Dinda Ayudia meida(Dinda),dua bersaudara berasal dari keluarga sederhana,ayahnya seorang PNS dan ibunya seorang ibu rumah tangga tapi cukup untuk mendidik kedua anaknya.
lalu apa yang membuat Dinda tersisihkan?
hai ini cerita pertamaku semoga kalian suka
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mie Atah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
26. AYT
Setelah istirahat sebentar aku putuskan untuk melaksanakan sholat ashar,seperti biasa walaupun hanya wudhu tapi rasanya dingin sekali.
Walaupun aku kelahiran desa ini tapi kalau kembali dari pondok tubuhku harus menyesuaikan lagi dengan cuaca disini
Tak jarang aku suka flu atau masuk angin.
Air minum disini walaupun bukan dari kulkas tetap dingin tapi bikin seger.
aku melakukan rutinitas seperti kebanyakan anak gadis desa beres beres rumah mencuci piring,memasak dan mencuci baju menggunakan mesin cuci.
History mesin cuci yang penuh drama,sudah sejak lama ibu meminta Ayah untuk membeli mesin cuci tapi selalu tidak boleh banyak sekali perhitungannya ayah selalu bilang nanti bayar listriknya mahal pake mesin cuci juga kurang bersih dll.
Pasti kalian geleng geleng kepala kan mendengarnya.
Sampai dimana ibu memberanikan diri kredit mesin cuci,di usia nya yang sudah tua pasti sudah sangat kelelahan untuk melakukan hal hal seperti itu .
apalagi dulu sebelum ada program air dari pemerintah masih memakai sumur yang manual, ditimba,tapi sekarang Alhamdulillah sudah ada saluran air program pemerintah setempat,walau dalam satu kobak atau wadah air yang di buat sendiri satu desa yang menyalur,Al hasil kadang aliran airnya sangat kecil karena harus bagi bagi.
Ayah marah besar saat itu,dia bilang ibu gak sabaran kredit itu cuma buang uang dan masih banyak lagi.
Aku tau apa yang di rasakan ibu,sedih sudah pasti tapi melawan pun tidak akan membuah kan hasil karena ayah selalu ingin menang sendiri.
Keadaan rumah sudah rapih bersih makanan sudah siap untuk makan malam.
Terdengar suara orang menaruh barang dari arah belakang aku berjalan menuju halaman belakang itu pasti ibu.
" assalamualaikum Bu " ucapku tersenyum
" waalaikumsalam " jawab ibu sambil menaruh keranjang yang berisi sayuran hasil kebun.
aku membantu ibu merapihkan barang bawaan ada celurit pisang dua tandan bunga pepaya dan juga singkong,senang sekali rasanya melihat hasil kebun.
" ayah belum pulang " tanya ibu setelah membasuh kaki dan tangan yang kotor
" belum mungkin bentar lagi " jawabku ambil membawa hasil kebun kedalam rumah
Ibu masuk langsung menuju kamar mandi setelah tadi mengambil handuk yang di jemur di luar.
Aku duduk diruang tv sambil menunggu ayah pulang.
Jam menunjukan pukul 17:00 WIB
Di desaku kalau sudah memasuki waktu senja sudah tidak ada lagi anak kecil yang main di luar katanya pamali.
nanti setelah waktu Maghrib habis baru akan ramai anak anak berangkat mengaji ke pondok yang ada di desaku.
jadi teringat masa kecilku dulu,seru rasanya tidak ada beban hidup yang difikirkan yang penting main ngaji makan tidur hahaha
semakin beranjak dewasa alur kehidupan semakin ku mengerti ternyata banyak sekali problematika di sekelilingku.
dan yang aku tau aku selalu berusaha untuk menyenangkan hati orang lain tanpa tau apakah aku sudah bahagia,aku selalu dituntut untung mengerti masalah orang lain tanpa memberikan aku kesempatan untuk memperbaiki masalahku sendiri.
