NovelToon NovelToon
Hujan Di Istana Akira

Hujan Di Istana Akira

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Fantasi / Romansa Fantasi / Harem / Romansa / Dokter
Popularitas:387
Nilai: 5
Nama Author: latifa_ yadie

Seorang dokter muda bernama Mika dari dunia modern terseret ke masa lalu — ke sebuah kerajaan Jepang misterius abad ke-14 yang tak tercatat sejarah. Ia diselamatkan oleh Pangeran Akira, pewaris takhta yang berhati beku akibat masa lalu kelam.
Kehadiran Mika membawa perubahan besar: membuka luka lama, membangkitkan cinta yang terlarang, dan membongkar rahasia tentang asal-usul kerajaan dan perjalanan waktu itu sendiri.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon latifa_ yadie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Ketika Akira Cemburu

Cinta itu aneh.

Kau bisa bertarung di medan perang tanpa takut mati, tapi satu senyum dari orang yang kau suka bisa membuatmu kehilangan arah.

Dan masalahnya, aku mulai kehilangan arah… gara-gara Pangeran dingin itu.

Sejak kejadian di aula waktu sihirku ketahuan, Akira jadi lebih protektif.

Dia memastikan aku tidak keluar istana tanpa pengawal, tidak menyentuh apapun tanpa izin, bahkan tidak berbicara lama dengan siapa pun tanpa tatapan tajamnya mengawasi dari jauh.

Awalnya kupikir dia cuma khawatir. Tapi lama-lama, itu terasa seperti… cemburu.

Pagi itu aku sedang memeriksa prajurit yang terluka di pelataran barak.

Mereka baru kembali dari latihan berat, dan salah satunya—seorang pemuda berwajah ramah bernama Ren—menggigil karena demam.

“Duduk diam, aku mau periksa,” kataku sambil mengambil kain basah.

Ren menatapku gugup. “Nona, saya tidak apa-apa. Luka kecil saja.”

“Luka kecilmu bernanah. Kalau tidak dibersihkan, bisa infeksi.”

Aku menatapnya tegas, dan dia akhirnya pasrah.

“Baiklah, Nona Tabib.”

Aku tertawa kecil. “Kau tahu nama asliku?”

“Semua orang tahu. Nona Mika, wanita asing yang datang bersama hujan.”

Nada suaranya bukan menghina, malah hangat.

Aku tersenyum samar. “Kedengarannya seperti legenda.”

“Bagi kami, memang begitu. Kau berbeda. Kau tidak takut darah, tidak takut perang, dan kau tersenyum bahkan ketika orang lain menangis.”

Aku menatapnya sejenak, lalu cepat mengalihkan pandangan.

“Sudah cukup pujian. Sekarang buka perbanmu.”

Sementara aku bekerja, Ren terus bicara ringan—tentang kampung halamannya, tentang mimpi jadi komandan, dan tentang rasa hormatnya pada Pangeran Akira.

Dia ramah, lucu, dan tidak canggung. Rasanya seperti bicara dengan teman lama.

Tapi suasana mendadak berubah ketika suara berat yang sangat kukenal terdengar dari belakang.

“Sepertinya kau sangat menikmati waktumu, Mika.”

Aku menoleh. Akira berdiri di sana, bersedekap, wajahnya tanpa senyum tapi matanya tajam seperti pisau.

“Oh, Akira! Kau datang…”

“Tentu. Aku ingin memastikan pengawalku sehat—dan tabib pribadiku tidak terlalu sibuk mengobrol.”

Nada dinginnya membuat udara di sekitar membeku.

Ren cepat menunduk. “Yang Mulia, maafkan saya—”

“Diam.”

Ren langsung bungkam.

Aku berdiri, mencoba menenangkan suasana. “Dia cuma pasien, Akira. Tidak ada yang salah.”

“Pasien tidak perlu memandangi tabibnya seperti itu.”

“Seperti apa?”

“Seperti seseorang yang ingin lebih dari sekadar disembuhkan.”

Aku ternganga. “Kau dengar dirimu barusan? Itu… absurd.”

Dia menatapku lama, lalu berkata pelan tapi menusuk, “Aku tidak suka kalau ada yang terlalu dekat denganmu.”

Hening. Bahkan Ren tak berani bernapas.

Aku menatap Akira, berusaha menahan senyum campur kesal. “Kau cemburu?”

Dia mengangkat dagu sedikit. “Pangeran tidak cemburu.”

“Oh, tentu saja. Jadi ini cuma… peraturan kerajaan baru?”

“Ya. Peraturan pribadi.”

Aku menatapnya beberapa detik, lalu tertawa kecil. “Kau gila, Akira.”

Dia berbalik tanpa menjawab. “Selesai di sini, temui aku di taman barat.”

“Untuk apa?”

“Untuk mendengar alasanmu kenapa membuatku kehilangan kesabaran.”

Dia pergi, meninggalkan aku dan Ren yang masih terpaku.

Ren berbisik pelan, “Apakah… aku akan dipenggal?”

Aku menghela napas. “Tidak, tapi mungkin aku yang akan dibunuh duluan.”

Sore harinya, aku datang ke taman barat.

Langit berwarna oranye lembut, dan angin membawa aroma bunga plum.

Akira berdiri di bawah pohon, menatap kolam.

