Hans dan Lily telah menikah selama 2 tahun. Mereka tinggal bersama ibu Meti dan Mawar. Ibu Meti adalah ibu dari Hans, dan Mawar adalah adik perempuan Hans yang cantik dan pintar. Mawar dan ibunya menumpang di rumah Lily yang besar, Lily adalah wanita mandiri, kaya, cerdas, pebisnis yang handal. Sedangkan Mawar mendapat beasiswa, dan kuliah di salah satu perguruan tinggi di kota Bandung, jurusan kedokteran. Mawar mempunyai sahabat sejak SMP yang bernama Dewi, mereka sama-sama kuliah di bagian kedokteran. Dewi anak orang terpandang dan kaya. Namun Dewi tidak sepandai Mawar.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ANGGUR, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
24. Emosi Mawar
Mawar telah berada di rumah Hans dan bertemu dengan ibunya. Mawar mengungkapkan kesedihan hatinya karena perpisahan Hans dan Lily, tante Meti ikut sedih dan menangis di hadapan Mawar. Bagi tante Meti, mantan menantunya itu bukan hanya sekedar menantu tapi tante Meti telah menganggap Lily sebagai seorang anak kandungnya sendiri. Mawar belum bertemu dengan kakaknya, dan Mawar berencana akan ke rumah Dewi.
Mawar: "Apakah mas Hans selalu menginap di rumah Dewi, bu?" tanyanya dengan rasa ingin tahu.
Tante Meti: "Semenjak menempati rumah baru, kakakmu selalu menemani ibu. Dia hanya pulang larut malam." sahutnya dengan penuh keyakinan.
Mawar: "Mas Hans pasti ke rumah Dewi saat pulang kerja." ucapnya dengan penuh keyakinan. "Aku tidak akan percaya lagi dengan pria manapun, bu." ucapnya lagi dengan penuh kekecewaan. Orang-orang terdekat Mawar yaitu ayahnya dan kakaknya sendiri telah membuat hati Mawar menjadi ragu akan sebuah cinta dan pernikahan
Tante Meti: "Jangan berkata seperti itu, nak. Semua tergantung nasib dan takdir." ucapnya dengan lembut. Tante Meti berusaha menghibur hati Mawar agar putrinya itu mau menikah.
Mawar: "Aku tidak mau sakit hati, bu. Mas Hans yang kelihatan baik, masih bisa menghianati kak Lily. Aku membenci perbuatan mas Hans." ucapnya dengan kesal.
Tante Meti: "Ibu juga sedih dan kecewa pada kakakmu, nak. Semoga suatu hari nanti kakakmu akan sadar." ucapnya dengan penuh harap.
Mawar: "Yang kelihatan baik belum tentu setia." ucapnya dengan sedih. Tante Meti menatap dalam pada Mawar, dia sedih dan kasihan pada putrinya yang takut akan sebuah pernikahan.
Tante Meti: "Apakah kamu akan pergi?" tanyanya sambil melihat penampilan Mawar yang rapi.
Mawar: "Aku akan ke rumah Dewi, bu. Aku perlu bicara padanya." sahutnya dengan tegas.
Tante Meti: "Iya, nak. Hati-hati di jalan, ya." ucapnya dengan pelan.
Mawar: "Aku pergi dulu, bu." sahutnya. Mawar mencium tangan ibunya, lalu melangkah dengan cepat keluar dari rumahnya. Mawar berdiri di depan pintu rumah itu sambil menengok ke kiri dan ke kanan. Mawar melihat sebuah taksi yang lewat, lalu dia melambaikan tangannya sehingga taksi itu berhenti tepat di hadapannya. Mawar membuka pintu taksi, lalu masuk ke dalam taksi itu seraya menyebutkan alamat yang hendak dia tuju. Supir taksi tersenyum kecil, seakan memahami perkataan Mawar. Di dalam taksi itu Mawar merenung dan berpikir tentang sesuatu yang akan dia katakan pada Dewi. 25 menit berlalu, supir taksi itu berhenti di depan rumah Dewi.
Supir taksi: "Apakah ini rumahnya, mbak?" tanyanya dengan ragu-ragu sambil melihat ke arah pagar rumah Dewi yang cukup tinggi.
Mawar: "Iya, pak. Ini rumahnya." sahutnya dengan penuh keyakinan. "Terima kasih, pak." ucapnya.
Supir taksi: "Sama-sama, mbak." sahutnya sambil tersenyum tipis. Setelah membayar taksinya, Mawar keluar dari dalam taksi lalu melangkah masuk ke dalam halaman rumah sahabatnya itu. Mawar terus melangkah dengan terburu-buru, dia membunyikan bel rumah Dewi hingga beberapa kali. Dewi membuka pintu rumah dan melihat Mawar berdiri di depan pintu rumahnya. Dewi tersenyum lebar, lalu memeluk Mawar, wajahnya kelihatan bahagia melihat kedatangan Mawar.
