Di negeri Amarasana, tempat keajaiban kuno disembunyikan di balik kehidupan sederhana, Ghoki (17), seorang anak pemancing yatim piatu dari Lembah Seruni, hanya memiliki satu tujuan: mencari ikan untuk menghidupi neneknya.
Kehidupan Ghoki yang tenang dan miskin tiba-tiba berubah total ketika Langit Tinggi merobek dirinya. Sebuah benda asing jatuh tepat di hadapannya: Aether-Kail, sebuah kail pancing yang terbuat dari cahaya bintang, memancarkan energi petir biru, dan ditenun dengan senar perak yang disebut Benang Takdir.
Ghoki segera mengetahui bahwa Aether-Kail bukanlah alat memancing biasa. Ia adalah salah satu dari Tujuh Alat Surgawi milik para Deva, dan kekuatannya mampu menarik Esensi murni dari segala sesuatu—mulai dari ikan yang bersembunyi di sungai, kayu bakar ya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yusup Nurhamid, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Panggilan ke Sanctum Aetherius
Kemenangan di Pegunungan Kasta hanyalah penangguhan hukuman. Magister Varna dan Toran telah dilumpuhkan dan diserahkan ke Dewan Baru Nexus. Namun, ancaman Aralia masih nyata. Ghoki, Kaelen, Lysandra, dan Fitria kembali ke Perguruan Tinggi Elara, tempat Elara menunggu dengan cemas.
Ghoki, meskipun kelelahan, menjelaskan apa yang ia lihat: kerusakan pada Arus Bintang itu bersifat fundamental, dan penutupan Keretakan Langit hanyalah solusi sementara.
"Aku harus memperbaiki Arus Bintang itu, Elara," kata Ghoki, tangannya meremas Aether-Kail. "Aku harus tahu bagaimana Deva Limina, Sang Penenun Takdir, bekerja. Bagaimana dia menenun Esensi kosmik."
Elara mengangguk serius. "Deva Limina adalah mitos bahkan di antara para dewa. Pengetahuannya, yang kami sebut Kanon Takdir, hilang ketika ia menjatuhkan alat-alatnya ke dunia fana. Namun, ada satu tempat yang menyimpan memori kolektif tertinggi tentang para Deva: Sanctum Aetherius."
"Bukankah itu tempat mereka berada? Di langit?" tanya Kaelen skeptis.
"Sanctum Aetherius yang asli memang ada di dimensi para Deva," jelas Nenek Mina. "Tetapi di Amarasana, para leluhur kami membangun sebuah kuil rahasia yang berfungsi sebagai Cerminan Temporal dari Sanctum itu, sebuah tempat di mana seorang fana dapat berkomunikasi dengan memori kosmik."
Elara menyingkap sebuah gulungan tua yang dipenuhi simbol bintang. "Ritualnya rumit dan berbahaya. Itu disebut Panggilan Cermin Jiwa. Kau harus menyatukan Esensimu dengan Gada Takdir dan Aether-Kail di tempat yang tepat pada waktu yang tepat."
"Di mana tempat itu?" tanya Ghoki.
"Di bawah Danau Sunyi," jawab Elara. "Di tempat Jubah Eter disembunyikan. Danau itu adalah cermin bagi langit. Kau harus pergi ke sana, Ghoki, dan menggunakan Jubah Eter dari gadamu untuk menembus batas-batas fana."
Ghoki setuju tanpa ragu. Ia harus mendapatkan Kanon Takdir, bahkan jika itu berarti mempertaruhkan jiwanya.
Perjalanan Kembali dan Persiapan Ritual
Tim Ghoki kembali ke Danau Sunyi. Kali ini, Fitria bertindak sebagai pendeteksi bahaya dan pengawas. Kaelen dan Lysandra bertanggung jawab untuk melindungi Ghoki dari segala gangguan fisik selama ritual.
Di bawah Danau Sunyi, terdapat sebuah gua tersembunyi yang hanya bisa diakses dengan Esensi Jubah Eter. Ghoki menggunakan Esensi Jubah Bayangan untuk menyelimuti dirinya, dan ia menyelam ke dasar danau. Air di sana terasa hangat.
Ia menemukan sebuah altar kuno yang tenggelam, dihiasi ukiran bintang.
