Academy Animers, sekolah elit untuk pelajar berkekuatan unik dan bermasalah mental, dijaga Kristal Kehidupan di Crown City. Dipimpin Royal Indra Aragoto, akademi berubah jadi arena Battle Royale brutal karena ambisi dan penyimpangan mental. Indra dan idealis (Akihisa, Miku, Evelia) berjuang mengembalikan misi akademi. Di lima kota inti, di bawah Araya Yamada, ketamakan dan penyalahgunaan kekuatan Kristal merusak moral. Obsesi kekuatan mendorong mereka menuju kehancuran tak terhindarkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon IΠD, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Niigata & Euterpe
Setelah pertempuran yang menghancurkan dan tragis, fokus beralih ke Akihisa, Miku, Indra dan Evelia yang berhasil evakuasi para murid dan pembimbing. Mereka berdiri di ruang komando utama Akademi yang kini terasa sangat kosong, setelah gelombang terakhir murid berhasil dilewatkan melalui jalur teleportasi cadangan.
Mereka berempat mengetahui Nina dan Kizana telah gugur; Shiera dan Liini telah menyampaikan kabar duka itu dengan suara yang tercekat. Mereka terlihat sedih, duka yang menusuk menusuk menyelimuti ruang itu, diperparah dengan kenyataan bahwa Nuita, Amanda meninggal dengan tragis di tangan iblis itu.
Indra, yang kini menjadi satu-satunya pria Royal yang tersisa, berdiri di tengah ruangan, wajahnya kaku dan dingin, air matanya tak menetes namun kesedihannya terasa. Evelia memegang tangannya, matanya basah, tetapi ia tahu ia harus kuat untuk suaminya.
Akihisa dan Miku berdiri di samping mereka, Guardian yang setia.
"Nina-sensei... Kizana-sensei..." bisik Miku, suaranya gemetar.
"Sudah cukup," kata Indra, suaranya serak. "Kita tidak punya waktu untuk berduka. Kita akan berduka setelah ini berakhir."
Akihisa, Miku berjanji akan berperang bersama Indra dan Evelia sampai titik darah penghabisan.
"Kami bersamamu, Indra-sensei," kata Akihisa, meletakkan tangan di bahu Indra. "Sampai akhir."
"Kami adalah sisa dari Sakura Flurry," tambah Miku, menatap Evelia. "Kami akan bertarung untuk Ratu kami, dan untuk masa depan Kerajaan."
Tiba-tiba, suara Liini terdengar lagi melalui earpiece Indra, memberikan informasi kritis.
"Indra-sensei... Kami... kami mengevakuasi Nina dan Kizana. Kami baik-baik saja, tapi kami harus segera lapor," kata Liini, suaranya kelelahan.
Mereka mendapatkan informasi dari earpiece Liini dan Shiera bahwa Araya sedang mengejar Amon yang terpental ke Gunung Fujin.
"Araya-sensei sudah pergi. Dia melesat menuju Gunung Fujin. Dia... dia bilang dia akan membawakan kepala Amon, atau dia tidak akan kembali," lapor Shiera, suaranya penuh rasa hormat dan khawatir.
"Dia bertarung sendirian?" tanya Indra, matanya melebar.
"Ya. Dan satu lagi, keberadaan Lucius tidak diketahui. Kami melukainya parah, tapi dia menghilang. Kemungkinan besar ia sembunyi dan akan muncul lagi, jadi waspada," peringatan Liini.
Indra menoleh ke Evelia. "Dia akan menghadapi Amon sendirian. Kita harus membantunya. Dan kita harus siap menghadapi Lucius di sini."
Evelia mengangguk. "Aku akan memfokuskan energi Kitsune untuk memantau Gunung Fujin. Akihisa, Miku, kalian harus memastikan perisai tetap utuh. Jika Lucius menyerang, kita adalah targetnya."
"Kami mengerti," jawab Akihisa dan Miku serempak.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
..
.
.
.
.
.
.
