NovelToon NovelToon
Pawang Dokter Impoten

Pawang Dokter Impoten

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / CEO / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:18.1k
Nilai: 5
Nama Author: fania Mikaila AzZahrah

Dokter Arslan Erdem Mahardika, pria tampan dan cerdas berusia 33 tahun, memiliki segalanya kecuali satu hal yaitu kepercayaan diri untuk menikah.

Bukan karena dia playboy atau belum siap berkomitmen, tapi karena sebuah rahasia yang ia bongkar sendiri kepada setiap perempuan yang dijodohkan dengannya yaitu ia impoten.

Setiap kencan buta berakhir bencana.
Setiap perjodohan berubah jadi kegagalan.

Tanpa cinta, tanpa ekspektasi, dan tanpa rasa malu, Tari Nayaka dipertemukan dengan Arslan. Alih-alih ilfeel, Tari justru penasaran. Bukannya lari setelah tahu kelemahan Arslan, dia malah menantang balik sang dokter yang terlalu kaku dan pesimis soal cinta.

“Kalau impoten doang, bisa diobatin, Bang. Yang susah itu, pria yang terlalu takut jatuh cinta,” ucap Tari, santai.

Yang awalnya hanya pengganti kakaknya, Tari justru jadi pawang paling ampuh bagi Arslan pawang hati, pawang ego, bahkan mungkin pawang rasa putus asanya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon fania Mikaila AzZahrah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab. 24. CEO Baru EM Corp

Gedung EM Corp lantai delapan, ruang rapat utama. Aroma kopi premium dan aftershave mahal bercampur jadi satu.

Setiap kursi terisi, jas-jas rapi membingkai tubuh para petinggi yang datang dengan tatapan waspada. Beberapa membetulkan dasi, sebagian lainnya menatap jam tangan berkali-kali.

Pintu terbuka.

Langkah Arslan Han Mahardika tenang. Jas hitam Armani pas membungkus tubuh tegapnya. Wajahnya seperti biasa tanpa ekspresi. Bukan karena sombong, dia hanya memang seperti itu.

Senyap.

Pria itu duduk di ujung meja, membuka berkas digital, lalu menyalakan layar utama presentasi. Tak ada basa-basi. Tak ada senyum. Hanya suara berat dan tegas yang mulai terdengar.

“Divisi logistik mengalami penurunan efisiensi dua belas persen dalam tiga kuartal terakhir,” ucap Arslan, tatapannya menusuk ke kepala divisi yang menunduk gugup.

Suasana makin tegang saat suara seseorang memotong.

“Maaf, Dokter eh, maksud saya, Tuan Arslan,” ucap Pak Darlan, salah satu komisaris senior, “Dengan segala hormat, kami tahu Anda cerdas, tapi Anda dokter. Bukan pebisnis posisi ini terlalu strategis kalau hanya ditunjuk tanpa musyawarah.”

Arslan tidak menunjukkan reaksi. Ia hanya mengangguk pelan, lalu berdiri. Slide berikutnya ditampilkan. Grafik melonjak, bar meningkat, data berderet rapi.

“Saya dokter, benar,” katanya tenang, “Tapi sejak lima tahun lalu saya juga pegang kendali saham keluarga. Portofolio EM Tech berkembang tiga kali lipat di bawah keputusan saya. Unit farmasi melejit 187% dalam 18 bulan terakhir. Angka bicara.”

Audra Ersan yang duduk di sisi kanan ruangan, tersenyum simpul sambil menyilangkan tangan. Ia angkat bicara, suaranya lantang tapi penuh ketenangan khas polisi.

“Bapak-bapak, kalian boleh tidak suka caranya bicara, tapi jangan buta pada hasilnya. Arslan kerja pakai otak, bukan egonya. Lihat data, bukan wajahnya,” ujarnya setengah menggertak.

Beberapa direksi saling pandang. Tidak semua sepakat, tapi sulit melawan logika yang sudah dikawal angka.

Tuan Erdem yang duduk di ujung meja hanya mengangguk kecil. Matanya menatap anak lelakinya tanpa kata, tapi jelas ada kebanggaan di sana.

