"Om Bima! Apa yang Om lakukan padaku!"
Sambil mengernyitkan dahi dan langkah pelan mendekati Sang Gadis yang kini menjaga jarak waspada dan tatapan setajam silet menusuk netra tajam Bima.
"Seharusnya, Saya yang bertanya sama Kamu? Apa yang semalam Kamu lakukan dengan Alex?"
Bima, Pria yang masih menggunakan handuk sebatas lutut kini menunduk mendekati Laras, Perempuan yang seharusnya menjadi Calon Menantunya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tiara Pradana Putri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ngadu
"Sayang," Bima tersenyum, menutup dokumen terakhir yang dibawa Raka untuk ditanda tangani.
Laras melenggang dengan senyumnya yang merekah segera duduk di sofa tak ingin mengganggu apa yang sedang Bima kerjakan.
"Saya permisi Pak, untuk follow up ke Klien nanti hasilnya Saya kabari, mari Bu Laras, Permisi." Raka menunduk sedikit memberi hormat kepada Laras juga Buma sebelum meninggalkan ruang kerja Bima.
"Ganggu ya Mas?" Laras bangkit dari sofa menuju kurai dimana Bima duduk.
"Enggak Sayang, justru Mas seneng Kamu disini, sini duduk." Bima menepuk pahanya dengan tatapan menggoda.
Laras menahan senyumnya tapi semakin mendekat, dan dengan sekali tarik, Bima berhasil membawa Laras duduk dipangkuannya.
"Mas, ini di kantor loh! Kalo Pak Raka masuk atau Bu Anita kesini gimana coba!" Usaha Laras turun dari pangkuan Bima sia-sia, kini Bima malah melingkarkan tangannya dipinggang Laras mengunci pergerakan Istrinya agar tak lepas.
"Mereka gak akan asal masuk Ras kalau gak Saya panggil."
"Ck, tapi kan tetap saja, ini di kantor. Kok rasanya Aku beneran kayak Ani-Ani seperti anak-anak Kampus bilang tadi," Meski nada suara Laras, semakin mengecil, bukan berarti Bima tak mendengar curhatan colongan Laras.
Bima bisa menangkap, Laras sepertinya baru saja mengalami hal tak mengenakkan di Kampusnya.
"Ada yang ganggu Kamu di Kampus?" Lihai sekaki Bima membenarkan anak rambut Laras yang menjuntai menutupi mata Laras.
"Si Om kok jadi genit gini sih!"
CUP!
"Lupa? Saya sih seneng aja kalo Kamu sering lupa. Lumayan, Dapat booster gratis dari Istri!"
"Aww! Sakit Sayang, jangan dicubit dong, cium lagi aja ya?" Alis mata Bima terangkat keduanya.
"Lagian, Mas kenapa jadi ganjen begini sih! Berasa kayak Gadun tahu gak! Terus Aku Ani-Ani gitu? Kayak yang Mereka bilang!"
Bima mulai paham. Sepertinya baru saja terjai debat mulut antara Laras dan beberapa teman Kampusnya.
"Kalo Mas sih seneng aja. Mau dibilang Gadunnya Kamu kek, Sugar Daddy Kamu Kek, yang penting Kita sudah halal. Sebentar lagi resmi secara negara juga. Kamu gak harus dengerin semua orang, yang harus Kita lakukan tutup aja telinga Kita, karena Kita punya dua telinga dan dua tangan. Simple. Biarlah orang berkata apa,"
"Kayak bait lagu aja kalimat yang terakhir."
"Oh ya, masa sih?"
"Ya udah, dari pada kesel, mau makan sesuatu gak?"
Anggukan Laras menerbitkan senyum Bima, "Mau makan apa?"
"Gak mau makan dimana-mana, makan di sini aja boleh? Kita pesen makanan aja. Ya?"
Bima tersenyum, wajah memelas Laras kenapa menggemaskan begini, bisa bahaya dong, iman kan kadang suka gak singkron ya dengan imin. Tuh kan lihat Laras dengan mata sayu-sayu begitu travelinglah pikiran Bima.
"Mas, bolehkan?"
"Boleh, Kita pesen aja. Kamu mau makan apa?"
"Nasi Padang!"
Kini dihadapan Mereka Bima dibuat takjub, deretan berbagai macam menu masakan padang, membuat Bima ikut tergugah selera. Sudah lama juga dirinya tak makan masakan Padang.
"Om ayo makan. Om gak suka ya masakan Padang?"
"Suka. Cuma udah lama aja gak makan. Saya justru heran, biasanya perempuan bakal jaim gak mau makan segini banyak."
"Ya itukan perempuan lain mungkin yang pernah kencan sama Om. Kalo Aku sih laper ya makan, suka ya bilang, ngapain jaim!"
"Gak ada Saya kencan sama perempuan lain baik setelah ada Kamu atau sebelum sama Kamu."