Akihisa, Miku, Indra, dan Evelia baru saja menghela napas, menikmati waktu jeda yang singkat dan penuh kesedihan itu, ketika earpiece Indra berderak hebat. Itu adalah saluran komunikasi darurat dari titik evakuasi.
"Komandan! Kami diserang!" Suara seorang pembimbing terdengar panik dan terpotong-potong.
Indra membeku. "Siapa?! Di mana kau?!"
"Pasukan iblis! Mereka berhasil menemukan jalur keluar kami! Dan di sana ada Lucius! Dia... dia menyergap kami!"
Mereka berempat mencoba ke sana—naluri Guardian mereka mendesak mereka untuk berlari, tetapi suara pembimbing itu datang lagi, lebih tegas.
"Jangan datang, Komandan! Tolong! Para pembimbing mengutamakan kalian selamat, jadi jangan datang! Kalian adalah pilar terakhir! Jika kalian jatuh, semuanya hancur!"
"Kalian harus bertahan!" teriak Indra, tangannya gemetar.
"Tidak bisa, Komandan! Mereka terlalu banyak! Lucius sangat kuat!"
Kemudian, komunikasi itu dipenuhi kengerian. Mereka berempat hanya bisa mendengar suara tangisan, jeritan para murid dan pembimbing yang berusaha melawan, teriakan putus asa yang berubah menjadi jeritan rasa sakit yang memilukan. Mereka mendengar suara pedang energi beradu dengan cakar iblis, dan yang paling mengerikan, tawa dingin Lucius.
"...dibantai... di cabik... oleh para iblis..." Suara pembimbing itu terputus, diikuti suara retakan yang tajam.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Hingga sambungan terputus total.
.
.
.
.
.......
.
..
.
..
.
.
.
..
..
.
.
.
.
Keheningan yang mematikan melanda ruang komando Akademi. Indra ambruk ke lututnya, wajahnya terkubur di tangannya. Evelia menangis tanpa suara, Miku memeluk Akihisa, yang wajahnya kini dipenuhi kemarahan yang tak berdaya.
"Semua sudah berakhir," bisik Akihisa. "Mereka semua sudah mati. Kita gagal."
Evelia menatap Indra, matanya penuh air mata, tetapi tekadnya kembali mengeras. "Tidak! Kita belum gagal! Selama kita masih bernapas, kita masih bertarung!".
Indra bangkit, matanya merah. "Lucius... Dia akan membayar mahal untuk semua ini. Evelia. Miku. Akihisa. Kita adalah yang terakhir. Kita akan membantunya!"
"Membantu Araya?" tanya Akihisa.
"Tidak," jawab Indra, mengambil senjata terkuat yang tersisa. "Kita akan membunuh Lucius. Dia ada di luar sana, menikmati kemenangannya. Dia yang harus dihukum!"
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Indra, masih berlutut di depan puing-puing konsol Akademi, dipenuhi amarah yang dingin. Tiba-tiba, Akihisa kini berkata untuk mengambil alih, suaranya tenang dan final.
...
...
"Cukup, Indra. Aku akan mengambil alih dari sini," kata Akihisa, matanya memancarkan tekad. "Aku akan bertarung dengan Lucius."
Miku mengatakan untuk ikut, segera melangkah ke sisi suaminya. "Aku bersamamu, Sayang. Kami akan memberinya pelajaran."
"Tidak! Kalian tidak boleh pergi!" teriak Indra, bangkit. "Aku yang harus pergi! Dia menargetkan Royal! Kalian harus tetap di sini!"
Indra ingin membantu namun Akihisa membentak Indra, suatu hal yang jarang sekali terjadi.
"Diam, Indra!" bentak Akihisa, nadanya penuh otoritas yang tak terbantahkan. "Kau adalah Royal terakhir. Kau dan Evelia harus bertahan untuk Kerajaan ini! Ini adalah pilihan kami!"
Akihisa mendekat, menatap sahabatnya yang kini menjadi Raja. "Dengar, Aku melakukan ini untuk terakhir kalinya. Tidak ada penyesalan. Aku harus memastikan Lucius tidak pernah menemukan jalur evakuasi lain. Aku tidak akan membiarkan pengorbanan para pembimbing itu sia-sia."
