NovelToon NovelToon
Ku Buat Kau Menyesal, Mas!

Ku Buat Kau Menyesal, Mas!

Status: tamat
Genre:Penyesalan Suami / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Tamat
Popularitas:1.2M
Nilai: 5
Nama Author: Aisyah Alfatih

Aluna Haryanti Wijaya, gadis lembut yang menikah demi menjaga kehormatan keluarga. Pernikahannya dengan Barra Pramudya, CEO muda pewaris keluarga besar, tampak sempurna di mata semua orang. Namun di balik janji suci itu, Aluna hanya merasakan dingin, sepi, dan luka. Sejak awal, hati Barra bukan miliknya. Cinta pria itu telah lebih dulu tertambat pada Miska adik tirinya sendiri. Gadis berwajah polos namun berhati licik, yang sejak kecil selalu ingin merebut apa pun yang dimiliki Aluna.

Setahun pernikahan, Aluna hanya menerima tatapan kosong dari suaminya. Hingga saat Miska kembali dari luar negeri, segalanya runtuh. Aluna akhirnya tahu kebenaran yang menghancurkan, cintanya hanyalah bayangan dari cinta Barra kepada Miska.

Akankah, Aluna bertahan demi cintanya. Atau pergi meninggalkan Barra demi melanjutkan hidupnya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aisyah Alfatih, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

24. ingin merebut kembali

Barra pulang larut malam ke rumah besar keluarga Pramudya. Sorot matanya lelah, namun amarah dan obsesi yang membara jelas tak padam. Di ruang tamu, Kakek Bram sudah duduk dengan wajah dingin, ditemani Ratih, ibunda Barra, yang tampak cemas.

“Duduk,” suara Bram datar, namun berwibawa. Barra menghela napas lalu duduk. Ratih menatap putranya penuh iba, lalu beralih pada ayah mertuanya yang terkenal keras.

“Apa benar yang aku dengar, kamu masih mengejar Aluna?” tanya Bram tajam.

Barra menunduk sebentar, lalu menjawab, “Dia istriku, Kek. Dulu dia hanya salah paham. Sekarang dia bersama pria itu, Taka, dan...”

“Cukup!” suara Bram menggelegar, membuat Ratih terkejut. “Aluna sudah tidak ada hubungan denganmu. Kau sendiri yang mengusirnya dulu. Kau sendiri yang mempercayai fitnah, bukan membelanya. Sekarang kau masih berani menyebutnya istrimu?”

Barra mengepalkan tangan, menahan marah. “Tapi Raka itu darah dagingku, Kek! Anakku, Kek! Apa salah aku memperjuangkan anak sendiri?”

Ratih, dengan suara lembut, mencoba menengahi. “Ayah, bagaimanapun Raka cucu kita. Saya hanya ingin melihat dia … meski sebentar saja.” Wajahnya penuh kerinduan, seolah penyesalan ikut membebani.

Namun, Bram menatap Ratih tajam. “Kau juga jangan ikut campur, Ratih. Kau tidak tahu apa yang Aluna sudah lalui. Kalau Barra mencoba menarik-narik nama keluarga Pramudya ke dalam masalah ini, aku yang pertama akan menentangnya.”

Barra terkejut, suaranya meninggi. “Jadi keluarga sendiri pun tidak mendukungnya? Apa kalian tidak lihat, Taka menggunakan nama besar keluarganya untuk menginjak kita? Lama-lama perusahaan ini bisa kalah bersaing!”

Bram berdiri, tongkat kayu menghantam lantai dengan suara keras. “Jangan bodoh, Barra! Kau kalah bukan karena Taka, tapi karena kesalahanmu sendiri. Kau kehilangan Aluna, kau kehilangan kepercayaan. Dan sekarang, jangan seret cicitku ke dalam perang kotormu.”

Ratih menunduk, air mata jatuh membasahi pipinya. Ia tahu ayah mertuanya benar, namun hatinya tetap berat. Barra berdiri dengan wajah tegang, matanya merah.

“Baik, kalau keluarga ini tak mau mendukungku, aku akan bertarung sendirian. Aku akan dapatkan anakku kembali, dengan caraku sendiri!”

Ia melangkah pergi, pintu ditutup keras. Ratih terisak, sementara Bram menatap punggung Barra yang semakin menjauh.