Kembali ke permukaan, Ghoki memulai persiapan. Fitria, Lysandra, dan Kaelen membentuk lingkaran perlindungan di sekitar altar di tepi danau.
"Ghoki," kata Elara, yang bergabung dengan mereka. "Ritual ini akan menarik Esensi dari segala penjuru, termasuk sisa-sisa Aralia di Dimensi kita. Kau harus menggunakan Gada Takdir untuk menjaga tubuhmu tetap utuh, dan Aether-Kail untuk memancing pengetahuannya."
Ghoki mengangguk. Ia memasuki gua di bawah danau.
Panggilan Cermin Jiwa
Ghoki duduk di atas altar yang tenggelam. Ia meletakkan Gada Takdir yang lengkap (yang bersinar dengan tujuh warna Esensi) di pangkuannya. Di tangan kanannya, ia memegang erat Aether-Kail.
Ia mulai bermeditasi. Ia membiarkan Visio-Sonar-nya menyebar, tidak mencari benda, tetapi mencari Esensi Pengetahuan Kosmik.
Aku memancing... Kanon Takdir dari Deva Limina!
Benang Takdir perak melesat dari kailnya. Bukan ke depan, melainkan ke atas, menembus air danau, menembus langit, menuju ketiadaan.
Sekelebat cahaya biru-perak menembus air danau dan menghantam Ghoki. Ini bukanlah serangan, melainkan informasi yang sangat besar.
Ghoki merasakan jutaan tahun pengetahuan Deva Limina membanjiri pikirannya: bagaimana bintang-bintang ditenun, bagaimana waktu dijalin, bagaimana konsep-konsep seperti Kekosongan dan Kehidupan dibentuk. Itu adalah Kanon Takdir.
Pengetahuan itu luar biasa, tetapi juga menghancurkan. Otak fana Ghoki berjuang untuk menahan beban informasi kosmik ini.
Ancaman dari Sisa Aralia
Tiba-tiba, Ghoki merasakan serangan Esensi yang dingin dan tajam. Visio-Sonar-nya berteriak: sisa-sisa Esensi Kehampaan dari Nihilus telah tertarik oleh ritual itu!
Di atas danau, Fitria berteriak. "Ada yang datang! Esensi tak terlihat!"
Kaelen dan Lysandra menyerang ke udara kosong, tidak melihat apa-apa, tetapi merasakan dingin yang mencekam.
Ghoki, di bawah air, harus melindungi dirinya dari serangan Esensi yang merusak. Ia tahu ia tidak bisa bergerak dan memancing pengetahuan secara bersamaan.
Ia mengaktifkan Jubah Eter di Gada Takdir. Ia menyelimuti dirinya dengan Esensi Ketidakterlihatan total, menyerap semua Esensi di sekitarnya.
Serangan Kehampaan Aralia menembus air danau, tetapi tidak menemukan target. Ghoki berhasil menghilang dari pandangan Esensi.
Meskipun aman, Ghoki tidak bisa bergerak. Ia harus menyelesaikan penarikan Kanon Takdir sebelum energi Aralia habis.
Ghoki merasakan titik kritis dalam Kanon Takdir. Arus Bintang dapat diperbaiki melalui Mata Para Deva—sebuah artefak kuno yang hilang dan merupakan satu-satunya benda yang dapat mengembalikan kekuatan Deva Limina.
Ghoki menarik napas terakhir Esensi pengetahuan. "Mata Para Deva..."
Ghoki keluar dari air, tubuhnya gemetar, tetapi matanya dipenuhi pengetahuan kosmik. Ia memegang Aether-Kail dan Gada Takdir.
"Kita harus mencari Mata Para Deva!" kata Ghoki, terengah-engah. "Itu satu-satunya cara untuk memperbaiki Arus Bintang!"
Elara segera memeriksa gulungan kuno. "Mata Para Deva... itu adalah artefak yang lebih tua dari Alat Surgawi. Legenda mengatakan, itu jatuh ke dunia fana jauh sebelum kejatuhan Limina, tersembunyi di Gua Kristal Abadi di bawah perbatasan kerajaan tetangga, Kaelinore!"
Ghoki menatap timnya. Misi mereka kini membawa mereka keluar dari Amarasana. Mereka harus melakukan perjalanan jauh melintasi perbatasan, ke kerajaan yang bermusuhan, untuk mencari artefak yang dapat menyembuhkan alam semesta.