Ia tersenyum sedih. "Sekalipun aku tidak selamat, semoga di kehidupan selanjutnya kita tetap sahabat."
Indra hanya terdiam memukul tembok dengan menahan tangisnya. Ia tidak bisa membantah. Ia tidak bisa menyangkal logika dan pengorbanan sahabatnya itu.
"Akihisa..." bisik Indra, suaranya tercekat.
Evelia menenangkan Indra, memeluknya erat dari belakang. "Dia benar, Suamiku. Kita harus hidup untuk mereka."
Akihisa mengambil katana cadangan dari rak senjata terakhir. Akihisa berkata tidak perlu menyesal kepada Indra karena ini pilihannya.
"Jangan pernah menyesali ini, Indra. Ini adalah takdir kami, pilihan kami," ucap Akihisa, matanya bertemu dengan mata Indra, memancarkan perpisahan abadi. Ia kemudian mengalihkan pandangannya ke Miku, sambil mengenggam Miku dengan erat.
"Ayo, Miku. Kita tunjukkan pada Lucius apa arti kesetiaan cinta sejati."
Keduanya berbalik, menuju pintu keluar Akademi yang kini sunyi, meninggalkan Indra dan Evelia dalam duka dan harapan tipis.
.
.
.
Tepat Akihisa dan Miku keluar ke aula akademi, perisai Akademi menutup di belakang mereka, membiarkan mereka menghadapi nasib di antara puing-puing. Di sana sudah ada Lucius yang duduk santai di atas tumpukan reruntuhan meja dan kursi, tampak puas dan kelelahan, tetapi tetap berbahaya.
Lucius tersenyum sinis melihat mereka berdua. "Lihat, pasangan Kitsune datang untuk mencari kematian. Sungguh menyentuh."
Namun saat Lucius mengatakan Kitsune, Miku membantah. Ia adalah Guardian musik, bukan Kitsune murni seperti Evelia.
"Aku bukan Kitsune," kata Miku, suaranya tenang meskipun dipenuhi kemarahan. "Yang benar adalah seorang Euterpe."
Akihisa mengubah katana-nya menjadi senjatanya yang bernama Niigata—pedang panjang yang memiliki kemampuan untuk menyerap dan memproyeksikan kembali energi, senjata yang seimbang dengan kemampuan Shape-Shifter Akihisa. Miku mensummon tongkat sihirnya, sebuah tongkat musik yang memancarkan aura chi penyembuhan dan serangan yang lembut namun mematikan.
...
...
Lucius tertawa kecil, melirik jam tangannya. "Ya, ya, Euterpe. Sebenarnya, aku tidak punya dendam kepada kalian berdua—atau apa pun namamu. Kalian hanyalah serangga yang kebetulan menghalangi jalan. Dan sangat disayangkan kalian meninggal dengan sia-sia."
"Sia-sia?" Akihisa maju selangkah, Niigata-nya bergetar. "Kematian kami tidak sia-sia jika kami berhasil menghentikanmu. Kami akan memberimu waktu yang cukup bagi Indra dan Evelia untuk menyusun rencana."
"Kalian tidak akan memberi siapa pun apa-apa," balas Lucius, suaranya penuh penghinaan. "Aku akan membunuh kalian, dan kemudian aku akan memburu Royal yang menangis itu dan Ratu Kitsune-nya. Dan kali ini, tidak akan ada Bloody Queen yang bodoh untuk menyelamatkan mereka."
.
.
.
.
.
Pertarungan Akihisa dan Miku melawan Lucius mulai. Akihisa, menggunakan kecepatan dan kekuatan Shape-Shifter yang ditingkatkan, menyerang lebih dulu dengan Niigata. Bilah pedang itu memancarkan energi yang diserap dari sisa-sisa pertempuran, beradu keras dengan pedang gelap Lucius.
Lucius yang sudah cukup menyerap energi kehidupan dari para murid dan pembimbing di lokasi evakuasi cukup merasa segar dan tenaganya pulih. Ia bisa mengimbangi Akihisa dalam pertarungan jarak dekat, membuat Akihisa terpaksa menggunakan setiap trik Shape-Shifter-nya untuk bertahan.
