Wati seorang istri yang diperlakukan seperti babu dirumah mertuanya hanya karena dia miskin dan tidak bekerja. 
Gaji suaminya semua dipegang mertuanya dan untuk uang jajannya Wati hanya diberi uang 200ribu saja oleh mertuanya.
Diam-diam Wati menulis novel di beberapa platform dan dia hanya menyimpan gajinya untuk dirinya sendiri. 
Saat melahirkan tiba kandungan Wati bermasalah sehingga harus melahirkan secara Caesar. ibu mertua Wati marah besar karena anaknya harus berhutang sama sini untuk melunasi biaya operasi Caesar nya. 
Suaminya tidak menjemputnya dari rumah sakit. saat Wati tiba dirumah mertuanya dia malah diusir dan suaminya hanya terdiam melihat istrinya pergi dengan membawa bayinya. 
Bagaimana nasib Wati dan bayinya? Akankah mereka terlantar dijalanan ataukah ada seseorang yang menolong mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Wahyuni Soehardi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 23
Fitri dan Tono tiba di hotel bintang lima tempat resepsi pernikahan anak dari klien Tono dilaksanakan. Fitri melingkarkan tangannya ke lengan suaminya dan tangan kirinya memegang tas pesta mewah dan branded.
Sambil berjalan menuju pintu gerbang Tono berbisik pada istrinya. “Kalau mengambil makanan sedikit saja karena tujuan kita kesini bukan untuk makan tapi menjaga hubungan dengan klien tetap baik. Menyapa, gobrol ringan, pamit dengan elegan lalu nyamperin yang lain dan lakukan hal yang sama. Jangan terpaku pada satu orang saja yang kamu rasa membuatmu paling nyaman.” bisik Tono.
Fitri hanya mengangguk dengan sesekali tersenyum saat berpapasan dengan sesama tamu.
Setelah memberi salam pada kedua mempelai dan kedua orang tua kedua mempelai. Tono mengajak Fitri mengambil minuman. Lalu mengajak istrinya berjalan pelan menuju sepasang suami istri.
“Lihat yang istrinya memakai gaun gold, suaminya pak Yanuar Wibisono salah satu klien penting. Kita akan mendatangi mereka, menyapa dan berbasa-basi basi sejenak.” Bisik Tono.
Begitulah Tono dalam memperkenalkan dunianya pada istrinya pelan-pelan supaya mengenal klien-kliennya dan istrinya. Berharap istrinya membuka pergaulannya dengan istri para pengusaha.
Setelah pesta Tono mengajak istrinya langsung pulang ke hotel, ganti baju dan berangkat lagi.
“Kita mau kemana lagi mas?”
“Mumpung di Surabaya kita akan wisata kuliner, lebih enak makan di warung pinggir jalan dengan pakaian santai daripada pakai pakaian resmi dan makan dengan sopan seperti tadi” jawab Tono yang di balas dengan tawa geli istrinya.
Mereka mendatangi kedai rawon yang legendaris di Surabaya yang hanya buka pada malam hari.
“Hmm….rawon nya enak sekali mas. Pingin nambah tapi nanti aku gemuk.” Kata Wati.
Tono suaminya tidak menggubrisnya dia asik menikmati rawon hingga nambah dua kali.
“Besok pagi kita sarapan nasi pecel tidak jauh dari hotel kita. Kau mau jalan-jalan kemana Fit mumpung masih libur.” Tanya suaminya.
“Aku ingin menemui seseorang yang kukenal. Aku harap kau mau mengantarku untuk mencarinya jawab Fitri. Kalau perlu sekarang kita cari alamatnya supaya besok pagi mudah ketemu.” Jawab Fitri.
“Baiklah ayo, kita pergi sekarang mumpung belum terlalu malam.” Balas Tono.
Fitri memberikan alamatnya pada sopir yang mengantarkan mereka.
“Sebelum tiba di rumahnya aku ingin mengambil uang dulu di ATM. Dan membeli beberapa kebutuhan di indoapril.” Kata Fitri.
Sopir berhenti dan berkata “maaf bu mobilnya tidak bisa masuk. Kita harus jalan kaki menuju rumahnya. Saya akan mengantarkan ibu kesana daripada ibu kesasar.”
Akhirnya mereka tiba di rumah yang lebih pantas disebut gubuk. Tapi keadaannya masih sama seperti yang diingatan Fitri.
Lampu di rumah itu masih menyala. Fitri ragu-ragu mengetuk pintunya. Tak lama kemudian terdengar seseorang berjalan menuju pintu dan membuka pintunya. Seorang wanita yang usianya tidak terlalu jauh dengan Fitri berdiri di depan pintu. Keduanya sama-sama tertegun.
“Maaf mau mencari siapa?” Tanya wanita itu.
“Saya ingin bertemu dengan mbak Farah.” Jawab Fitri.
“Saya Farah, ini siapa ya?” Dia balik bertanya.
