"KENAPA HARUS AKU SATU-SATUNYA YANG TERLUKA?" teriak Soo, menatap wajah ibunya yang berdiri di hadapannya.
*********************
Dua saudara kembar. Dunia dunia yang bertolak belakang.
Satu terlahir untuk menyembuhkan.
Satu dibentuk untuk membunuh.
*********************
Soo dan Joon adalah saudara kembar yang dipisahkan sejak bayi.
Soo diculik oleh boss mafia Korea bernama Kim.
***********************
Kim membesarkan Soo dengan kekerasan. Membentuknya menjadi seorang yang keras. Menjadikannya peluru hidup. Untuk melakukan pekerjaan kotornya dan membalaskan dendamnya pada Detektif Jang dan Li ayah mereka.
Sementara Joon tumbuh dengan baik, kedua orangtuanya begitu mencintainya.
Bagaimanakah ceritanya? Berhasilkah Soo diterima kembali di keluarga yang selama ini dia rindukan?
***********************
"PELURU" adalah kisah tentang nasib yang kejam, cinta dan balas dendam yang tak pernah benar benar membawa kemenangan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon KEZHIA ZHOU, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
CCTV
Soo melajukan mobilnya lagi dengan cepat. Dia tidak menanggapi apa yang dikatakan lelaki itu. Wajahnya masih nampak tidak bersahabat. Dingin. Khas dirinya.
Tidak begitu lama, mereka sudah sampai di halaman rumah Kim. Rumah mewah dengan penjagaan ketat disetiap sisi. Disertai CCTV dimana mana. Dengan cepat Soo keluar dari mobilnya dan berjalan masuk kedalam rumah ayahnya.
Baru beberapa langkah, Soo melihat pria itu sedang asik meminum alkohol dari dalam gelas nya.
“Kau datang jauh lebih cepat dari perkiraan ayah, Soo.” Kata pria berjas dengan cerutu ditangannya.
Soo berjalan menghampiri lelaki itu. Soo berdiri dihadapan Kim, yang kini perlahan mendongak menatap putranya.
“Kenapa ayah harus menelepon paman Park? Apakah tidak bisa ayah menghubungi ku terlebih dahulu tanpa harus melalui perantara?” Tanya nya dengan kesal.
Kim tersenyum kecil.
“Mudah sekali menyulut api di hatimu, Soo.” Ucapnya lirih.
Soo mengernyit.
Mendengar bahwa putranya datang, Nami pun segera bergegas berlari dari kamarnya, dan berjalan menuruni anak tangga hingga dia bisa melihat Soo.
“Soo..”
Wanita itupun langsung memeluk Soo erat. Wajah Nami terlihat begitu merindukan putra kesayangannya itu.
“Soo.. ibu benar benar merindukanmu..” ucapnya masih memeluk putranya erat.
Namun Soo tidak menanggapi apa yang wanita itu katakan. Dia masih menatap pria paruh baya yang masih duduk dengan santainya di kursinya. Perlahan Kim menghisap cerutunya dan sesekali memandang putranya.
Menyadari kemarahan di hati putranya, Nami pun melepaskan pelukan, mengusap wajah Soo lembut.
“Soo… kau baik baik saja? Ibu dengar kau terluka. Disebelah mana nak?” tanyanya merasa cemas.
Soo menundukkan pandangannya ke wajah wanita yang lebih pendek darinya itu. Namun tidak ada jawaban darinya. Soo hanya terdiam. Tidak mengatakan apapun.
"Dia tidak akan mati hanya karena mendapatkan luka tembak.” Ucap Kim menjawab pertanyaan Nami.
Lalu dia melanjutkan lagi.
“Ayah lupa kalau kau sudah dewasa" katanya sambil tersenyum.
Soo mengerutkan keningnya. Dan masih memandang pria itu. Nami pun memandang putranya dan sesekali memandang suaminya.
Soo menyunggingkan senyumnya. Seolah malas dengan ucapan ucapan tak masuk akal dari Kim.
"Hah! Yang benar saja!" kata Soo lirih sambil melebarkan senyumnya sejenak, lalu menatap lelaki itu lagi.
KREEEKK..!
Kim menggeser kursinya, dan berdiri. Kini tatapannya menatap putranya lebih tajam dari sebelumnya.
"Malam ini, ada pelelangan obat ilegal yang akan digelar di Busan. Ayah ingin kau berangkat ke sana. Menangkan barang tersebut, dan segera berikan kepada ayah. Kau mengerti kan?" kata Kim sambil memandang Soo tajam.
Nami menoleh memandang Kim.
“Sayang, bukankah Soo masih harus istirahat? Kasihan dia kalau—“
“TIDAK! Soo baik baik saja. Kau selalu saja memanjakannya.” Ucap Kim.
Kemudian Kim berjalan mendekati Soo dan tersenyum sambil mengusap wajahnya lembut.
"Putra ayah benar benar sudah dewasa sekarang. Kau semakin hari semakin tampan." katanya.
“Soo, sesekali temani ayah minum alkohol. Kita sudah lama sekali tidak menghabiskan waktu bersama.” Ucapnya seolah dia adalah seorang ayah yang baik.