"Pengorbanan mereka tidak sia-sia, Akihisa. Aku merasa luar biasa!" ejek Lucius, memblokir ayunan Niigata dengan senyum kejam.
"Kau akan muntah darah saat aku selesai denganmu!" balas Akihisa, mendorong Lucius mundur.
Sesekali Lucius mencoba menyerang Miku, menyadari bahwa Euterpe adalah support vital. Lucius meluncurkan proyektil bayangan ke arah Miku.
Namun, Miku sudah siap. Dengan tongkat sihirnya, ia menciptakan Sound Barrier yang tidak terlihat. Saat barrier itu berbunyi, tidak ada suara yang terdengar, tetapi gelombang chi halus dilepaskan, memberikan efek pusing kepada Lucius.
Lucius terhuyung sejenak, memegangi kepalanya. "Apa?! Sihir menjijikkan apa ini?!"
Kesempatan itu segera dimanfaatkan. Akihisa kesempatan menyerang. Ia melesat maju dan mendaratkan serangan yang cepat dan kuat ke sisi tubuh Lucius yang tidak terlindungi, memanfaatkan kemampuan Niigata untuk memfokuskan energi.
"Itu adalah harmoni, Iblis! Dan kau adalah dissonance!" seru Akihisa.
Lucius meraung, mundur beberapa langkah. Ia memandang Miku dengan mata penuh kebencian. "Kau! Aku akan memastikan kau tidak akan pernah menyanyikan nada lagi!"
Miku tersenyum tenang, meskipun ia tahu bahwa menggunakan Sound Barrier yang kuat menguras energinya. "Cobalah, Arch-Demon rendahan. Kami akan menjadi lagu perpisahanmu!"
.
.
.
.
Pertarungan di aula Akademi yang hancur itu terus berlanjut dengan sengit. Pertarungan berlangsung sengit, kombinasi serangan brutal Lucius melawan koordinasi sempurna antara Akihisa dan Miku. Akihisa bertarung dengan amarah, setiap ayunan Niigata didorong oleh duka atas teman-teman yang gugur. Miku, dengan sihir Euterpe-nya, menciptakan medan perang yang penuh tantangan bagi Lucius.
Lucius, menyadari bahwa ia tidak bisa mengalahkan mereka secara terpisah, memfokuskan serangan bayangan yang besar untuk memisahkan pasangan itu.
"Kalian terlalu bergantung satu sama lain!" teriak Lucius, menciptakan dinding bayangan di antara mereka.
Akihisa dan Miku terdorong mundur, terpisah oleh energi gelap.
"Miku!" seru Akihisa.
"Aku baik-baik saja, Sayang!" balas Miku, menggunakan tongkat sihirnya untuk mengirimkan gelombang kejut yang beresonansi melalui lantai.
Lucius tersentak. "Sihir getaran! Licik!"
Akihisa memanfaatkan gangguan Lucius. Ia berlari cepat ke sisi Lucius, menggunakan kecepatan Shape-Shifter yang mematikan. Niigata menyerap energi kegelapan yang dilepaskan Lucius dan melepaskannya kembali sebagai ledakan energi terbalik.
"Ini adalah feedback untuk semua yang kau curi!" desis Akihisa.
Lucius tersentak, terpaksa menggunakan sisa energi yang ia serap untuk bertahan, menyebabkan wajahnya kembali pucat.
"Kau menghabiskan kekuatanmu untukku! Bodoh!" balas Lucius, suaranya dipenuhi dendam. "Aku akan memotong kepalamu dan mengirimkannya kepada Royal kesayanganmu!"
Miku, melihat bahwa Lucius mulai kelelahan, menyalurkan semua sisa energinya. Ia mengangkat tongkat sihirnya tinggi-tinggi.
"Ini adalah lagu perpisahanmu, Iblis!" teriak Miku.