“Barra sudah gelap mata…” desah Ratih lirih.

Bram hanya menghela napas berat. “Kalau dia terus begini, bukan hanya dirinya yang hancur. Nama keluarga Pramudya pun bisa ikut jatuh. Dan aku tak akan membiarkan itu terjadi.”

Sore itu langit Jakarta masih berawan setelah hujan deras turun sejak siang. Aluna baru saja menjemput Raka dari sekolah paudnya di Indonesia, tangan mungil putranya menggenggam erat jemari ibunya. Mereka berjalan santai ke arah mobil ketika sebuah sosok perempuan berdiri di dekat pagar sekolah.

"Mommy, kenapa harus sekolah di sini?"

"Sementara saja, Sayang. Kamu harus belajar tak peduli kamu berada di mana,"

Aluna menghentikan langkah, sorot matanya tajam. Ratih, perempuan paruh baya itu berdiri dengan wajah teduh, namun jelas ada kegelisahan yang bersemayam di matanya.

“Aluna…” suara Ratih lirih, nyaris tenggelam di antara riuh suara anak-anak sekolah yang baru pulang.

Raka menoleh ke ibunya. “Mommy, siapa itu?” tanyanya polos.

Aluna menarik napas panjang. Bagaimanapun, Ratih bukan Barra. Ratih tidak pernah mengusirnya dengan kata-kata kasar atau tangan yang menyakitkan. Ia sudah berusaha membela meskipun akhirnya kalah, membiarkan Aluna disudutkan sendirian enam tahun lalu.

“Ini … nenekmu,” jawab Aluna akhirnya, suaranya tenang namun matanya masih menatap Ratih penuh waspada.

Raka terbelalak, wajah kecilnya berbinar. “Nenek? Benarkah?”

Aluna mengangguk pelan. “Iya, Sayang. Sapa yang sopan.”

Raka langsung melepaskan genggaman tangan ibunya dan berlari kecil menghampiri Ratih. Bocah itu berhenti di hadapan Ratih, sedikit canggung, lalu berkata dengan suara lantang,

“Selamat sore, Nek!”

Ratih terhenyak, suara mungil itu bagai petir menyambar dadanya. Air mata langsung menggenang, tangannya gemetar ketika mengusap wajah cucunya. “Astaga … cucuku … cucu nenek…” bisiknya dengan suara bergetar.

Raka terkekeh kecil, merasa bangga sudah memanggil dengan benar. Ia tidak tahu ada rahasia besar yang menutup hubungan mereka selama ini.

Aluna menyaksikan adegan itu dari jarak beberapa langkah. Ada sesuatu yang menyesak di dadanya, sebuah luka lama yang tiba-tiba disentuh kembali. Namun, ia tak tega melarang Raka. Bocah itu berhak merasakan kasih sayang dari sisi keluarga mana pun, meski Aluna sendiri masih menyimpan luka.

Ratih berlutut, meraih tubuh kecil Raka dan memeluknya erat. Aroma anak-anak, hangat dan polos, membuat hatinya bergetar hebat. “Kamu pintar sekali, Nak … sehat, kuat, ganteng sekali…”

Raka tertawa kecil, “Iya dong, Nek! Mommy bilang aku harus jadi anak pemberani.”

Ratih menatap Aluna dari balik bahu cucunya. Mata mereka bertemu. Untuk pertama kalinya dalam enam tahun, Ratih mencoba menyampaikan sesuatu lewat tatapan, permohonan maaf, pengakuan, sekaligus penyesalan. Namun Aluna tidak banyak bicara. Ia hanya mengangguk tipis, sebuah sinyal bahwa ia tidak lagi menutup pintu sepenuhnya.

Setelah beberapa lama, Ratih akhirnya berdiri, masih menggenggam tangan mungil Raka. “Aluna … terima kasih sudah mengizinkan saya bertemu dengannya. Saya tidak berani meminta lebih. Hanya … biarkan saya sekali-sekali melihat dia dari jauh.”

Aluna menatap lurus ke arahnya, suaranya pelan namun jelas. “Raka berhak tahu kasih sayang dari pihak neneknya. Tapi, jangan pernah membicarakan ayahnya di depan dia. Jangan, Bu. Luka itu bukan untuk ditanggung seorang anak.”