Udara di desa semakin terasa dingin ku lipat kedua kakiku agar meredakan rasa dingin yang tiba tiba menyerang.
terdengar suara kendaraan roda dua berhenti di halaman rumah.
Aku beranjak untuk membuka kan pintu.
" assalamualaikum" ucap ayah sambil membuka helm nya
" waalaikumsalam " jawabku sambil mencium tangan ayah
" jam berapa tadi datang nya " tanya ayah sambil berjalan masuk kedalam rumah
" sekitar jam dua an yah " jawabku sambil melangkah ke dapur untuk mengambil air putih hangat untuk ayah.
Ayah menerima uluran gelas yang berisi air putih hangat dariku.
Ayah memutuskan untuk istirahat sebentar lalu segera pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri karena waktu ashar sebentar lagi akan habis.
************************************
Hampir satu bulan Dinda berada di rumah kegiatannya hanya seputar rumah Pondok kalau tidak ikut ibu kekebun.
Tak terasa besok sudah memasuki satu romadhon seperti biasa dirumah sibuk untuk menyiapkan penyambutan bulan suci romadhon yang biasa kita sebut Munggahan.
Aku membantu ibu di dapur membersihkan ayam,memarut kelapa pakai parutan manual sampai hampir semua kulit jari ku terkelupas,perih tapi aku hanya bisa berdesis meniup niup jariku.
Tidak ada kata lelah karena ibuku lebih lelah dari sebelum subuh ia sudah perang dengan peralatan dapur.
Setiap tahun selalu seperti ini karena di desaku ada tradisi hantaran antar tetangga atau saudara jauh tetangga desa.
Kalau masalah seperti ini effort nya luar biasa ,ibu sangat detail memperhitungkan semuanya berbanding terbalik dengan ayah yang perhitungan.
" din nanti gilingin beras ya ke pak Hendri " kata ibu sambil menengok padaku yang sedang fokus menggiling bumbu menggunakan cobek.
sangking detailnya ibu sampai bumbu pun harus di ulek tidak boleh menggunakan mesin katanya kurang enak langu dan sebagainya.
" yang belah mana ya Bu rumahnya Dinda lupa " tanyaku
" itu loh kalau kamu jalan lewat belakang nah rumah pertama sebelah kiri itu rumah nya " kata ibu menjelaskan padaku
" oh ia,Dinda nyelesain ini dulu sebentar " jawabku sambil terus mengulek bumbu untung semur ayam.
Harus betul betul lembut ini sih menurutku sudah lembut ya, tapi nanti saat di cek ibu pasti belum jangan sampai ada biji cabe yang belum hancur.
( ibu kalian ada juga gak yang seperti itu, komen ya )
Selesai mengulek bumbu aku mencuci tangan
Eash
Aku berdesis merasakan perih yang Ter amat dari jariku saat bersentuhan dengan air.
Aku lihat satu persatu jari tanganku ada beberapa bagian yang luka dalam ada juga yang masih mengeluarkan darah.
" mana Bu yang mau digiling " tanya ku sambil melihat sekeliling mencari beras yang dimaksud ibu.
" itu masih di dalam bak masih di rendem" jawab ibu sambil menunjuk ke arah belakang tempat mesin cuci.
Rumah ku itu masih termasuk rumah zaman dulu,kamar mandi yang masih di pakai ber barengan tempat cuci piring dan mencuci baju itu masih menyatu sama sumur yang dulu tapi sekarang sudah tidak dipakai sebab sekarang menyalur air dari program pemerintah.
Aku saring beras yang terendam sedikit aku goyang goyangkan agar kadar air nya berkurang lalu ku masuk kan kedalam pelastik putih yang sebelumnya sudah ibu siapkan.
Aku tidak tau ibu mau buat apa
Ku susuri jalan yang dulu tempat aku bermain bersama teman teman kampung yang sekarang sudah pada punya kehidupan masing masing ada yang kerja,menikah, mondok di pulau Jawa.