Ia melepaskan Symphony of Oblivion—sebuah serangan musik sihir yang menghasilkan gelombang chi murni yang sangat fokus dan menusuk, beresonansi langsung dengan esensi iblis. Gelombang itu menghantam Lucius dengan kekuatan penuh, memecahkan perisai terakhirnya.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Symphony of Oblivion Miku berhasil memecahkan pertahanan Lucius, tetapi iblis itu, dengan sisa-sisa energi yang ia serap, menolak untuk jatuh. Pertarungan kembali berlangsung sengit, kini didorong oleh keputusasaan dari kedua belah pihak.
Lucius, meskipun terluka parah dan energinya terkuras, melancarkan serangan terakhir. Ia memfokuskan energi bayangan yang tersisa menjadi bilah besar yang berputar-putar.
"Kalian menang dengan tipu daya! Tapi aku akan memastikan kalian mati bersama Akademi ini!" raung Lucius, melemparkan bilah bayangan itu ke arah Miku dan Akihisa.
"Akihisa-kun!" teriak Miku, tahu bahwa ia sudah kehabisan energi untuk membuat barrier lain.
Akihisa bereaksi dalam sepersekian detik. Ia menggunakan kemampuan Shape-Shifternya secara penuh. Ia melesat di depan Miku, mengangkat Niigata-nya.
"Aku tidak akan membiarkanmu menyentuhnya!" teriak Akihisa.
Ia tidak memblokir. Sebaliknya, Akihisa mengaktifkan mode penyerap Niigata dan menyalurkan seluruh sisa chi-nya ke dalam pedang, bersiap untuk menerima serangan itu secara langsung. Pedang Niigata bersinar dengan cahaya perak yang menyilaukan.
Bilah bayangan Lucius menghantam Niigata. Terjadi ledakan energi yang masif, mengguncang fondasi Akademi. Akihisa, meskipun berhasil menyerap sebagian besar energi bayangan, didorong kembali dengan kejam, darah menyembur dari mulutnya.
Lucius tertawa histeris, menyadari serangannya mengenai sasaran. "Kalian bodoh! Kematian kalian adalah hadiah untuk Tuan Amon!"
Namun, Miku melangkah maju. Meskipun tersisa sangat sedikit chi, ia memeluk Akihisa, menyalurkan sisa healing energy dari tongkat Euterpe-nya ke suaminya.
"Aku tidak akan membiarkanmu menang, Lucifer!" desis Miku, matanya menyala.
Akihisa, meskipun terluka parah, memeluk balik Miku dan tersenyum. "Sekarang, Miku. Serangan terakhir."
Miku mengangguk. Mereka berdua memfokuskan semua chi yang tersisa menjadi satu wave gabungan: Shape-Shifter Akihisa yang memfokuskan energi kinetik yang terserap, dan Euterpe Miku yang memberikan resonansi getaran mematikan.
"Mati!" teriak mereka berdua, melepaskan wave terakhir itu ke arah Lucius yang sombong.
.
.
.
.
.
Kombinasi serangan Shape-Shifter dan Euterpe menghantam Lucius dengan kekuatan luar biasa. Ledakan masif terjadi, merobohkan sisa-sisa pilar di aula Akademi. Saat asap dan debu mulai menghilang, Miku dan Akihisa terengah-engah, berharap pertarungan telah usai.
Namun, saat asap menghilang, Lucius sudah tidak ada.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Miku dan Akihisa tersentak, mencari-cari keberadaannya. Tapi Miku dan Akihisa terlambat menyadari Lucius berada di belakang mereka.
Lucius, yang menggunakan sisa energinya untuk teleport cepat, menyeringai dengan kejam. Lucius mementalkan Miku dengan tendangannya, tendangan yang diresapi energi gelap. Membuat Miku terbentur keras ke dinding batu. Miku jatuh lemas, dan kepalanya berdarah.
"Miku!" teriak Akihisa, mencoba bangkit, tetapi tubuhnya sudah mencapai batasnya.
Akihisa berusaha bangun dengan sisa tenaganya, tetapi Lucius sudah berada di depannya. Lucius menginjak tubuhnya dengan sepatu botnya yang berat, mengunci Akihisa di lantai. Lucius lalu mengambil Niigata yang terlepas.