Aku menghampiri perlahan. “Kau memanggilku?”

Dia tidak menoleh. “Kenapa kau tidak pernah mendengarkan?”

“Karena kau terlalu suka memberi perintah.”

“Aku hanya ingin melindungimu.”

“Melindungiku atau mengurungku?”

Dia diam sejenak, lalu menatapku.

“Mika, aku sudah kehilangan terlalu banyak. Aku tidak ingin kehilangan lagi.”

Suara itu pelan, tapi ada sesuatu di dalamnya yang membuatku berhenti membalas.

Aku mendekat, berdiri di sampingnya. “Kau tidak akan kehilangan aku.”

“Bagaimana bisa kau tahu?”

“Karena aku yang memutuskan ke mana aku pergi.”

Dia menatapku lama. “Kau keras kepala.”

“Kau juga.”

Tiba-tiba, angin bertiup kencang, meniup helaian rambutku ke wajahnya. Ia mengangkat tangan, menyingkirkannya perlahan. Sentuhannya hangat, lembut tapi ragu.

“Mika…”

Suara itu nyaris seperti bisikan.

Aku bisa merasakan jarak di antara kami menghilang, tapi sebelum sesuatu terjadi, Riku muncul sambil berlari.

“Yang Mulia! Maaf mengganggu!”

Kami berdua mundur cepat, seperti anak kecil ketahuan mencuri kue.

“Ada apa?” tanya Akira dengan nada kesal.

“Pasukan utara mulai bergerak lagi. Kami harus rapat sekarang juga.”

Akira menatapku sebentar, lalu mengangguk. “Baik. Aku datang.”

Saat dia berjalan pergi, aku memanggil pelan, “Akira!”

Dia berhenti.

“Cemburu bukan dosa, tahu?” kataku sambil tersenyum.

Dia menoleh sebentar, dan untuk pertama kalinya dalam seminggu, aku melihat senyum samar di wajahnya.

“Kalau begitu, mungkin aku mulai berdosa.”

Malam itu aku tak bisa tidur.

Hujan turun pelan, dan pikiranku terus memutar kejadian di taman tadi.

Kata-kata Akira terngiang di kepala: Aku sudah kehilangan terlalu banyak.

Siapa yang ia maksud? Keluarganya? Atau… seseorang lain sebelum aku datang?

Aku memutuskan pergi ke ruang arsip istana—tempat semua catatan lama disimpan.

Riku sudah tidur, penjaga jarang lewat malam-malam begini. Aku menyelinap lewat lorong kecil, membawa lentera minyak.

Rak-rak kayu berderet panjang, berdebu. Di pojok ruangan ada kumpulan dokumen tentang keluarga kerajaan.

Aku membuka salah satunya: catatan kelahiran dan kematian.

Di sana, tertulis nama-nama anggota keluarga Hayashida.

Ayah, ibu, adik… tapi satu nama mencuri perhatianku.

Lady Reina Hayashida — tunangan Pangeran Akira. Meninggal tujuh tahun lalu, saat hujan besar.

Dadaku terasa sesak.

Tunangan?

Sekarang aku mengerti kenapa dia membenci hujan.

Bukan hanya karena kehilangan keluarga… tapi juga cinta.

Aku menutup catatan itu perlahan, menatap langit-langit kayu di atas.

“Jadi itu alasannya…” bisikku.

Alasan kenapa dia menatapku seperti seseorang dari masa lalu.

Mungkin aku hanya bayangan lain yang datang bersama hujan — pengingat dari cinta yang pernah hilang.

Keesokan paginya, aku bertemu Akira di halaman depan.

Dia tampak tenang, tapi ada lelah di matanya.

“Kau tidak tidur?” tanyanya.

“Sepertinya kita sama.”

Dia menatapku tajam. “Kau tahu sesuatu.”

Aku tersenyum tipis. “Mungkin.”

“Jangan menyelidikiku, Mika.”

“Aku bukan menyelidikimu. Aku mencoba mengerti.”

Dia terdiam sesaat, lalu berkata pelan, “Kalau kau tahu tentang Reina, jangan kasihan padaku.”

“Aku tidak kasihan.”

“Lalu apa?”

“Aku marah.”

Dia mengernyit. “Marah?”

“Karena seseorang sebaik kau harus menanggung semua itu sendirian.”

Tatapannya melunak.

“Mika…” katanya lirih. “Kau benar-benar membuatku gila.”

Aku tersenyum samar. “Kalau begitu, kita berdua sudah gila.”

Untuk pertama kalinya, dia tidak membantah.

Dia hanya tertawa kecil — suara yang jujur, hangat, dan membuat dunia di sekelilingku terasa sedikit lebih ringan.

Hari itu langit cerah untuk pertama kalinya dalam berminggu-minggu.

Dan meski perang masih mengintai, rumor masih beredar, dan sihirku masih jadi misteri — setidaknya, aku tahu satu hal pasti:

Pangeran yang selalu membenci hujan…

akhirnya mulai belajar mencintai matahari.

Dan mungkin, sedikit demi sedikit,

dia juga mulai mencintaiku.

1
Luke fon Fabre
Waw, nggak bisa berhenti baca!
Aixaming
Nggak kebayang akhirnya. 🤔
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!