Dewi: "Aku senang kamu telah kembali, Mawar." ucapnya dengan wajah yang berseri-seri.
Mawar: "Apa kabar, Wi." tanyanya dengan wajah datar.
Dewi: "Aku baik, Mawar." sahutnya. Dewi mempersilahkan Mawar duduk, mereka duduk berhadapan di ruang tamu.
Dewi: "Mau minum apa, Mawar?" tanyanya.
Mawar: "Tidak usah, Wi. Aku tidak haus. Aku datang untuk membicarakan sesuatu padamu." ucapnya dengan lembut namun tegas. Wajah Dewi berubah menjadi tegang, Dewi berharap jika Mawar tidak membahas tentang Hans.
Dewi: "Apa yang ingin kamu bicarakan?" tanyanya dengan rasa penasaran. Mawar menghela nafas pendek, lalu menatap Dewi dengan tatapan tajam. Sesaat kedua sahabat itu terdiam, suasana menjadi hening sampai akhirnya Mawar buka suara.
Mawar: "Mengapa kamu tega menghancurkan rumah tangga mas Hans? Mengapa harus mas Hans?" tanyanya dengan suara yang berat. Dewi terdiam, dia menatap wajah Mawar yang sedikit merah karena menahan emosi. "Kamu adalah sahabat terbaikku, Wi. Mas Hans itu sudah berkeluarga." ucapnya lagi dengan suara yang agak keras.
Dewi: "Maafkan aku, Mawar. Aku merasa nyaman dengan mas Hans." ucapnya dengan jujur. "Aku berniat untuk menemui kak Lily." ucapnya dengan suara yang pelan.
Mawar: "Menemui kak Lily untuk apa, Wi? Apakah untuk memamerkan siapa dirimu." tanyanya dengan suara yang keras.
Dewi: "Aku tahu aku salah, Mawar. Jangan menghakimiku." bentaknya.
Mawar: "Aku tidak menghakimimu. Aku bicara fakta." ucapnya dengan keras. "Begitu banyak pria lain di luar sana." ucapnya lagi.
Dewi: "Aku nyaman dengan mas Hans. Aku tidak peduli dia sudah mempunyai istri atau tidak." ucapnya dengan keras. Adu mulut terjadi antara kedua sahabat itu. Untuk pertama kalinya Mawar dan Dewi bertengkar.
"Plak." Mawar menampar pipi Dewi hingga merah. Mawar tak bisa menahan emosi saat mendengar perkataan Dewi. Saat itu Hans masuk ke dalam rumah Dewi dan melihat Mawar menampar pipi Dewi dengan keras. Hans mendekat ke arah Dewi dan Mawar dan mencoba menghentikan pertengkaran kedua sahabat itu.
Hans: "Cukup, Mawar." teriaknya sambil menatap ke arah adiknya.
Dewi: "Kamu tega menamparku, Mawar." ucapnya dengan suara yang serak.
Mawar: "Kamu pantas mendapatkannya." ucapnya dengan penuh amarah. "Aku pikir kamu wanita yang baik, Wi. Ternyata aku salah." ucapnya dengan penuh kekecewaan. Mawar menatap ke arah Hans, dia menatap kakaknya dengan sorot mata yang penuh kebencian.
Hans: "Tahan emosi kamu, Mawar." ucapnya dengan pelan.
Mawar: "Aku tidak akan memaafkan perbuatanmu, mas. Aku dan ibu menyayangi kak Lily dengan sepenuh hati." ucapnya dengan mata yang berkaca-kaca. "Gara-gara perbuatanmu, aku membenci semua pria." ucapnya dengan suara yang keras.
Hans: "Aku tidak ingin berpisah dari Lily. Dia yang ingin meninggalkanku, Mawar." ucapnya dengan keras.
Mawar: "Mas Hans pikir, kak Lily akan menerima perbuatan mas? Jika kak Lily menyuruh mas meninggalkan Dewi, apakah mas bersedia?" tanyanya sambil menatap tajam pada kakaknya. Hans terdiam saat mendengar pertanyaan Mawar.
Mawar: "Mas Hans tidak bisa menjawab, kan? Untuk apa kak Lily bertahan, jika mas tidak ingin meninggalkan Dewi?" tanyanya lagi.
Hans: "Aku tahu kesalahanku, Mawar. Aku tidak bisa meninggalkan Dewi. Aku mencintainya." ucapnya dengan pelan.
Mawar: "Jangan menyalahkan sikap kak Lily, mas. Sikap dan tindakannya sudah benar." ucapnya lagi.
Dewi: "Apakah kita masih bisa berteman, Mawar?" tanyanya dengan pelan.
Mawar: "Maafkan aku, Wi. Aku tidak bisa berteman denganmu lagi. Kamu sudah menghancurkan persahabatan kita." ucapnya dengan tegas. Mawar membalikkan badannya lalu melangkah keluar dari rumah Dewi.
***