarkan suara decapan yang sangat menjijikkan secara berulang-ulang.

Salah satu mahluk kerdil tersebut mendekati gerobak Baskara dan mencoba mencungkil mata Arini dengan menggunakan sebuah kail pancing yang sudah berkarat dan sangat tajam. Baskara segera menendang wajah mahluk itu hingga ia terjatuh ke jalanan dan tertabrak oleh kerbau tanpa kepala lainnya yang sedang melintas secara terus-menerus.

"Jangan berani menyentuhnya atau aku akan menghancurkan seluruh dagangan busukmu ini!" ancam Baskara sambil menghunus belati kuku miliknya.

Mahluk-mahluk kerdil lainnya berhenti beraktivitas dan mulai menatap Baskara dengan mata mereka yang besar dan menonjol keluar dari lubang hidung mereka yang sangat lebar secara berulang-ulang. Suasana pasar yang semula sangat bising mendadak menjadi sunyi senyap hingga suara detak jantung Baskara terdengar sangat nyaring seperti suara genderang perang yang sedang dipukul.

"Manusia hidup dilarang membawa senjata di pasar jiwa kecuali ia bersedia menukarnya dengan potongan lidahnya sendiri!" ucap sebuah suara yang berasal dari balik tumpukan kain kafan.

Baskara melihat seorang pria dengan pakaian penjual jamu kuno keluar dari bayang-bayang kedai yang dindingnya terbuat dari susunan gigi taring yang sangat besar. Pria itu tidak memiliki rahang bawah sehingga lidahnya yang sangat panjang terlihat menjuntai hingga menyentuh dada yang dipenuhi oleh bekas jahitan kasar secara terus-menerus.

Pria penjual jamu itu membawa sebuah botol berisi cairan berwarna biru neon yang di dalamnya terdapat jari-jari mungil milik bayi yang masih bergerak secara berulang-ulang. Ia menawarkan botol tersebut kepada Baskara sebagai ganti dari belati kuku yang sedang Baskara genggam dengan sangat erat dan penuh dengan kewaspadaan tinggi.

"Aku tidak butuh jamu busukmu, aku hanya butuh petunjuk jalan menuju jantung Alas Mayit tempat ayahku disekap!" tegas Baskara sambil berdiri di atas gerobak kayu.

Penjual jamu itu tertawa hingga tubuhnya meliuk-liuk seperti seekor ular yang sedang berganti kulit di bawah terik matahari yang sangat panas dan sangat menyengat. Ia menjelaskan bahwa di pasar ini tidak ada informasi yang gratis karena setiap kata yang keluar dari mulut adalah hutang nyawa yang harus dibayar secara berulang-ulang.

"Jika kamu ingin informasi, pergilah ke kedai judi nasib dan taruhkan ingatan masa kecilmu di atas meja taruhan yang terbuat dari batu nisan!" ejek penjual jamu itu secara terus-menerus.

Baskara menoleh ke arah Arini yang kini mulai mengeluarkan busa berwarna hijau dari mulutnya sebagai tanda bahwa racun dari mahluk bersisik tadi sudah menjalar ke otak. Ia menyadari bahwa ia tidak memiliki waktu lagi untuk berdebat dan harus segera mendapatkan penawar racun serta informasi jalan keluar secara berulang-ulang.

Ia menggendong Arini di punggungnya dan melompat turun dari gerobak kayu untuk membelah kerumunan mahluk-mahluk aneh yang mulai mencium aroma darah manusia segar. Bau amis darah dan bau busuk daging mulai memicu rasa lapar dari para penghuni pasar yang sudah ribuan tahun tidak mencicipi sari pati kehidupan secara terus-menerus.

"Minggir kalian semua! Aku adalah anggota tim penyelamat dan aku tidak akan ragu untuk membantai siapa pun yang menghalangi jalan keselamatanku!" teriak Baskara dengan penuh otoritas.