"Kau berani menyakitiku, serangga?" desis Lucius. Dan menusuk Niigata ke tubuhnya. Lucius menusuk Akihisa dengan pedang Akihisa sendiri. Lucius tersenyum menyeringai.
Darah mengalir dari mulut Akihisa. Ia menatap Miku yang tak bergerak di dinding.
"Kau akan segera bergabung dengan Kitsune dan Royal rendahan lainnya," kata Lucius, membungkuk.
Lucius berkata seperti apa nanti istri Akihisa meninggal sambil mendalamkan tusukannya ke Akihisa.
"Menurutmu, haruskah aku membiarkannya mati perlahan karena luka kepala? Atau aku akan mencabik-cabiknya dengan cakar bayanganku? Aku ingin tahu, Akihisa, seperti apa nanti istrimu meninggal? Sayang sekali kau tidak akan bisa melindunginya lagi."
"Bajingan..." desis Akihisa, mencoba meraih pedang, tetapi tenaganya hilang. "Miku... lari..."
Lucius tertawa. "Lari? Dia bahkan tidak bisa mendengar suaramu sekarang."
.
.
.
Lucius tersenyum kejam, menikmati setiap detik dari kemenangan pahitnya. Lucius menyiksa Akihisa perlahan dengan menggerakkan Niigata yang tertancap di tubuh Akihisa.
"Kau tahu, keindahan paling menyakitkan adalah melihat seorang pahlawan gagal. Terutama ketika kegagalan itu menjangkau orang yang paling mereka cintai," bisik Lucius, suaranya dipenuhi kenikmatan sadis.
Sambil merendahkan Miku yang di sana sudah terkapar tak sadarkan diri dengan kepalanya yang bocor. Lucius menunjuk ke arah Miku dengan ujung jarinya.
"Istrimu. Dia memiliki chi penyembuhan yang hebat, tetapi otaknya lemah. Hanya satu tendangan, dan dia sudah terdiam seperti boneka yang rusak. Dia bahkan tidak akan tahu saat aku menghancurkan tongkat konyolnya itu."
"Jangan... sentuh... dia..." desis Akihisa, batuk darah.
Akihisa berusaha menarik Niigata dari tubuhnya dengan sisa tenaga. Otot-ototnya menegang, wajahnya memerah karena usaha itu, tetapi cengkeraman Lucius pada gagang pedang itu terlalu kuat.
"Berhentilah. Itu menyedihkan, Akihisa," cibir Lucius. "Sia-sia. Semua pengorbanan kalian. Ratu Amanda, Blood Manipulator yang gila, si Mage yang cerdas, dan sekarang kau dan Euterpe bodohmu. Aku akan membuat Indra dan Kitsune-nya melihat semuanya. Mereka akan tahu, mereka tidak sendirian. Mereka adalah yang terakhir."
Lucius menarik Niigata keluar dari tubuh Akihisa dengan sentakan cepat dan kejam, meninggalkan luka menganga. Akihisa menjerit dan ambruk, tubuhnya kejang-kejang.
"Sekarang," kata Lucius, mengambil pedang itu. "Saatnya untuk Euterpe."
Lucius berjalan santai menuju tubuh Miku.
.
.
.
Lucius kini berdiri di samping Miku yang terkapar, siap untuk melancarkan serangan terakhir. Saat Lucius akan membalikkan Miku dengan kakinya, sebuah gerakan tak terduga terjadi.
Miku, meskipun kepalanya berdarah dan tubuhnya remuk, menemukan sisa tenaga terakhirnya. Miku dengan sekarat merangkak menuju Akihisa yang sudah meninggal. Setiap gerakan kecil terasa seperti penderitaan luar biasa.
"Akihisa... Akihisa-kun..." bisik Miku, suaranya serak dan hampir tak terdengar.
Lucius tertawa dan menikmati pertunjukan dramanya. Ia menghentikan serangannya, lebih memilih untuk menyiksa secara psikologis.