Fitri tidak menyadari butiran airmata jatuh membasahi pipinya.
“Mbak Farah saya Fitri, adikmu mbak.” Jawab Fitri.
“Ya Allah Fitri….benarkah kamu Fitri” katanya dengan terbata-bata.
Dalam hitungan detik mereka berpelukan. Keduanya menangis. Akhirnya Fitri melepaskan pelukannya.
“Ayo masuk dulu Fit. Siapa laki-laki itu fit? Apakah dia suamimu?.
“Iya mbak. Kenalkan ini suamiku mas Tono. Mas ini mbak Farah.” Fitri memperkenalkan keduanya.
Setelah keduanya duduk wanita yang bernama Farah pamit sebentar dan keluar sambil membawa dua cangkir teh panas.
“Sudah berapa puluh tahun kita tidak bertemu Fit, sepertinya kehidupanmu sangat baik. Mbak ikut bahagia kalau kehidupanmu baik. Bagaimana kabar bapak kita dan ibumu?”
“Mereka baik mbak dan sehat-sehat. Mbak sendiri bagaimana kabarnya?”
“Aku hidup sendiri dengan anakku Fit. Suamiku sudah bertahun-tahun merantau tapi tidak ada kabarnya. Aku bekerja menjual sayuran di pasar. Kau masih ingat pasar dimana ibumu dulu berjualan?”
“Iya aku masih ingat mbak.”
“Aku ikut prihatin mbak. Maafkan aku baru kali ini bisa menjengukmu. Kebetulan suamiku ada acara di Surabaya. Aku ingin sekali menengokmu.”
“Terimakasih Fit kau masih mengingatku apalgi masih mau menengokkuItu sudah cukup Fit.” Jawab Farah.
“Apa mbak Farah tidak ingin bertemu dengan bapak?” Tanya Fitri.
“Sebetulnya aku ingin sekali bertemu ayah Fit. Terakhir kami bertemu saat ayah menjadi wali nikahku dulu.” Jawab Farah.
“Bagaimana kalau mbak Farah ikut kami pulang ke Jakarta. Sesekali liburan kan tidak apa-apa. O ya bagaimana dengan anakmu mbak?”
“Anakku cuma satu. Dia sudah mau kelulusan SMA. Dia akan ujian sebentar lagi. Sebentar aku panggilkan dia”
Tidak lama seorang gadis remaja keluar dari kamar. Farah memperkenalkannya pada Fitri dan Tono.
“Aku ingin sekali bertemu bapak tapi aku tidak bisa meninggalkan anakku sendiri Fit.” Kata Farah.
“Baiklah aku mengerti mbak. Boleh aku minta no kontakmu mbak?”
“Indah tolong kamu berikan kontakmu pada tante Fitri nak.” Pinta Farah.
“Handphone mu sendiri mana mbak kok no handphonenya Indah?” Tanya Fitri.
“Handphoneku rusak Fit masih belum bisa beli.
“Oh maaf aku tidak tahu. Ya sudah tidak apa-apa.
Setelah Fitri meminta no handphone anak Farah dia pamit pulang.
Sesampainya di kamar hotel suaminya bertanya. “Siapa Farah itu sebenarnya Fit? Benarkah dia kakakmu?”
“Dia anak kandung ayah dari istri pertamanya. Istri pertama ayah meninggal saat mbak Farah masih kecil dan ayah menikah lagi dengan ibu. Aku dan Dony adalah anak dari ayah dengan istri kedua nya.” Fitri menjelaskan situasinya pada Tono.
“Rumah yang ditempati mbak Farah itu rumah orang tua ayah alm.” Kami pindah ke Jakarta saat ayah berhasil mendapatkan pekerjaan di Jakarta. Tapi mbak Farah tidak diajak pindah karena ibu tidak mengijinkan.”
“Aku senang kau masih mengingat saudaramu Fit.” Kata Tono.
“Aku lelah mas, besok aku ingin menemui mbak Farah sebelum pulang ke Jakarta dan aku ingin membelikannya handphone baru buat mbak Farah.”
“Iya sayang. Lakukan apapun yang kau mau asal itu sesuatu yang positif.” Balas Tono.
Keesokan harinya Tono dan istrinya wisata kuliner nasi pecel dan pulangnya makan sate klopo di ondomohen. Tak lupa Fitri mampir membeli handphone untuk kakaknya. Dia sudah mengisinya dengan nomor kontak yang baru. Mereka kembali menemui Farah sebelum berangkat ke Jakarta. Fitri memberikan totebag berisi handphone dan uang tunai 5 juta untuk kakaknya.
“Mbak kalau indah sudah libur kelulusan janji ya kalian harus liburan ke Jakarta. Nanti aku kirim tiketnya ya. Nginepnya di rumahku saja ok?”
“Ok, terimakasih banyak Fit. Kami pasti akan ke Jakarta setelah indah liburan sekolah.”
Akhirnya bisa damai