Safa, gadis dari kalangan atas terpaksa menawarkan diri untuk menjadi istri dari Lingga, seorang CEO terkemuka demi menyelamatkan Perusahaan orang tua angkatnya.
"Ayo kita menikah. Aku akan melahirkan anak untukmu, asal kamu mau menolong Papaku"
"Kau yakin mau menikah dengan ku?"
"Aku yakin!"
Safa menjawabnya dengan tegas. Tanpa memikirkan suatu saat nanti hatinya bisa goyah dan mencintai Lingga.
Tapi sayangnya hati Lingga telah mati, dia hanya mencintai Asyifa tunangannya yang telah meninggal dunia. Lingga menikah hanya karena paksaan orang tua serta untuk melahirkan penerus keluarganya.
"Dia sangat mencintai anaknya, tapi tidak dengan wanita yang melahirkan anaknya" ~ Safa ~
Bagaimana nasib Safa saat Lingga pulang membawa wanita yang wajahnya begitu mirip dengan Asyifa? Apa yang akan Safa lakukan disaat dia sendiri sedang berjuang antara hidup dan mati?
Akankan Safa bertahan atau merelakan suaminya bahagia dengan wanita itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon santi.santi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Lingga sakit
"Non, Den Lingga demam!"
"Demam?" Safa tak peduli lagi jika nanti Lingga akan memarahinya. Dia langsung melangkah masuk ke dalam kamar Lingga.
Safa menyentuh kening Lingga yang terasa begitu panas. Safa juga langsung membuka selimut tebal yang dipakai suaminya itu. Keringat benar-benar sudah membanjiri tubuh Lingga, bahkan baju yang dikenakannya terlihat basah.
"Bi tolong hubungi dokter ya Bi. Saya mau coba kompres Mas Lingga dulu!" Pinta Safa dengan panik.
"Baik Non"
Safa langsung menuju ke kamar mandi Lingga. Mencari handuk kecil kemudian membasahinya dengan air dingin.
Dia langsung membuka baju Lingga dan menyeka tubuh Lingga dengan handuk basahnya. Handuk yang awalnya dingin itu jadi ikut menghangat karena suhu tubuh Lingga yang panas.
Safa terus mengisap tubuh Lingga, dada, leher dan juga keningnya. Berharap demamnya bisa sedikit berkurang.
Melihat Lingga yang lemas bahkan terlihat tak sadar dengan keberadaan Safa dan apa yang Safa lakukan saat ini, tentu saja Safa merasa tak tega. Apalagi bibir Lingga kering dan pucat, namun wajahnya memerah karena demam.
Tak lama kemudian, dokter datang bersama dengan Taufan. Pasti asisten dari Lingga itu mencari Tuannya yang tak datang ke kantor.
"Permisi Nyonya"
"Silahkan dokter" Safa menyingkir agar dokter bisa memeriksa Lingga.
Dia dan Taufan berdiri di belakang dokter yang sekarang sedang memeriksa Lingga.
"Gimana suami saya dok?"
"Tuan Lingga hanya kelelahan. Saya akan merasakan obat untuk meredakan demam"
"Baik dok, terima kasih banyak"
Safa kembali mendekati Lingga yang belum juga membuka mata.
"Nyonya, saya akan menebus obat untuk tuan dulu" Pamit Taufan setelah menerima resep dari dokter.
"Baik Pak Taufan, terima kasih"
Safa kembali duduk di sisi Lingga. Dia kembali membasahi handuk yang bawa tandi dengan air dingin kemudian mengusap dahi dan juga leher Lingga.
Rasanya sedih melihat keadaan Lingga seperti saat ini. Pria yang biasanya dingin dan kaku itu terlihat tak berdaya diatas tempat tidur.
Safa terus memandang wajah suaminya. Saat memejamkan mata seperti itu pun, Lingga masih tetap terlihat tampan. Setelah sekian lama, baru kali ini Safa bisa sedekat ini dengan Lingga tanpa adanya rasa canggung dan malu. Tapi itu pun karena Lingga yang tak menyadari keberadaannya.
"Aku yakin, dibalik sikap kamu yang dingin itu, pasti kamu menyimpan luka yang kamu simpan sendiri. Seandainya kamu lebih terbuka, aku yakin kamu tidak akan sedingin ini" Gumam Safa dengan pelan.
Detik berikutnya Safa sadar kalau dirinya saat ini berada di kamar Lingga. Kamar yang selama ini menjadi tempat terlarang bagi Safa.
Safa mulai melihat ke sekitarnya, karena terlalu panik dan khawatir dengan keadaan Lingga, dia sampai tak menyadari jika kamar Lingga dipenuhi dengan foto Lingga dengan seorang wanita. Lingga dan wanita itu terlihat begitu bahagia di foto itu.
Bahkan ada foto Lingga saat tertawa begitu lepas sambil merangkul bahu wanita itu. Wanita dengan wajah yang begitu cantik, rambut panjang hingga pinggang dan ada tahi lalat di batang hidungnya yang membuat wanita itu tampak terlihat manis.
"Apa dia Asyifa?" Safa mengambil frame foto di atas nakas tepat di samping tempat tidur Lingga.
"Dia cantik sekali, pantas Mas Lingga begitu mencintainya"
Safa mengusap foto itu, di sana Lingga benar-bener terlihat berbeda. Lingga di foto itu bisa tertawa lepas, bukan Lingga yang ada dihadapan Safa saat ini, yang hanya menunjukkan wajah dingin dan kaku.