Sementara itu…

Di ruang istirahat staf lantai bawah, Tari Nayaka duduk sambil memainkan sedotan es kopi dalam gelas plastik. Matanya nyaris tak berkedip memandangi layar ponsel.

Sebuah video pendek dari ruang rapat bocor ke media internal. Arslan tampil dingin, nyaris menyerupai tokoh utama film mafia Korea.

“Gila dia kayak aktor drama, tapi kok malah makin dingin ya, bukan makin manis menjelang nikah,” celetuk Odelia sambil mengunyah keripik.

“Jangan banyak protes. Justru itu bikin deg-degan, Del. Asli. Dia dingin, aku yang panas,” imbuh Kiara sambil cekikikan, “Eh tapi yah Naya, kamu oke kan? Maksudku makin deket nikah, dia makin sibuk.”

Nayaka tersenyum tipis pandangannya tak lepas dari layar.

“Aku tahu dia nggak romantis, tapi dia selalu pulang, Kia. Selalu tanya kabarku walau cuma dua kata. Selalu dengar walau diam. Itu cukup buatku,” ucapnya lirih.

Kiara menepuk bahu sahabatnya pelan. “Kamu cinta banget, ya?”

“Banget,” ucap Nayaka lirih tapi mantap.

Kembali ke lantai delapan.

Rapat berakhir. Beberapa petinggi langsung menuju lift, ada yang masih saling bisik sambil melirik ke arah Arslan.

Audra berjalan mendekat sambil menepuk pundak adik sepupunya.

“Hebat juga lo. Tapi tetap aja nyebelin, tahu nggak?” ucapnya setengah menggoda.

“Ngomong seperlunya, jalan seperlunya, hidup seperlunya,” jawab Arslan datar.

Audra mendengus. “Dingin banget. Eh, udah bilang ke Tari belum kalau lo resmi jadi CEO hari ini?”

“Belum,” katanya singkat.

“Kenapa? Itu kabar besar, men!”

Arslan hanya diam beberapa detik sebelum menjawab, “Dia nggak butuh tahu siapa aku di luar rumah. Yang penting siapa aku saat bersamanya.”

Audra terdiam untuk pertama kalinya hari itu, ia tidak menyanggah.

Sore harinya…

Tari sedang memotong buah untuk makan malam. Ponselnya bergetar sebuah pesan masuk.

ARSLAN

Aku jemput jam 7. Pakai dress biru. Jangan terlambat.

Nayaka mengerutkan kening. “Ini kenapa tiba-tiba kayak gaya drama Korea banget,” gumamnya geli.

Kiara dari dapur nyelutuk, “Eh, jangan-jangan mau ngajak dinner romantis. Terus propose ulang pakai lilin-lilin?”

“Lah, nikah seminggu lagi, ngapain ngelamar ulang?”

“Ya siapa tahu, dia akhirnya insaf terus berubah jadi cowok romantis sejuta umat!” seru Kiara.

Tari hanya tertawa kecil. Dalam hatinya, ia tahu, Arslan tidak akan pernah jadi cowok romantis. Tapi jika hari ini Arslan memutuskan keluar dari rutinitasnya, pasti ada hal besar yang ingin dibicarakan.

Dan Nayaka siap untuk apapun itu.

Karena cinta bukan soal kejutan, tapi keberanian untuk percaya bahkan pada yang paling dingin sekalipun.

Toko Perhiasan “Lumière Joaillerie” – Pukul 19.32

Suara bel pintu otomatis terdengar begitu mereka masuk. Interior butik perhiasan mewah itu dihiasi cahaya hangat dan kaca-kaca bening yang memantulkan kilau emas putih, kuning, hingga rose gold dalam etalase tertutup.

Seorang staf perempuan dengan setelan hitam rapi segera menyambut mereka.

“Selamat malam, Tuan Mahardika, Nona Nayaka. Silakan,” ucapnya sambil menunduk hormat.

Arslan hanya sedikit mengangguk. Tangan kirinya menggenggam jemari Nayaka tanpa suara. Raut wajahnya seperti biasa datar, nyaris tidak terbaca. Tapi cara ia membuka pintu dan mempersilakan Nayaka masuk lebih dulu, jelas tak bisa disangkal ia sedang berusaha.