Ratih menunduk, air mata jatuh membasahi pipinya. “Aku mengerti, Nak. Aku mengerti…”

Raka menatap keduanya bergantian, bingung. “Mom, kenapa Mommy kelihatan sedih? Nenek juga…”

Aluna tersenyum lembut, membelai kepala putranya. “Tidak, sayang. Mommy tidak sedih. Mommy bahagia, kamu punya nenek yang baik.”

Ratih tak bisa lagi menahan air matanya. Ia kembali berjongkok, memeluk cucunya sekali lagi. “Nenek sayang kamu, Raka … meski kamu tidak tahu siapa Nenek sebenarnya, tapi Nenek selalu berdoa untukmu.”

Aluna memalingkan wajah, tak ingin terlihat ikut larut. Namun, di dalam hatinya, ia tahu momen itu adalah awal dari sesuatu yang lebih besar.

"Sampai jumpa, Nenek!" Raka melambaikan tangannya saat Aluna membawanya masuk ke dalam mobil, meninggalkan Ratih dalam perasan sedih penuh penyesalan.

1
Marina Tarigan
nehitu dpng memikah dhn wanita yg tepst panfang kedepan jangan menolej kebelakang salam hangat dari pembaca
Marina Tarigan
ada2 saja mustahil masa istri dibiat tukar tambah Taka yg super seluruh dunia kok jadi bodoh
Marina Tarigan
baws zAlina sm Raka pulang ke zjepang Aluna bukan barang pikirkan perasaan luna dan keluarhamu di jepang aneh
Marina Tarigan
karena ini cerita biasa kok bisa permintaan seperti itu kalau didunia nyata mulut Barra itu perlu di vuci pakai pembersih lantai sdj dikasih beryemu sm Raka malah meminta istri orsng balik padanya gila
Marina Tarigan
segera pulang bawa kelurgamu ke jepang Taka kalau di Indonesia masallah teris tak putusnya katena xi indo Aluna masih dikelilingi keluarga yg ada hubungan dhn keluarga
Marina Tarigan
berikan kekuatan hati tehuh kepada Aluna Dan Barra utk melihat kedepan cukup situasi itu2 saja buat Bara menata hidupnya kembali dan belajar dhn sikap emosi arogan egois yg dia lakukan selama bersama Aluna dahulu dan Aluna bserta keluarga kecilnya dgn zTaka Raka menikmati hidup yg tenang kedepannya
Marina Tarigan
akuna raka tadi divulik Tuti dan miska bodoh
Rezqhi Amalia: Permisi kak, siapa tahu kakak minat mampir dikaryaku yang berjudul 'Terjebak Pernikahan Kontrak Dengan Dosen Pembimbingku'

terimakasih sebelumnya 🤗💐
total 1 replies
Ko
Kamu nanyaekk???🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣
Marina Tarigan
ooo gitu ya baguslah
Marina Tarigan
lanjut terus sampai berhasil miska
Marina Tarigan
lanjut Barra semoga berhasil
Marina Tarigan
kok berani lawan zTaka aneh
Marina Tarigan
nampak kali bsrrat egois keras kepala tdk punya ahlak pohon lawan gunung kamu akan penyet
Marina Tarigan
biar dis darah dagingmu kalau kau sdh cerai dia anakmu tak semudah itu mengamnilnys Barra
Marina Tarigan
barra menampar suami Aluna kamu masih istikiu kan ditanda tangani surat cerai tdk tahu malu
Marina Tarigan
bagus Aluna tinggalkan Barra api itu maju kedepan jgn memoleh kebelang itu baru kita teman
Marina Tarigan
begiyu dong kamu pintar jgn menoleh kebelakang tata hidupmu dgn kepintaranmu tinggal kan kepahitan
Marina Tarigan
semua pembaca panas karena didunia nysta ada juga type seperti Aluna lembek amat
Marina Tarigan
yg mencintai kamu Aluna itu Ratih dan menikah lah dgn Ratih kalau aku sebagai wanita pantang ditindas pasti akan kuhancurkan dgn caraku mknya aku kamu tinggalkan biadap itu jgn bodoh persetan semua
Marina Tarigan
laki2 memang selalu egois o
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!