Tanpa sadar, air mata Safa menetes jatuh tepat pada foto itu. Hatinya terasa sakit saat ini, meski bukan haknya untuk merasa sakit hati, tapi melihat cinta di mata Lingga yang begitu besar untuk Asyifa membuat Safa merasa cemburu.
"Aku tau aku tidak berhak, tapi aku juga tidak bisa mencegah perasan ku sendiri" Safa mengusap air matanya dengan kasar.
Dia kembali menatap satu foto yang berukuran begitu besar terpasang di atas tempat tidur Lingga.
Foto itu terlihat lebih resmi karena Lingga menggunakan setelan jas yang rapi dan wanita di sampingnya menggunakan gaun panjang hingga menyentuh lantai berwarna peach. Mungkin itu foto saat pertunangan mereka.
Safa hanya bisa tersenyum dengan miris. Ternyata dia memiliki suami tapi hatinya tidak bisa ia miliki.
Dia memberanikan diri menyentuh tangan Lingga, dan menggenggamnya. Safa baru sadar ternyata Lingga tidak memakai cincin pernikahan mereka melainkan cincin lain yang bentuknya hampir sama.
"Aku bukan hanya tidak bisa memiliki hatimu Mas. Bahkan memiliki mu hanya sebatas jari manis saja tetap tidak bisa" Lirih Safa dengan suara yang sudah parau karena tangisannya.
"Kamu memang mencintai anakmu Mas, tapi tidak dengan aku, wanita yang melahirkan anakmu" Safa membekap mulutnya karena tangisannya yang pecah saat ini.
Safa sudah tak tahan lagi, dia memilih keluar dari kamar Lingga. Dia tak ingin tangisan yang tak ada artinya itu di dengar oleh Lingga.
Tapi tiba-tiba saja Lingga menahan pergelangan Safa hingga membuat Safa terkejut.
"Jangan pergi Fa!" Gumam Lingga degan mata yang tertutup.
"A-aku di sini Mas. Apa yang kamu rasakan? Kamu butuh sesuatu?" Safa mengusap air matanya, dia kembali duduk sisi Lingga.
"Jangan tinggalkan aku.."
"Aku tidak kemana-mana Mas, aku disi.."
"Syifaaa" Lirih Lingga membuat Safa tersentak.
Ternyata yang diharapkan Lingga bukanlah Safa, melainkan Syifa.
Safa melepaskan tangan Lingga dari pergelangan tangannya. Dia sudah tak tahan lagi, tangisnya pecah kembali sembari berlari meninggalkan kamar Lingga.
Seharusnya dia ingat apa yang Lingga katakan dari awal kalau dia tidak boleh menuntut soal cinta. Safa sadar kalau dia sendiri yang main hati tapi dia sendiri yang kesakitan. Bukan Lingga yang salah di sini, melainkan dirinya sendiri yang tak bisa menjaga hati.
Untuk menenangkan hatinya, Safa kembali ke kamar untuk menyus*i Kendra. Dia juga sempat menidurkan Kendra.
Tapi seolah tak terjadi apapun, setelah beberapa saat berlalu, Safa turun untuk membuat bubur. Menyingkirkan segala rasa sakit yang tadi ia rasakan.
"Mau Bibi bantu Non?" Bi Sri mendekati Nona mudanya itu.
"Tidak usah Bi, kalau cuma buat bubur saja saya bisa kok"
"Den Lingga beruntung sekali punya istri seperti Non Safa. Non Safa baik, lembut, perhatian dan juga cantik. Semoga saja Den Lingga segera terbuka hatinya untuk Non Safa"
Safa hanya menanggapi Bi Sri dengan senyum kecutnya.
"Apa Non Safa juga sudah mencintai Den Lingga?"
Tangan Safa yang sedang mengaduk bubur langsung terhenti karena pertanyaan Bi Sri.
"Kalau saya mencintai Mas Lingga, apa saya salah Bi?" Tanya Safa dengan mata yang sudah berkaca-kaca.
"Tidak ada yang salah. Seorang istri mencintai suaminya itu adalah sebuah kewajiban. Tidak ada yang melarang bagi seorang istri untuk mencintai suaminya!" Jawab Bi Sri dengan tegas seolah meyakinkan jika perasaan Safa tak pernah salah.
"Terima kasih karena Bi Sri selalu mengerti saya"
"Sama-sama Non, jangan merasa sendiri. Bi Sri selalu ada buat Non Safa"
Saga mengusap air matanya kemudian mengangguk dengan senyum yang dipaksakan.
"Saya bawa buburnya ke atas dulu ya Bi. Mas Lingga mungkin sudah bangun, dia harus minum obat"
"Iya Non, biar Den Lingga cepat sembuh"
Safa membawa nampan berisi bubur yang telah ia buat khusus untuk suaminya itu. Dia berharap semoga Lingga suka dan mau memakannya.
Perlahan Safa mendorong pintu kamar Lingga. Kemudian menutupnya kembali dengan pelan, tapi Safa tidak sadar kalau saat ini Lingga sudah bangun dan telah duduk di tepi ranjang.
"Siapa yang menyuruhmu masuk ke sini?!!"
yg di nantii 😍
kesambet apa seh kamu ini
jangan bikin Safa baper Napa aaah