AWAS! Cerita ini bikin SENYUM-SENYUM SENDIRI.
Dewa Arga, cowok baru lulus SMA, belum mendapat ijazah sudah disuruh orang tuanya untuk menikah dengan wanita yang lebih tua darinya.
Bagaimana bocah petakilan itu bisa menjadi seorang suami yang baik?
Bara Abraham Wiratmaja, kakak tiri Nona yang baik dan tentunya tampan akan menambah manis cerita ini.
**
IG : marr_mystory
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ria Mariana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 23 : Romantisnya
Seharian ini Nona hanya berdiam diri di kamar. Dia tidak mau makan dan minum. Dewa terus saja membujuknya tetapi Nona tetap tidak mau. Dewa mencoba mengobrol dengan Nona tetapi Nona malah menangis karena merindukan ayahnya yang sudah tiada.
"Nona, makan, ya?" ucap Dewa.
Nona menggelengkan kepala. Tangannya memijat pelipis kepalanya. Kepalanya begitu pusing dan badannya terasa remuk. Dewa segera memberi pijatan pada Nona, Nona menepisnya.
"Kau tidak berangkat bekerja?" tanya Nona.
"Aku dipecat, aku akan mencari pekerjaan baru. Tenang saja! Aku akan berusaha menafkahimu."
Nona tersenyum, dia mengambil dompet yang ada ditasnya. Nona mengeluarkan kartu debit lalu menyerahkannya kepada Dewa. "Pakailah uang ini untuk membuat usaha! Terserah mau usaha apa sebisamu dan semampumu," ucap Nona.
Dewa menolaknya dengan halus. Dia akan malu jika menerimanya. Dewa akan mencari pekerjaan yang cocok untuknya tanpa bantuan Nona.
"Besok aku akan bekerja di bengkel milik ayah Jojo, dia teman terdekatku. Untung saja aku banyak mempunyai teman baik yang selalu memberiku pekerjaan. Setelah aku mendapat ijazah pasti aku akan mencari pekerjaan tetap dan tidak kontrak."
Nona memandang wajah Dewa, dia heran kenapa bocah seperti Dewa memiliki pikiran dewasa. Dewa memang pekerja keras bahkan saat mereka belum menikah Dewa sempat membantu ayahnya untuk membersihkan kebun milik rumah Bara. Maka dari itu Bara sudah tahu sifat Dewa yang sangat baik dan pekerja keras.
"Dewa, tolong panggilkan para pelayanku! Hari ini aku ingin di pijat oleh mereka," pinta Nona.
"Kenapa memakai pelayan? Aku bisa memijatmu."
Nona menggelengkan kepala, Dewa pasti juga sangat lelah tetapi Dewa bersikeras ingin memijat badan Nona. Dewa langsung mendorong tubuh Nona dan memijat punggungnya. Pijatan Dewa memang kasar tetapi Nona tetap merasa senang karena sang suami sangat perhatian dengannya.
"Nona, aku hanya ingin bilang jika ingin hidup denganku maka kau harus terbiasa hidup sederhana. Harta kekayaan tidak ada yang tahu entah sampai kapan. Bukannya aku menceramahimu tetapi saat hidup bersama ku yang miskin ini harus siap mental," ucap Dewa.
Nona menganggukkan kepala, dia menikmati setiap pijatan dari Dewa. Sampai Nona meminta mengoleskan pelembab ke tubuh Nona. Dewa tidak yakin karena dia harus membuka risleting di punggung Nona.
"Sepertinya jika begini mending pakai pelayan saja, aku akan panggilkan!" ucap Dewa sambil berdiri tetapi Nona mencegahnya.
"Kau saja, tinggal oleskan pada punggungku lalu beri pijatan."
Dewa menelan ludah, dia duduk kembali sambil melihat resleting pakaian yang dipakai Nona. Rasa tidak yakin langsung menghampirinya. Dia takut jika khilaf.
Dewa mengatur nafasnya lalu mulai membuka risleting Nona. Punggung putih Nona seketika terpampang. Dewa semakin sesak dibuatnya.
Tahan, Dewa! Ini baru permulaan.
"Dewa, mungkin saat ini kita tidak bisa berbulan madu karena sedang berduka tetapi jika memungkinkan untuk berbulan madu mau kemana?" tanya Nona.
Pijatan Dewa masih terasa, tangan Dewa semakin dingin. Bahkan bocah itu sudah tidak fokus untuk diajak berbicara. Nona meliriknya lalu tersenyum tipis. Dewa berkeringat padahal suhu di kamar Nona sangat dingin.
"Dewa?" ucap Nona sedikit berteriak.
Dewa langsung tersadar dari lamunannya. Dia menatap Nona yang tersenyum kearahnya. Nona lalu terduduk membuat dadanya hampir terbuka dengan sigap Dewa menutupinya dengan bantal.