Nayaka menyikut lengan calon suaminya pelan.

“Kamu ingat semua nama staf butik ini atau emang udah hapal semua orang di Jakarta, Dokter?” godanya.

“Profesional wajib tahu siapa yang pegang urusan detail,” jawab Arslan datar.

“Termasuk detail hatiku?” imbuh Nayaka sambil nyengir.

Arslan menoleh sekilas. Tatapannya tenang tapi langsung menusuk balik.

“Kamu bukan urusan dan tanggung jawab,” katanya tenang tapi nancep.

Nayaka memutar bola matanya. “Aduh romantis banget, sampai jantungku kepleset,” celetuknya lagi.

Mereka kemudian duduk di meja VIP area, tempat khusus pelanggan yang memesan cincin rancangan pribadi. Di hadapan mereka, seorang desainer muda muncul membawa kotak hitam berlapis beludru dan beberapa sketsa.

“Ini konsep cincin pasangan yang Bapak pesan. Simpel, tidak pasaran, tapi tetap elegan. Kami buat tiga ukuran untuk masing-masing, seperti permintaan Bapak. Termasuk desain alternatif untuk jari yang bisa membesar karena perubahan massa tubuh,” ujar sang desainer.

Arslan mengangguk pelan. “Terima kasih biarkan kami lihat detailnya,” katanya.

Nayaka memutar cincin perempuan dengan mata berbinar. Ada ukiran kecil di sisi dalam: A+N 7.8.25 – not perfect, but permanent.

“Eh ini maksudnya tanggal nikah kita ya?” katanya lirih, senyum kecilnya tak bisa disembunyikan.

“Kalau kamu lupa, cincin itu bisa jadi pengingat,” ucap Arslan pelan.

Nayaka mengangkat alis. “Kamu takut aku lupa?”

“Aku takut kamu ninggalin,” jawab Arslan tanpa ragu.

Nayaka terdiam. Tidak menduga pria yang sering dicap dingin itu bisa mengucapkan sesuatu yang langsung menampar ke dalam hati.

“Aku nggak pergi ke mana-mana, Sayang. Bahkan kalau kamu berubah sekalipun,” ujarnya serius.

Arslan menatapnya kali ini tanpa menghindar.

“Aku tidak sempurna. Tapi aku memilih kamu untuk semua hidup yang tersisa,” katanya tegas.

Nayaka menunduk sebentar. Tangannya meraih tangan Arslan lalu mencium punggungnya.

“Kamu tahu nggak?” bisiknya, “Aku nggak pernah mimpikan pernikahan kayak princess. Tapi aku selalu doain Tuhan kasih aku laki-laki yang kalau diamnya pun tetap bikin aku merasa cukup,” ucapnya lembut.

Arslan menautkan alis. “Terlalu banyak drama Korea yang kamu tonton, Nay,” katanya datar.

“Terus kenapa? Toh kamu juga sekarang udah mirip pemeran utama versi psikis terganggu tapi setia,” serunya sambil tertawa kecil.

Desainer di depan mereka pura-pura sibuk membereskan sketsa, mencoba tak menyimak, tapi jelas senyum tertahannya tak bisa ditutupi.

Arslan kembali serius. Ia mengambil cincin dari kotaknya, lalu memakaikannya ke jari manis Nayaka.

“Sesuai ukuran,” katanya.

“Pas banget berarti jodoh nggak perlu dikecilkan lagi,” sahut Nayaka cepat.

Lalu ia mengambil cincin Arslan, memakaikannya pelan di jari kanan pria itu.

“Pakai di kanan karena nanti di kiri bakal ada jam mahal, kan?” katanya sambil terkekeh.

Arslan menatapnya dengan satu tarikan napas.

“Nayaka,” ucapnya lirih, “Kalau suatu saat tangan ini nggak bisa lagi operasi, kamu masih mau genggam?”

Nayaka mengangguk. Tanpa pikir panjang.

“Kalau suatu hari kamu nggak bisa nyentuh aku sebagai laki-laki, aku masih mau duduk sebelah kamu setiap pagi,” katanya mantap.

Arslan menggenggam tangan gadis itu erat.

