Rasa trauma karena mahkotanya direnggut paksa oleh sahabat sendiri membuat Khanza nekat bunuh diri. Namun, percobaannya digagalkan oleh seorang pria bernama Dipta. Pria itu jugalah yang memperkenalkannya kepada Vania, seorang dokter kandungan.
Khanza dan Vania jadi berteman baik. Vania menjadi tempat curhat bagi Khanza yang membuatnya sembuh dari rasa trauma.
Siapa sangka, pertemanan baik mereka tidak bertahan lama disebabkan oleh perasaan yang terbelenggu dalam memilih untuk pergi atau bertahan karena keduanya memiliki perasaan yang sama kepada Dipta. Akhirnya, Vania yang memilih mundur dari medan percintaan karena merasa tidak dicintai. Namun, Khanza merasa bersalah dan tidak sanggup menyakiti hati Vania yang telah baik padanya.
Khanza pun memilih pergi. Dalam pelariannya dia bertemu Ryan, lelaki durjana yang merenggut kesuciannya. Ryan ingin bertanggung jawab atas perbuatannya dahulu. Antara cinta dan tanggung jawab, siapakah yang akan Khanza pilih?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mama reni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab Dua Puluh Sembilan
Pagi harinya, seperti biasa, Khanza bangun. Setelah memastikan putranya, Mika masih terlelap, dia langsung masuk ke kamar mandi. Dengan cepat, dia membersihkan tubuhnya. Dia ingin segera membuat sarapan. Kali ini wanita itu ingin membuat nasi goreng spesial untuk Vania, yang telah banyak menolongnya.
Setelah selesai mandi, Khanza langsung menuju dapur untuk menyiapkan bahan-bahan yang dibutuhkan. Dia memilih bumbu-bumbu favorit Vania dan mulai memasak nasi goreng dengan penuh cinta.
Vania keluar dari kamar, dia tampak sudah berpakaian rapi. Mencium aroma masakan yang mengunggah seleranya, membuat gadis itu tak sabar untuk mencicipinya.
Sampai di dapur, dia melihat Khanza sedang menata nasi goreng berserta pelengkapnya seperti telur mata sapi, acar timun, kerupuk dan juga bawang merah goreng.
"Pasti nasi goreng ini enak. Baunya saja telah membuat aku lapar," ucap Vania.
Khanza tersenyum melihat Vania yang sudah tidak sabar untuk mencicipi nasi goreng buatannya. "Silakan, Mbak. Aku buat spesial untuk, Mbak," kata Khanza, sambil menyodorkan piring berisi nasi goreng yang lezat.
Vania langsung mengambil tempat duduk dan mulai mencicipi nasi goreng tersebut. Setelah beberapa suapan, Vania memberikan reaksi yang positif. "Wah, enak banget nasi gorengnya! Kamu memang jago masak, Khanza," puji Vania dengan mata yang berbinar.
Khanza tersenyum bahagia mendengar pujian dari Vania. "Terima kasih, Mbak. Aku senang karena Mbak menyukai masakanku," kata Khanza sambil tersenyum hangat.
Khanza tersenyum dan memberikan Vania segelas jus jeruk untuk menemani sarapan nasi gorengnya. "Semoga Mbak suka dengan sarapan hari ini," kata Khanza dengan senyum hangat.
Vania membalas senyum Khanza dan mulai menikmati jus jeruknya sambil terus mencicipi nasi goreng yang lezat. Suasana pagi itu terasa hangat dan nyaman dengan aroma masakan yang lezat dan obrolan yang santai antara Khanza dan Vania.
"Khanza, hari ini aku harus ke kota A. Memberikan pelatihan bagi bidan yang baru. Apakah kamu tak apa aku tinggalkan?" tanya Vania.
"Tak apa, Mbak. Ada bibi juga di sini," jawab Khanza dengan cepat.
"Mungkin aku pulang agak lama. Jika hingga jam sembilan aku belum sampai di rumah, kamu tidur duluan saja, jangan menungguku," ujar Vania selanjutnya.
"Baik, Mbak." Khanza menjawab dengan singkat.
Vania mengangguk puas dan melanjutkan sarapannya sambil berpikir tentang agenda hari itu. Setelah selesai, dia membantu Khanza membereskan meja makan. "Aku akan pergi setelah ini, Khanza. Tolong jaga Mika baik-baik, ya," pesan Vania dengan tersenyum sebelum meninggalkan dapur.
Dia sangat menyayangi Mika, seperti anaknya sendiri. Sehingga berpesan begitu dengan Khanza, ibu kandung bayi tersebut.
Khanza mengangguk dan membalas, "Baik, Mbak. Hati-hati di jalan." Vania tersenyum dan melambaikan tangan sebelum keluar dari rumah. Khanza memperhatikan Vania pergi, lalu kembali ke dalam rumah untuk merawat Mika.
Saat masuk ke kamar, dia melihat sang putra sudah membuka matanya. Khanza mendekati sambil tersenyum.
