Jaka, adalah seorang yang biasa saja, tapi menjalani hidup yang tak biasa.
Banyak hal yang harus dia lalui.
Masalah yang datang silih berganti, terkadang membuatnya putus asa.
Apalagi ketika Jaka memergoki istrinya selingkuh, pertengkaran tak terelakkan, dan semua itu mengantarnya pada sebuah kecelakaan yang semakin mengacaukan hidupnya,
mampukah Jaka bertahan?
mampukah Jaka menjemput " bahagia " dan memilikinya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sicuit, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sisi Kehidupan.
Jaka dan Ibu merasa bersyukur, mereka dengan segera bisa mendapatkan tempat tinggal.
Mereka melewatkan malam dalam hening, dengan pikiran masing - masing.
Ibu sudah tidur sejak tadi. Jaka berusaha untuk bisa tidur juga.
Tapi setiap matanya terpejam, senyum Yunis, masih tak beranjak dari ingatannya.
Jaka membalik badan, berganti tengkurap, kembali terlentang. Mencari posisi nyaman untuk terpejam.
Karena lelah, akhirnya Jaka tertidur juga.
##########
"Mas, ini Yunis, buka pintunya, Mas,"
Jaka yang terkejut mendengar suara Yunis, segera berdiri dan membuka pintu, Yunis dengan senyum manisnya berdiri di depan pintu, dia langsung memeluk Jaka.
"Lama kali Mas buka pintunya, Yunis kangen sama Mas," ujarnya manja.
Jaka memeluk Yunis dengan segenap kerinduannya. Mencium rambut wangi itu berkali - kali.
Mereka berdua masuk, duduk di tikar, tempat Jaka berbaring.
Jaka menyandarkan punggungnya pada dinding, sedang Yunis tidur di pangkuannya.
Dia membelai rambut Yunis dengan penuh kasih sayang.
"Dek, aku cinta kamu, ojo pergi lagi ya, aku ojo ditinggal," kata Jaka pelan, dengan pandangan penuh cinta.
Yunis menatap wajah Jaka sambil tersenyum. Tapi perlahan, Yunis menjadi kabur, dan perlahan hilang dari pangkuan Jaka.
"Dek ... Yunis ... Yunis ...!" teriak Jaka panik, berusaha meraih Yunis yang semakin menghilang dari pandangannya.
"Dek ... Yunis ... Yunis ... kemana kamu, Yunis ...!" panggilnya berkali - kali.
Jaka terbangun, matanya mencari Yunis di setiap sudut ruangannya.
Dicari kruknya, dia berdiri dengan susah payah.
"Yunis ... Yunis ... kamu kemana, kamu di mana?" ujarnya pelan.
Dadanya sesak sekali, keinginan kuat untuk memeluk istri yang sangat dicintai membuatnya menyerah pada kewarasan pikirannya.
Jaka berjalan keluar ruangan, dia mencari Yunis, namun tak didapatinya juga. Membuatnya semakin putus asa.
Jaka keluar rumah, pintu dibiarkan terbuka. Berjalan dengan kruknya, menyusuri jalanan malam itu.
"Kamu di mana, kamu di mana ... cari Yunis ... cari Yunis," bisiknya berulang - ulang.
#########
Suasana remang, diiringi musik syahdu, beberapa orang duduk di pojok - pojok pada kelompok masing - masing. Tapi ada pula yang hanya berdua.
Seorang waiter dengan pakaian minim dan belahan dada yang sedikit terbuka, berjalan hilir mudik sambil membawa nampan berisi minuman beserta sloki - sloki cantik.
Sesekali, dari antara mereka, dengan seenaknya meremas bokong waiter itu. Membuat dia melotot dan mengumpat.
"Kurang ajar!"
Seketika orang itu berdiri dan menggampar waiter itu sekuat - kuatnya. Pengaruh alkohol membuatnya melakukan tindak kekerasan.