Sambil mengikuti Miku yang merangkak dengan berjalan santai sambil menggenggam Niigata Akihisa. Pedang Akihisa kini menjadi trofi di tangan Lucius.
"Oh, lihat, adegan perpisahan yang manis. Sayang sekali, itu tidak akan mengubah nasib kalian," ejek Lucius. "Kenapa kau merangkak ke arah mayat? Bukankah seharusnya kau lari?"
Miku tidak menjawab. Ia hanya terus merangkak, fokusnya tunggal: mencapai suaminya. Ketika tangannya yang gemetar akhirnya mencapai tangan Akihisa yang dingin, air mata mengalir deras dari matanya.
"Aku... aku minta maaf, Sayang. Aku... aku tidak bisa... melindungimu," bisik Miku, meletakkan kepalanya di dada Akihisa.
Lucius berdiri di atas mereka, menatap pasangan yang sekarat itu dengan kepuasan.
"Aku akan memberimu hadiah. Aku akan membunuhmu di samping suamimu. Dan kalian akan menjadi monumen kesia-siaan bagi Royal itu," kata Lucius, mengangkat Niigata tinggi-tinggi, siap untuk menusuk Miku.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Tepat ketika Lucius mengayunkan Niigata ke bawah, siap untuk mengakhiri hidup Miku, suara tembakan energi keras memecah udara.
Saat itu terjadi, Liini tiba dengan Shiera. Mereka telah mengamankan jenazah Nina dan Kizana dan bergegas kembali.
Liini mementalkan Niigata dengan Heavy Sniper-nya. Proyektil energi dari Sniper Liini menghantam Niigata dengan presisi, membuat pedang itu terpental dari tangan Lucius.
Lucius terhuyung mundur, marah karena serangannya digagalkan lagi. "Apa?!"
Pada saat yang sama, Shiera melempar katana-nya ke arah Lucius. Pedang itu berputar cepat, dan sesaat sebelum mengenai Lucius, Shiera mengaktifkan sihir teleportasi. Dan teleport ke arah katana-nya, muncul tepat di belakang bilah pedangnya.
Shiera muncul dengan katana terhunus, memaksa Lucius untuk berbalik dan menangkis. Dan melanjutkan pertarungan mereka.
Lucius yang kembali bertemu Shiera dan Liini merasa jengkel luar biasa. Kekalahannya beberapa waktu lalu kini kembali menghantuinya.
"Kalian lagi! Kalian adalah dua lalat yang paling merepotkan!" raung Lucius, energinya kembali diaktifkan.
"Kami datang untuk membayar hutang, Lucifer," jawab Shiera, katana-nya beradu dengan pedang gelap Lucius. "Kami akan memastikan Akihisa-sensei dan Miku-sensei tidak mati sia-sia!"
Liini segera mengambil posisi, mengaktifkan mode Machine Gun pada Sniper-nya untuk memberikan tembakan penutup. "Kami adalah murid yang mendapat nilai A+ dari keberhasilan mengalahkanmu! Jangan lupakan itu!"
Lucius menatap mayat Akihisa dan Miku yang sekarat di lantai. "Aku akan membunuh kalian berdua dengan sangat, sangat perlahan. Dan kali ini, tidak ada lagi yang tersisa untuk menyelamatkan kalian!"
.
.
.
Di tengah hiruk-pikuk pertarungan sengit antara Shiera, Liini, dan Lucius, Miku memeluk Akihisa dengan sekarat terakhir kalinya. Ia mengabaikan rasa sakit yang luar biasa dari luka di kepalanya dan menyalurkan sisa chi kecilnya, yang kini lebih merupakan kasih sayang daripada penyembuhan, ke tubuh suaminya.
Miku menatap wajah Akihisa yang sudah membeku dalam duka dan rasa sakit. Miku mengambil tangan kanan suaminya dan meletakkannya di belakang kepalanya. Tangan itu kaku dan dingin, tetapi Miku memejamkan mata, merasakan tekstur kulit yang ia cintai.
Miku bergumam jika tangan suaminya besar dan ia menyukainya dengan senyum tipis terakhirnya.