“Bukan soal siapa yang sempurna. Tapi siapa yang tetap tinggal saat semuanya nggak lagi ideal,” katanya pelan.

Nayaka mendekat, suaranya berubah lembut.

“Dokter Arslan Han Mahardika kamu tahu? Kamu tuh bukan cowok idaman semua orang. Tapi kamu satu-satunya laki-laki yang bikin aku pengen berhenti cari siapa pun lagi,” ucapnya.

Arslan menunduk sedikit dahi mereka saling bersentuhan sesaat.

Tak ada pelukan. Tak ada kecupan. Hanya dua kepala yang saling diam dalam jarak paling jujur.

Malam itu, lampu toko perhiasan tetap menyala walau pelanggan lain sudah pulang. Di meja VIP, dua cincin dipakai di tangan yang saling menggenggam. Tak muluk. Tak mewah. Tapi terasa utuh.

Karena cinta tak selalu ribut. Kadang justru hadir paling jelas di balik diam yang paling tenang.

Dan malam itu, semesta diam-diam mencatat janji mereka. Bukan di altar. Tapi di hati masing-masing.

Masih di butik perhiasan – ketika Nayaka hendak menyimpan kotak cincin ke dalam tas kecilnya...

Tanpa aba-aba, suara langkah tergesa terdengar memecah keheningan butik yang seharusnya sudah sepi.

Nayaka menoleh cepat, begitu juga Arslan.

Sebelum siapa pun sempat bertanya, sosok perempuan tinggi dengan blazer krem dan rambut panjang sepinggang langsung menghampiri dan tanpa ragu menarik tangan Arslan, lalu memeluknya erat di depan semua orang.

“Han… akhirnya aku ketemu kamu lagi,” ucapnya penuh emosi, suaranya nyaris bergetar.

Nayaka berdiri membeku. Matanya menatap pemandangan di depan dengan dada mengencang. Tangan kanannya mengepal refleks.

Arslan tak membalas pelukan itu. Bahkan ia tidak bergeser satu inci pun. Tangannya tetap kaku di sisi tubuhnya. Wajahnya tetap datar.

“Lepaskan,” katanya pelan tapi tajam.

1
Midah Zaenudien
semngat berkarya jgn bt cerita x stuk2 d tempat x
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: siap kakak... kedepannya akan muncul konflik
total 1 replies
Ummi Sulastri Berliana Tobing
lagi donk 🥰🥰
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: insha Allah besok kakak sekitar jam 12 WITA sudah update
total 1 replies
Lukman Suyanto
lanjuttt
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: insha Allah, besok makasih banyak masih setia baca
total 1 replies
Lukman Suyanto
lanjutt
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: insha Allah besok kakak 🙏🏻🥰
total 1 replies
Sholikhah Sholikhah
wong mantune Bu Retno juga orang biasa gitu kok gak ngaca. tolong dong kirim kaca ke Bu Retno
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: irinya Segede gabang kak 🤭
total 1 replies
Sholikhah Sholikhah
yah nyindir nih, yg bisanya hanya baca dan like 😄😄😄😄
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: hehehe 🤭🤣🙏🏻
total 1 replies
Eva Karmita
Naya tersengat belut listrik nya pak dokter 🤣🤣🤣💓💓
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: hahaha mati dong 🤣
total 1 replies
Daeng
sangat menghibur
Yani
pwngantin baru oiii pengantin baruu.. yikes sapa dluan yg dpt bonusan malam pertama.. 😁😁
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: semuanya dapat yang gede dan panjang 😂🤭
total 1 replies
Yani
pernikahan semua netizen ini Mah
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: mewakili yah 🤣
total 1 replies
Yani
waduh Merissa tercubit diriku ha ha haha
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: hahaha 😂🤭
total 1 replies
Maulida greg Ma
hahaha segitunya
Maulida greg Ma
nggak apa-apa istri sendiri
Maulida greg Ma
nikahnya barengan semoga hamil juga barengan
Farhana
ya Allah mereka benar-benar random
Farhana
benar godaan istri luar biasa
Farhana
semoga samawa
Naila
haha kaget tapi penasaran 🤭🤣
Naila
akhirnya sah juga
Inha Khaerunnisa
Haha
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!