Meskipun ia ketakutan, namun insting profesinya sebagai pemimpin operasi penyelamatan kembali bangkit dan memberikan kekuatan tambahan pada otot-otot kakinya yang sudah mulai lemas secara berulang-ulang. Ia sampai di depan sebuah bangunan megah yang pintunya terbuat dari anyaman usus yang masih berdenyut dan mengeluarkan cairan lendir yang sangat licin secara terus-menerus.

Di atas pintu tersebut terdapat tulisan dari darah yang berbunyi Kedai Judi Nasib, tempat di mana waktu bisa dibeli dan kematian bisa ditunda dengan harga yang sangat mahal. Baskara mendorong pintu tersebut dan mendapati sebuah ruangan yang dipenuhi oleh asap kemenyan yang sangat tebal hingga menutupi pandangan matanya secara berulang-ulang.

Di tengah ruangan terdapat sebuah meja batu yang dikelilingi oleh para bangsawan lelembut yang wajahnya ditutupi oleh topeng dari kayu cendana yang sudah sangat tua. Mereka sedang melempar dadu yang terbuat dari tulang buku jari manusia sambil sesekali meminum darah dari cawan yang terbuat dari tengkorak monyet secara terus-menerus.

"Seorang tamu baru telah datang membawa beban nyawa di punggungnya untuk dijadikan bahan taruhan yang sangat menarik malam ini," ucap salah satu bangsawan bertopeng.

Baskara meletakkan Arini di lantai yang dingin dan berjalan mendekati meja taruhan dengan mata yang memancarkan kemarahan sekaligus rasa putus asa yang sangat mendalam. Ia meletakkan belati kuku dan jam tangan tanpa jarum milik ayahnya di atas meja sebagai modal awal untuk memulai permainan mistis tersebut secara berulang-ulang.

"Aku bertaruh untuk nyawa temanku dan lokasi gerbang terakhir, apa yang kalian inginkan sebagai imbalannya?" tanya Baskara dengan suara yang sangat lantang.

Bangsawan yang berada di tengah membuka topengnya dan memperlihatkan wajah yang ternyata tidak memiliki kulit melainkan hanya kumpulan otot yang terus bergerak-gerak secara terus-menerus. Ia menunjuk ke arah kaki kiri Baskara dan mengatakan bahwa ia menginginkan kemampuan Baskara untuk berjalan agar Baskara tetap tinggal di pasar ini selamanya secara berulang-ulang.

Baskara terdiam sambil melihat Arini yang sudah mulai kejang-kejang di lantai sementara para mahluk pasar mulai berkerumun di depan pintu kedai tersebut dengan penuh rasa lapar. Ia menyadari bahwa jika ia kalah, maka ia akan kehilangan segalanya namun jika ia tidak bertaruh maka Arini akan mati dalam hitungan menit saja secara terus-menerus.

"Baiklah, aku terima taruhan ini, mari kita lihat apakah keberuntungan masih berpihak pada manusia yang sedang dikutuk oleh leluhurnya sendiri!" seru Baskara sambil mengambil dadu tulang.

Ia melemparkan dadu tersebut ke atas meja batu nisan dan seketika itu juga seluruh asap kemenyan di dalam ruangan berubah menjadi bayangan masa lalu Baskara. Bayangan itu memperlihatkan saat Baskara masih kecil dan sedang bermain di pinggir sungai bersama seorang anak perempuan yang wajahnya sangat mirip dengan wanita di lorong cermin secara berulang-ulang.

Dadu itu berhenti berputar dan menunjukkan angka yang tidak pernah ada di dunia manusia, sebuah simbol yang menyerupai mata yang sedang menangis darah secara terus-menerus. Seluruh bangsawan di ruangan itu berdiri serentak dan mengeluarkan suara raungan yang sangat keras hingga membuat dinding-dinding usus di kedai tersebut pecah secara berulang-ulang.

Baskara melihat kakinya mulai memudar menjadi asap hitam namun di saat yang sama, Arini mendadak bangkit dengan mata yang sepenuhnya berulang-ulang berwarna putih perak.

 

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!