"Tanganmu... selalu... besar, Akihisa-kun," bisik Miku, suaranya hampir tak terdengar, melayang di antara gemuruh pertempuran. "Aku... aku suka... ini... terasa aman..."
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Ia memejamkan mata, membiarkan napasnya terlepas dalam pelukan terakhir suaminya. Miku, sang Euterpe yang setia, meninggal dengan kepala bersandar pada kekasihnya.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Akhirnya. Akihisa dan Miku telah meninggal.
...
...
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Pasangan Guardian dan Euterpe itu kini tergeletak berdampingan, pengorbanan yang menandai keganasan serangan iblis itu.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Shiera dan Liini, yang terus bertarung, merasakan dua energi kehidupan yang kuat tiba-tiba padam. Kekuatan mereka goyah sejenak.
"Akihisa-sensei! Miku-sensei!" seru Liini, membidik dengan mata tajam saat ia menembak.
...
...
"Jangan alihkan fokus, Liini-san!" teriak Shiera, pedangnya beradu dengan pedang Lucius. "Mereka sudah memilih jalannya! Kita harus buat pengorbanan mereka berarti!"
Lucius tertawa histeris, menyadari kemenangannya. "Lima sudah mati! Kalian adalah yang terakhir!"
"Tidak!" balas Shiera, matanya memancarkan tekad. "Kami adalah murid yang mendapat nilai A+! Dan kami akan memastikan kau gagal dalam ujian terakhirmu!"
Pertarungan berlanjut di atas jenazah Akihisa dan Miku, setiap ayunan pedang dan setiap tembakan menjadi lagu pembalasan dendam.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Di dalam ruang komando Akademi yang kini sunyi dan hampa, Indra dan Evelia saling berpelukan dalam tangis. Mereka telah mendengar suara earpiece yang putus, mereka telah merasakan padamnya dua energi kehidupan yang mereka cintai. Duka atas Akihisa dan Miku menenggelamkan mereka.
Indra terus mengucapkan maaf, menyalahkan dirinya atas tragedi yang beruntun.
"Aku minta maaf, Evelia! Aku minta maaf! Seharusnya aku yang pergi! Seharusnya aku yang mati di sana!" isak Indra, memeluk istrinya erat-erat. "Bibi Amanda... Nina... Kizana... Nuita... dan sekarang Akihisa dan Miku... Aku tidak bisa melindungi siapa pun! Aku gagal menjadi Raja!"
Evelia memeluk suaminya dengan kekuatan seorang Kitsune dan seorang Ratu. Ia mendongakkan wajah Indra, memaksanya menatap matanya yang basah.
"Dengar aku, Suamiku," kata Evelia, suaranya parau namun tegas menyakinkan suaminya jika itu bukan salahnya.
"Ini bukan salahmu! Amon yang jahat! Lucius yang licik! Mereka memanfaatkan kebaikan dan kesetiaan kita!" ujar Evelia. "Pengorbanan mereka, Akihisa dan Miku, Nina dan Kizana, Bunda Amanda, dan Nuita... itu semua adalah pilihan mereka. Mereka memilih untuk memberimu kesempatan untuk hidup!"
Evelia mencium pipi Indra, kemudian memegang kedua tangannya. "Kau adalah Raja yang tersisa, Indra. Kau adalah satu-satunya harapan Kerajaan ini. Kita harus menghormati pengorbanan mereka! Kita harus menggunakan waktu yang mereka berikan untuk mengakhiri ini!"
Indra menarik napas dalam, amarah dan duka mulai mengeras menjadi tekad yang dingin. "Lucius masih di luar sana... Shiera dan Liini tidak akan bertahan lama."
"Kita tahu itu," kata Evelia, matanya yang Kitsune bersinar. "Araya sedang mengejar Amon. Dan kita... kita akan pergi ke aula. Kita akan menyelesaikan Lucius. Mereka berdua... mereka menunggu kita, Sayang."
Indra mengangguk. Ia tidak lagi menangis. "Ayo. Saatnya bagi Royal dan Kitsune untuk bertarung."
.
.
.
.