"Kita sedang berduka jadi tolong jangan membuatku melakukan itu kepadamu. Tidak baik 'kan saat beberapa jam lalu pemakaman ayahmu tetapi kini kita hendak melakukannya?" ucap Dewa.
Nona mengelus kepala Dewa, dia senang memiliki suami yang begitu menggemaskan. "Yasudah, cepat tutup risletingku!" pinta Nona.
Dewa menganggukkan kepala lalu segera melakukan yang Nona pinta. Nona kini malah memeluk Dewa dari samping. Memeluk sang suami seolah membuatnya merasa nyaman dan kesedihannya seketika hilang.
"Kau harus berjanji jika tidak akan meninggalkanku!" ucap Nona.
"Tidak ada alasan untukku meninggalkanmu. Ku pikir malah kau yang akan meninggalkanku."
Nona menggelengkan kepala dan semakin mendekap Dewa. Bocah yang jauh lebih muda darinya bisa-bisanya membuatnya senyaman ini. Setelah beberapa menit memeluk Dewa, Nona dengan iseng meminjam ponsel Dewa.
Dewa langsung memberikannya.
Nona begitu terkejut melihat ponsel Dewa yang sudah retak dan tidak layak pakai.
"Dewa, kenapa kau tidak bilang jika ponselmu rusak?" tanya Nona.
"Tidak rusak kok. Masih bisa menyala."
Nona seketika menelpon Arsel untuk membelikan ponsel terbaru sekarang. Dewa masih belum paham jika ponsel itu untuknya.
"Kenapa bisa sampai retak begini?" tanya Nona sambil membolak-balikkan ponsel milik Dewa.
"Gara-gara Sarah, dia jika cemburu pasti membanting ponselku."
Mendengar kata Sarah, perasaan Nona berubah menjadi sedih. Nona meletakan ponsel Dewa di sampingnya lalu dia tidur membelakangi Dewa. Bocah itu hanya heran mengetahui perubahan sikap Nona.
"Nona?"
Nona diam tak bergeming. Dewa langsung membalikkan badan Nona. Raut wajah Nona nampak begitu kesal.
"Hari gini masih cemburu?" ejek Dewa.
Nona tetap diam, Dewa langsung mengangkat tubuh Nona ke pangkuannya. Mereka saling bertatapan dan pada akhirnya Nona leleh juga. Nona tertawa melihat wajah Dewa yang begitu imut saat menggodanya.
"Oh ya, enaknya aku panggil apa ya? Kak Nona terlihat aneh."
"Sayang, panggil aku sayang!" ucap Nona sambil mencubit hidung Dewa.
Dewa bergantian mencubit hidung Nona. "Sayang. Aku cinta kamu."
Nona tertawa, dia malah mencubit bibir Dewa. Dewa merasa senang jika perasaan Nona lebih baik walau sementara. Hanya Dewa lah yang saat ini bisa menghibur Nona dari rasa sedih dan kesepiannya.
Hanya ini yang bisa aku berikan. Aku belum bisa memberikan secara materi yang begitu banyak bahkan emas kawinpun hanya cincin 2 gram. Aku janji akan membelikanmu lebih dari itu saat aku sudah punya pekerjaan tetap.
"Sayang, aku lapar," ucap Nona.
Dewa tersenyum lalu menggendong tubuh Nona. Nona terkejut dan meminta turun. "Turunkan aku! Malu jika dilihat orang."
"Aku akan menurunkanmu saat sudah sampai dapur."
Dewa menggendong Nona dari kamar sampai dapur. Semua pelayan memperhatikan mereka. Baru kali ini pengantin baru itu memperlihatkan keromantisan mereka. Banyak yang memberi komentar positif dan ada pula berpikiran negatif karena beberapa jam lalu pemakaman ayah Nona dan bisa-bisanya mereka terlihat bahagia.
Arsel yang datang membawa ponsel baru begitu cemburu melihat keromantisan mereka. Dia hanya memandang dari jauh.
Tiba-tiba saja Mas Supri mengagetkannya.
"Dooorrrr... Jomblo ngenes seperti kita mana bisa begitu," ucap Mas Supri.
Arsel hanya berdecak, Mas Supri semakin menggodanya. "Bagaimana jika kau menggendong aku saja? Sama saja 'kan? Setidaknya jomblo seperti kita bisa merasakan gendong menggendong."
"Tutup mulutmu! Tahu batasanmu untuk bercanda denganku," ucap Arsel dengan angkuh.
Arsel lalu memilih menunggu diruang kerja Nona. Dia nampak begitu kesal melihat pemandangan tadi.
Harusnya aku yang bersama Nona. Kenapa harus bocah tengil itu?