"Cius?"
"Serius Ras,"
"Miapah?"
"Ck,"
"Gitu aja ngambek! Itu mau coba gak tunjangnya? Enak Loh Om!"
"Ras,"
"Ok! Lagi makan Nasi Padang, gak lucu Om kalo ciuman! Berasa tunjang!"
Tawa keduanya selaras dengan selera Mereka menikmati santap siang dengan aneka ragam menu makanan khas Minang.
Laras masih berada si ruangan Bima, Bima izin melanjutkan beberapa pekerjaannya.
Melihat Laras menguap, Bima tersenyum. Rasanya Ia sudah jatuh cinta pada Laras. Nguap aja dimata Bima Laras tetap cantik.
"Sayang, Kamu istirahat aja ya. Yuk!" Bima melepas kacamatanya, bangkit dari kursi kerjanya mendekati Laras.
Laras mengikuti kemana Bima membawanya. Sebuah ruangan terbuka. "Loh, jadi disini ada ruangan lain?"
Bima mengajak Laras masuk. Laras mengedarkan pandangannya kesekeliling. Sebuah ruangan yang berukuran sedang, dengan ranjang dalam kondisi rapi serta aroma khas parfum Bima begitu terasa didalamnya.
"Om sering pakai ruangan ini?" Melihat tatapan Bima Laras buru-buru membenarkan panggilannya.
"Sorry, siapa aja Mas yang sudah dibawa kesini? Ibunya Alex?"
"Cuma Kamu. Ya sudah, Kamu istirahat aja. Tidur juga gapapa. Nanti kalau sudah selesai dan Kita mau pulang Saya baru bangunin Kamu ya."
Laras melihat perubahan rona wajah Bima saat Laras menyinggung perihal Ibu Alex. Sesungguhnya Laras penasaran seperti apa Ibu Alex atau Mantan Istri Bima.
Rasa kantuk yang Laras rasakan mengalihkan Laras dan kini Laras naik ke ranjang milik Bima da berbaring disana.
"Duh, nyaman amat sih! Aroma si Om juga kecium banget."
Perlahan, mata Laras bagai diusap-usap dan akhirnya Laras tertidur nyenyak.
Bima meregangkan tubuhnya. Jemarinya merasakan pegal. Ujung hidungnya akhirnya terbebas juga saat kacamata terlepas setelah beberapa jam bertengger kokoh disana.
Dilirik arloji mewah dipergelangan tangan kirinya. Tanpa terasa hampir magrib.
"Laras, masih tidur gak ya?"
Bima membuka perlahan connecting door menuju tempat dimana Laras tertidur.
Senyum Bima mengembang, peelahan dengan langkah hati-hati, tak ingin mengusik nyenyak Istrinya yang mungkin saja masih terbuai mimpi, Bima duduk ditepi ranjang.
Memandang wajah Laras saat tidur menjadi kebiasaan baru bagi Bima yang membuat candu. Wajah polos dan tentram Laras, menimbulkan rasa nyaman dan hangat di hati Bima.
Tak tega rasanya Bima membangunkan Laras, Rasa pegal di tubuh setelah bekerja seharian membawa Bima ikut naik keatas ranjang, bergabung dengan Laras dan keduanya malah tertidur bersama.
Laras menggeliat, tubuhnya meregang namun terasa berat. Dengan mata tang bekum sepenuhnya terbuka, sambil mengucek pelan, Laras menutup mulutnya yang menguap, mengembalikan kesadaran sepenuhnya.
Bima, Suaminya sedang terlelap sambil memeluk perutnya. Situasi lebih intim dari sebelumnya bahkan kepala Bima dengan nyaman bersandar di dada Laras.
"Duh, gimana nih, kalo Gue gerak bangun gak ya Si Om?" Laras membiarkan saja toh disudut baginya tidak merasa terganggu justru nyaman da jemarinya reflek membelai surai yang menutupi alis Bima.
Laras memadangi wajah Bima. Baru kali ini, Ia bisa melihat jelas setiap lekuk wajah dan garis rahang yang kokoh dan jangan lupakan bulu halus di sekitar rahang Bima membuat wajah Bima semakin tampan saja.
"Ganteng!" Laras buru-buru menutup mulutnya.
Takut Bima terbangun dan geer lagi ketahuan dipuji Laras.
"Emang Saya ganteng Ras," Bima perlahan membuka kedua matanya.
"Berat Om!" Laras terkejut, reflek bangkit agar Bima melepas pelukannya.
"Enak begini, empuk!" Bima malah sengaja mendusal manja di dada Laras.
"Mesum!"
tokoh utamanya karakternya tegas.
kebaikan bima dibalas dngn kehadiran laras yg msh fresh dan suci.
cinta bs dtng dngn sendirinya asalkan ketulusan sllu menyertainya.
lanjuut lagi thoorr..