"Gantengnya Bunda telah bangun," ujar Khanza dengan tersenyum semringah. Saat ini usia Mika baru satu bulan.
Seolah mengerti apa yang Khanza ucapkan, bayi itu tersenyum. Dia tampak gembira.
"Sekarang waktunya mandi ...," ucap Khanza
Mika seperti mengoceh dan sedikit meronta-ronta saat Khanza membawanya ke kamar mandi. Khanza membersihkan tubuh Mika dengan lembut, sambil berbicara dengan suara yang lembut untuk menenangkan bayi itu.
Setelah selesai mandi, Khanza menutup tubuh Mika dengan handuk hangat dan menggendongnya ke kamar untuk mengganti popok dan pakaian yang baru. Mika tampak nyaman dan tenang dalam gendongan ibunya, sambil sesekali mengoceh dan menatap wajah Khanza dengan mata yang besar dan penuh rasa ingin tahu.
Khanza membawa Mika ke taman belakang. Duduk sambil berjemur sinar matahari.
Mika terbaring di atas selimut yang empuk, menatap langit biru dengan mata yang lebar. Khanza duduk di sebelahnya, memperhatikan bayi itu dengan penuh kasih sayang. Sinar matahari pagi yang lembut mengenai wajah Mika, membuatnya tampak lebih ceria.
Khanza tersenyum dan berbicara dengan suara lemah lembut pada putranya, Mika, "Kamu suka matahari pagi, ya, Nak?" tanya Khanza dan Mika mengoceh seolah mengerti apa yang ditanyakan. Dia ,menggapai-gapai tangan ke arah ibunya, seolah ingin menyentuh wajah Khanza. Khanza membalas dengan membelai lembut pipi Mika.
Sedang asyik bermain dengan putranya, Khanza mendengar suara kaki melangkah. Dia pikir bibi lah yang akan datang.
"Kebetulan kau ada di sini. Aku ingin bicara," ucap Mama Lily.
Khanza mengangkat wajahnya dan cukup terkejut melihat kedatangan mamanya Dipta itu. Dia lalu memberikan senyumannya.
"Aku tidurkan Mika dulu, Tante," balas Khanza.
"Aku menunggumu di ruang keluarga!" seru Mama Lily.
Setelah mengucapkan itu, Mama Lily lalu berjalan meninggalkan Khanza. Wanita itu bangun dari duduknya dan berjalan menuju kamarnya. Dia memberi Mika susu, agar bayi itu tertidur.
Sementara itu, di ruang keluarga, Mama Lily tampak sedikit gugup. Terlihat dari gerakan tubuhnya yang tak bisa tenang.
Mama Lily mondar-mandir di ruang keluarga, menanti kedatangan Khanza. Dia tampak khawatir dan tidak sabar, terus melihat jam tangan di pergelangan tangannya.
Suasana di ruang keluarga terasa agak tegang, berbeda dengan kehangatan yang ada di taman sebelumnya. Khanza yang sudah selesai memberi Mika susu, keluar dari kamar dengan langkah yang tenang. Putranya telah tertidur, sehingga akan lebih leluasa baginya bicara.
"Maaf, Tante. Agak lama menunggunya. Aku harus menidurkan Mika," ucap Khanza dengan suara lembut saat memasuki ruang keluarga.
Mama Lily berhenti mondar-mandir dan menatap Khanza dengan ekspresi serius. "Khanza, kita perlu bicara tentang sesuatu yang penting," kata Mama Lily dengan nada yang serius.
Dia lalu duduk di sofa, diikuti oleh Khanza. Mereka berdua duduk berdampingan walau tak dekat apalagi dempet.
Khanza memperhatikan Mama Lily dengan rasa ingin tahu, Walau dia sudah bisa menebak apa yang akan dibicarakan, pastilah tentang hubungannya dengan Dipta.
"Apa itu, Tante?" tanya Khanza dengan suara yang tetap lembut.
Mama Lily menarik napas dalam-dalam sebelum menjawab, "Aku dan Dipta telah bicara tentang hubungan kamu dengannya kemarin."
Mama Lily menjeda ucapannya. Dia lalu menarik napas dalam sebelum melanjutkan ucapannya.
"Aku telah mengatakan ini dengan Dipta juga, kalau aku tak merestui hubungan kalian. Aku ingin dengan penuh kesadaran kamu pergi dan lupakan Dipta!" seru Mama Lily dengan suara yang penuh dengan penekanan.
Walau Khanza sudah yakin jika mamanya Dipta pasti menentang hubungan mereka, tapi mendengar ucapan itu secara langsung tetap membuat dirinya terkejut. Lidahnya mendadak terasa kelu dan tenggorokan terasa tersekat. Tak bisa mengatakan apa pun.
saya Khanza...eh salah..saya khenzo 😁🤣😅🙏
vania semoga km menemukan jodoh yg baik di tempat yg baru ya
Semoga kalean selalu dalam lindungan Alloh SWT dan selalu di jaga oleh mama Reni 🤗🤗😍😍