Waiter itu langsung terpelanting ke belakang dengan posisi terlentang, menunjukkan belahan bukit yang sekal menantang, dan kaki sedikit terbuka. Paha mulus itu pun tertampang jelas.
"Aaarrggh," erangnya kesakitan.
Orang itu menikmati pemandangan indah, yang membuat darahnya berdesir, membangunkan tonggak keperkasaannya.
Dia maju selangkah, menarik tangan waiters itu dengan kasar, membuat dia langsung dalam pelukannya.
Diremasnya bukit itu dengan kasar. si waiter berusaha keras untuk melepaskan diri. Tapi semakin dia bergerak, semakin kuat pula orang itu memeluknya.
Dengan rakus, dibenamkan mulutnya pada belahan bukit itu dan mencecapnya.
Tonggak yang keras digeserkan pada bagian bawah tubuh waiter itu. Tiba - tiba ...
"Hai ... Hentikan! Tolong hentikan!" seru bagian keamanan melerai tindak kekerasan itu.
Waiter itu merasa tertolong.
"Dan kamu, cepat datang ke kantor, Big Boss memanggilmu," kata security itu pada si waiter
Dia meninggalkan ruangan, berjalan melewati lorong, menuju tempat Big Boss berada.
Tok tok tok ... Tok tok tok ...
"Masuk!"
Dengan takut - takut, si waiter masuk dengan menundukkan wajahnya.
Seorang laki - laki botak menghampirinya.
Plaakk!
Plaakk!
Tanpa bicara dia langsung menamparnya.
Membuat terhuyung dan jatuh. Bibirnya berdarah, kepalanya terasa berdenyut.
"Sudah tau peraturan kan, pelanggan adalah raja, jadi untuk apa melawan?"
si waiter diam, masih tetap dalam posisi jatuhnya tadi.
Belum puas dengan memukulnya, laki - laki kepala botak itu berjalan ke sudut ruangan, mengambil sesuatu. Sabuk.
Plaaasss!!
Plaaass!!
"Aaaargghh ... Ampuuunn ... Ampun !" teriaknya kesakitan.
Sabetan sabuk melukai kaki, dan badannya yang sedikit terbuka itu.
Plaasss!
Plaaass!!
Disabetnya lagi, membuat waiter itu kelojotan merasakan sakit.
"Ingat ini ya, jangan sekali - kali kau ulangi lagi!" bentaknya kasar.
Waiter itu mengangguk dan berusaha untuk berdiri. Tapi gundukan bukit sekal dan paha mulus itu begitu menggoda untuk dilewatkan.
Laki - laki botak itu melepaskan kancing kemejanya satu persatu sambil tersenyum penuh makna.
Dia berjalan ke pintu dan menguncinya. Jakunnya naik turun bergerak menelan saliva yang tiba - tiba memenuhi rongga mulutnya.
Waiter itu merasakan tanda - tanda yang tak baik. Dia bergerak mundur ke belakang dengan posisi duduk. Karena belum sempat untuk berdiri.
"Hehehe ... Memang jeli Dokter Aldi kalau bekerja, dia selalu dapat benda - benda bagus, hehehe ...." seringainya menakutkan.
Semakin maju, semakin dekat dengan waiter itu.
"Siapa namamu?"
"Yunis," jawabnya lesu, menahan sakit pada bibirnya yang berdarah.
Dan dengan sekali tarik, lepaslah semua kancing blus yang dikenakan Yunis. Yunis bergerak semakin merapat ke dinding.
Sedang laki - laki itu menarik kaki Yunis membuatnya tak berdaya.
Dia langsung meremas bukit - bukit itu dengan gemas, menarik penutupnya, sehingga pucuk - pucuk bukit itu tak tertutup sama sekali.
Laki - laki itu langsung mengulumnya, memainkannya dengan lidah. Sedang tangan yang satu mulai bergerak ke bawah, mencari rimbunan gua yang bisa membuatnya merasa gagah.
