Penasaran dengan ceritanya yuk langsung aja kita baca
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mbak Ainun, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 23: Pembuktian di Bawah Api
Sore itu, halaman depan Rumah Senja berubah menjadi panggung terbuka yang dipenuhi oleh kamera wartawan, aktivis arsitektur, dan perwakilan pemerintah yang tampak skeptis. Di tengah lapangan, Aris telah menyiapkan dua tiang penyangga: satu adalah balok baja standar yang biasa digunakan untuk konstruksi gudang, dan satunya lagi adalah pilar bambu petung yang telah ia awetkan dan laminasi.
Aris berdiri di depan mikrofon, wajahnya tampak lebih tirus, namun suaranya tetap memiliki wibawa yang membuat kerumunan terdiam. Di barisan depan, Robert Sterling duduk dengan senyum meremehkan, yakin bahwa eksperimen "primitif" ini akan mempermalukan Aris di depan publik.
"Hari ini, dunia menyebut bangunan kami sebagai bom waktu," Aris memulai. "Mereka bilang bambu adalah material masa lalu yang rapuh. Mari kita lihat apakah mereka benar."
Aris memberi isyarat kepada Hendra. Sebuah tabung gas dengan torch berapi besar dinyalakan. Api biru yang panas diarahkan langsung ke pilar bambu dan balok baja secara bersamaan. Penonton menahan napas.
"Baja tidak terbakar," Aris menjelaskan dengan tenang sambil menunjuk balok baja yang mulai memerah. "Namun, pada suhu tertentu, baja akan kehilangan integritas strukturnya dan melengkung secara tiba-tiba tanpa peringatan. Sedangkan bambu kami... lihatlah."
Api menjilat permukaan bambu, namun karena proses pengawetan dengan boraks dan lapisan tahan api alami yang dirancang Aris, bambu itu hanya menghitam di permukaan (charring). Permukaan yang menghitam itu justru bertindak sebagai isolator yang melindungi inti bambu agar tetap dingin dan kuat.
Setelah lima belas menit, balok baja itu mulai melengkung di bawah beban beton yang diletakkan di atasnya. Sementara itu, pilar bambu tetap tegak berdiri. Gumaman takjub terdengar dari kerumunan jurnalis.
"Lalu bagaimana dengan kekuatan beban?" Robert Sterling memotong dari tempat duduknya. "Tentu bambu itu tidak bisa menahan beban lateral seperti beton bertulang."
Aris tersenyum tipis. Ia sudah menyiapkan kejutan kedua. Sebuah alat hidrolik besar yang biasa digunakan untuk menguji kekuatan tekan beton diletakkan di atas pilar bambu tersebut. Angka pada monitor digital mulai merangkak naik: 10 ton, 20 ton, hingga 40 ton.
Pilar bambu itu mengeluarkan suara berderit kecil—suara bambu yang sedang menyesuaikan diri dengan tekanan—namun tidak ada retakan. Angka berhenti di 50 ton, setara dengan beban gedung bertingkat rendah. Penonton bertepuk tangan riuh. Para ahli arsitektur yang tadinya sinis kini mulai berdiskusi dengan nada kagum.
"Arsitektur masa depan bukan tentang mengalahkan alam dengan baja yang kaku," ucap Aris, suaranya kini terdengar lebih kuat. "Tetapi tentang menggunakan kekuatan alam yang lentur. Rumah Senja bukan bom waktu. Ia adalah bunker harapan yang lebih kuat dari gudang besi mana pun."
Di tengah sorak-sorai itu, Robert Sterling tampak pucat. Ia menyadari bahwa kampanye hitamnya justru menjadi panggung bagi dunia untuk melihat kejeniusan Aris. Satu per satu jurnalis mulai mendekati Aris, namun Aris justru mengalami sesak napas yang hebat. Ia terhuyung, namun segera ditangkap oleh Hendra dan Maya.
"Pak, cukup. Bapak harus istirahat," bisik Maya cemas.
"Biarkan mereka melihat..." bisik Aris. "Biarkan mereka tahu bahwa kejujuran... punya fondasi yang tak bisa dibakar."
Malam itu, berita tentang "Kemenangan Bambu" menyebar ke seluruh dunia melalui platform sosial. Dukungan internasional mengalir deras, meruntuhkan legitimasi audit keselamatan yang diajukan Sterling. Namun, di balik kemenangan teknis itu, Aris menyadari bahwa Sterling Global tidak akan menyerah begitu saja. Robert Sterling terlihat berbicara serius lewat telepon di sudut kegelapan, merencanakan sesuatu yang jauh lebih gelap daripada sekadar debat arsitektur.
Aris kembali ke pembaringannya di balai warga, menatap atap bangunan yang kini sudah mulai tertutup sebagian. Ia telah membuktikan kekuatan bangunannya, namun ia mulai meragukan kekuatan tubuhnya sendiri untuk bertahan hingga peresmian akhir.