Kim kemudian merangkul putranya dan mengajaknya untuk minum alkohol bersama. Sedangkan Nami masih melingkarkan tangannya di pergelangan tangan Soo.
Nami tersenyum dan menggandeng putranya untuk duduk. Nami merasa senang karena dia bisa melihat Soo sedikit lebih lama.
“Park, tuangkan kami minum.” Ucapnya.
“Baik tuan Kim.” Jawabnya.
Kemudian Park menuangkan alkohol ke gelas Soo dan ayahnya. Pria muda itu pun segera mengambil gelas kaca nya dan segera meminumnya. Kim pun kemudian menyodorkan sebatang rokok kepada Soo.
“Kau tidak ingin belajar merokok, Soo?” ucap Kim.
“Kau tau bahwa aku tidak pernah merokok.” Ucap Soo dingin.
Soo menolaknya karena Soo memang tidak merokok.
...****************...
Diwaktu yang bersamaan, di kantor tempat dimana Li dan Jang bekerja, sedang tampak gaduh. Terdengar seseorang yang sedang mengobrol satu dengan yang lain.
"Anak muda jaman sekarang, memang tidak ada sopan santunnya dengan seseorang yang jauh lebih tua" kata seseorang dari mereka.
"Benarr.. anak muda jaman sekarang memang harus diedukasi. Tidak ada sopan santun." kata seorang yang lain menimpali.
Mendengar keributan anak buahnya, Li berdiri dan berjalan mendekati mereka.
"Kalian ini rebut sekali. Ada kejadian apa?" katanya sambil merangkul kedua pria itu dengan ramah.
“Lihatkan detektif.”
Lalu salah satu dari pria itu memperlihatkan foto dari CCTV kejadian beberapa jam yang lalu.
"Tadi ada seorang pengendara mobil hampir saja menabrak seorang pria tua yang sedang mengayuh sepeda nya. Nah, mirisnya lagi, pemuda itu bukannya minta maaf, namun justru memarahi paman itu" katanya.
Li tersenyum, lalu sedikit menunduk melihat pada rekaman CCTV yang diputar.
"Lihatlah ini" kata nya lagi sambil memperlihatkan foto dari CCTV jalan.
Foto itu memperlihatkan Soo yang sedang berdiri berhadapan dengan pria tua itu dari samping.
Li mengernyit, lalu meraih ponsel milik pria itu, matanya fokus pada sosok Soo. Namun karena CCTV terpasang cukup jauh, sehingga wajah lelaki itu terlihat samar.
Tiba tiba salah satu pria yang melihat CCTV itu bersama Li seketika membelalakkan matanya.
"Bukankah wajah ini mirip denga Joon, putramu detektif Li?" tanya seorang dari mereka.
Mendengar penuturan dari anak buahnya, Li pun lebih mendekatkan foto itu, supaya lebih jelas.
DEG!
"Benar. Wajah pemuda ini mirip sekali dengan Joon, namun aku tidak bisa memastikan dengan pasti, karena gambar yang diambil cukup buram" katanya.
Beberapa pria yang turut menyaksikan hanya mengangguk.
“Aku minta foto ini ya, aku akan coba melihat dengan seksama.” Ucap Li.
“Tentu detektif. Silahkan.” Ucapnya.
Tidak lama rekaman dari CCTV itupun sudah berpindah tangan ke ponsel Li.
“Terimakasi ya.” Ucap Li sambil menepuk pundak kedua pria itu.
Lalu melangkah pergi. Keningnya berkerut memikirkan wajah pria di dalam ponsel itu benar benar mirip dengan Joon putranya. Postur tubuhnya, wajahnya.
Kedua orang yang masih berdiri ditempatnya, masih terus mengamati foto itu bergantian.
"Benar kataku kan? Pria ini mirip dengan anaknya" katanya berbisik.
...****************...
THINN….!
THINNN..!
Suara klakson mobil terdengar dari luar.
“Ayahh…” teriak Joon sambil mendongak mengeluarkan kepalanya dari jendela mobilnya sambil melambaikan tangannya kearah Li.
Li sontak menoleh. Mendapati putranya yang kini membuka mobil dan keluar.
"Hei... Joon.." kata lelaki itu sambil berlari kecil menghampiri putranya.
"Apakah ayah sudah selesai bekerja?" tanya nya dengan senyum lebar.
Li pun menganggukkan kepalanya. Kemudian menepuk pundak Joon lembut.
"Ayo pulang Joon.." katanya.
Joon tersenyum lebar. Joon memang selalu terlihat ramah dan menyenangkan.
Li segera masuk kedalam mobil. Duduk disamping putranya yang akan mengemudi.
Joon juga segera membuka pintu mobil dan segera duduk dibelakang kursi pengemudi. Mobil pun segera menyala.
Li menoleh memandang wajah putranya, lalu mengernyitkan keningnya. Joon yang menyadari bahwa ayahnya terus memandanginya dari smaping, seketika menoleh dengan bingng.
"Kenapa yah? Ada yang aneh dengan wajahku?" tanya Joon heran.
Li menggelengkan kepalanya. Kamudian menghela nafasnya.