Sekarang pepohonan sudah mulai rimbun sudah banyak tanaman coklat milik pemilik tanah, banyak sekali perubahan yang tidak aku sadari.
Banyak kemajuan yang terjadi di kampungku lalu bagaimana denganku,sejauh ini aku belum tau tujuan ku apa.
aku memang sudah mendaftar kan diri di universitas tapi entah kenapa rasanya masih ada yang mengganjal dalam hati ku.
Terdengar mesin giling meraung dari kejauhan
" assalamualaikum " ucapku sedikit keras takut tidak terdengar setelah sampai di rumah pak Hendri,untung saja rumah nya rumah pertama setelah jalan tambah aku mendengar suara mesin yang sedang menggiling, sehingga aku yakin kalau ini rumahnya
" Assalamualaikum" ucapku lagi yang kedua kalinya
" waalaikumsalam" barulah terdengar jawaban dari dalam
" ia neng " tanya nya setelah melihatku
" ini mau giling beras pak " jawabku sambil menunjukan plastik yang aku jinjing
" owh iya masuk aja,tapi nunggu gak apa apa,soalnya ada beberapa punya orang yang belum digiling " tanya nya padaku
" owh nunggu aja deh, gak apa apa " jawabku daripada nanti di suruh nyari lagi tempat giling beras.
terlihat dari dalam keluar seorang ibu istri dari pak Hendri
" eh ini kan Dinda ya " tanya nya padaku sambil menunjuk ku
" eh ia Bu " jawabku sambil mengulur tangan ingin mencium tangan sang ibu
" Dinda siapa " tanya pak Hendri pada istrinya
" itu loh anak nya pak Syukron " jawab istri pak Hendri
" owalah, udah gadis aja kemarin perasaan masih suka main petak umpet " kata pak Hendri sedikit bercanda
" makin cantik aja Dinda,liat tu lesung pipinya kalau senyum haduuuh " kata istri pak Hendri sambil menjawil dagu ku
Aku hanya tersenyum mendengar celotehan istri pak Hendri yang tak ku ketahui namanya siapa.
" coba aja anak kita Ijal belum nikah mau banget emak punya mantu kaya neng Dinda " lagi istri pak Hendri menggodaku
aku masih mempertahankan senyumku bingung mau ngomong apa.
" yaudah atuh neng mau nunggu di dalem apa mau di luar aja " tanya istri pak Hendri
" disini aja Bu gak apa apa terimakasih " jawabku tersenyum sungkan.
Aku duduk menunggu giliran beras ibu yang di giling,sambil membuka hp yang tadi aku bawa dari rumah.
Aku buka aplikasi hijau,melihat status teman teman sekolah yang juga sedang asyik menyiapkan penyambutan bulan romadhon.
aku hanya melihat sekilas tanpa berniat mengomentari apa yang mereka tulis.
Saat ku lihat status liha aku buka sama dia pun sedang mengabadikan momen bersama keluarganya.
Dinda :" asyik nyaaaa " komen ku pada status liha
centang dua
( mengetik.....)
Lihoy (nama kontak liha di hp ku ): asyik dong sini teh main
Dinda: kapan kapan deh
Lihoy : kapan kapan Mulu gak pernah terealisasikan 🤔🤔🤔
Dinda : 😁🤭 begitulaaaahhh
Aku tersenyum membalas WA dari liha
Aku bukan orang yang suka mengabadikan momen di internet entahlah aku merasa tidak ada yang menarik dalam hidupku.
Sehingga tidak ada yang perlu ku tunjukan pada orang orang.
Aku juga bingung aku ini tipe orang yang seperti apa dibilang introvert juga aku bisa dibilang exksrovert juga bisa.
Seperti tidak punya kepribadian gitu
Makasih yaaa yang sudah membaca jangan lupa like and komentar di karya pertamaku