Dalam sekejap, mereka berdua sudah dalam keadaan tanpa selembar benang pun. Yunis terlalu takut untuk melawan, dia hanya bisa pasrah.
Sebelum membenamkan tonggak keperkasaannya, laki - laki itu menjilat dan mensesap gua itu, memutar lidahnya di sana, yang mau tak mau membuat Yunis menggeliat keenakan.
"Aaahh ... Aaagghh ...."
Erangnya, membuat laki - laki itu semakin bergairah. Lalu dia membenamkan benda pusaka miliknya dalam - dalam, dengan gerakan teratur, hingga akhirnya mengejang, sambil mengigit puncak bukit sekal Yunis.
Yunis mengerang, antara nikmat, dan kesakitan.
Laki - laki itu berdiri, memakai pakaiannya lagi, dan membiarkan Yunis yang masih merasakan kesakitan, pada ujung bukit mau pun bagian bawah tubuhnya.
"Keluar dari sini! Ingat, jangan sekali - sekali kau ulangi lagi!" bentaknya.
Yunis mengumpulkan sisa kekuatannya, memakai semua pakaiannya. Dan memaksa kakinya untuk keluar ruangan.
#########
Matahari sudah memancarkan kehangatan. Jalan sudah ramai orang hilir mudik dengan kesibukan masing - masing.
Jaka berjalan melewati semuanya. Tanpa merasakan sakit, pada telapak kaki yang mulai lecet dan berdarah, akibat batu - batu kerikil yang diinjaknya tanpa sandal.
Berjalan dengan pandangan kosong. Semakin lama, semakin jauh.
Di depan sebuah kedai, Jaka berdiri mematung, menjadi pusat perhatian orang yang lewat, mengganggu pandangan orang yang akan sarapan.
Seorang Ibu keluar dari dalam dengan membawa sepanci air.
Byuuurrr!!
Disiramkannya pada tubuh Jaka, yang tergagap seketika.
"Husshh ... husshh ...!" kata orang itu sambil menggerakkan kedua tangannya, menyuruh Jaka pergi dari depan kedainya.
Jaka berjalan lagi dengan badan yang basah.
Tak lama berselang, Jaka mematung lagi di depan sebuah toko yang baru buka. Air liur menetes dari mulutnya yang sedikit terbuka.
Karyawan yang bersih - bersih mengusirnya pergi. Dia memukulkan sapu pada kaki Jaka.
Jaka pun terseok, melangkah pergi. Berjalan lagi, mengikuti kaki timpangnya.
Meninggalkan pertokoan yang ramai, Jaka berjalan menuju jalanan berbatu. Anak - anak kecil bermain air di dekat sana.
Mereka tertawa melihat Jaka yang berjalan dengan kruknya.
Ramai - ramai mereka berteriak,
"orang gila ... orang gila ...!"
Sambil melemparinya dengan batu.
Jaka mengacuhkannya, dan tetap berjalan, semakin lama semakin jauh.
########
Ibu bangun dari tidurnya, menggeliatkan badan mengusir lelah pada tubuh tuanya.
Dia berdiri, berjalan ke ruang sebelah, tempat Jaka membaringkan diri semalam.
Tapi tak ada. Dan alangkah terkejutnya Ibu, ketika melihat pintu terbuka.
Dia segera menuju ke pintu, di luar tak ada Jaka. Pikirannya semakin khawatir.
Ibu ke kamar mandi sejenak, setelah itu bergegas mencari Jaka di sekitar tempat tinggal barunya.
Sulit bagi Ibu untuk menemukannya, apalagi sebagai orang baru, Ibu dan tetangga belum saling mengenal.
Rencana untuk lapor ke pak RT pagi itu pun ditunda. Ibu lebih memilih pergi mencari Jaka.
"Kemana harus kucari?" keluhnya bingung.