Ayudia Larasati, gadis cantik yang sudah berkali - kali gagal mendapatkan pekerjaan itu, memilih pindah ke desa tempat kelahiran ibunya setelah mendapatkan kabar kalau di sana sedang ada banyak lowongan pekerjaan dengan posisi yang lumayan.
Selain itu, alasan lain kepindahannya adalah karena ingin menghindari mantan kekasihnya yang toxic dan playing victim.
Di sana, ia bertemu dengan seorang pria yang delapan tahun lebih tua darinya bernama Dimas Aryaseno. Pria tampan yang terkenal sebagai pangeran desa. Parasnya memang tampan, namun ia adalah orang yang cukup dingin dan pendiam pada lawan jenis, hingga di kira ia adalah pria 'belok'.
Rumah nenek Laras yang bersebelahan dengan rumah Dimas, membuat mereka cukup sering berinteraksi hingga hubungan mereka pun semakin dekat
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fernanda Syafira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
23. Jangan Gengsi
"Farid nemuin kamu? Ada apa?"
"Kenapa? Mas cemburu?" Goda Laras.
"Enggak."
"Yaudah, gak usah kepo kalo emang gak cemburu." Jawab Laras.
"Ay..."
"Iya?"
Dimas menatap Laras dengan tatapan tajam.
"Jangan gengsi makanya Mas, kalo cemburu. Kalo emang cemburu, ya bilang cemburu dong. Aku seneng kok kalo Mas cemburu, tandanya Mas beneran sayang." Kekeh Laras.
"Aku takut nanti kamu ngiranya aku gak percaya sama kamu." Sahut Dimas.
"Cemburu sama percaya itu kan beda, Mas. Misal nih, aku percaya sama Mas yang gak bakal selingkuh. Tapi, tetep aja, aku bakal ngerasa cemburu kalo Mas terlalu deket sama perempuan lain walaupun Mas gak akan selingkuh." Jawab Laras.
"Iya aku cemburu." Kata Dimas kemudian yang membuat Laras terkekeh.
"Gak apa - apa. Gus Farid cuma nanyain hubungan kita." Jawab Laras.
"Terus?"
"Ya dia mendoakan semoga kita berjodoh dan bisa segera menikah setelah aku jawab kalo aku memang punya hubungan spesial sama Mas."
"Aamiin." Ujar Dimas yang mengaminkan.
Pria itu kemudian menyandarkan tubuhnya di tiang besar yang menjadi penyangga Masjid. Ia memejamkan mata sambil bersidekap dada.
"Mas capek ya?" Tanya Laras yang di jawab anggukan oleh Dimas.
"Uti sama ibuk kok lama ya?" Laras celingukan melihat ke arah pondok putri.
"Ay.."
"Iya, Mas."
Dimas meraih tangan Laras dan menggenggamnya. Ia mengusap lembut punggung tangan Laras.
Laras hanya bisa tersenyum dan menangkup tangan Dimas dengan sebelah tangannya.
"Istirahat yang cukup, Mas. Kalau sekiranya job udah full, jangan maksain diri buat nambah job." Ujar Laras.
"Kalo nanti Mas sakit, terus kenapa - kenapa, gimana? Bisa - bisa aku dinikahin orang lain." Gurau Laras sambil tertawa.
"Astaghfirullah, bocil satu ini." Kata Dimas yang ikut tertawa.
"Ay..."
"kenapa, sayang?" Jawab Laras lembut
"Jadi lupa mau ngomong apa." Sahut Dimas yang membuat Laras tertawa.
"Merah banget mukanya." Goda Laras yang membuat Dimas menunduk.
"Malah cewekan neng kene. (Malah pacaran di sini.)" Suara Uti yang datang bersama Bu Asih mengagetkan Laras dan Dimas.
Refleks keduanya langsung melepaskan tangan mereka yang tadi saling bertaut.
"Halah - halah, langsung di culke kuwi lho, Ti. (Halah - halah, langsung di lepasin itu lho, Ti.)" Goda Bu Asih yang terkekeh geli bersama Uti.
"Aduh, ayo kita pulang." Ajak Laras yang salah tingkah.
Mereka pun berjalan bersama menuju ke mobil. Dimas segera membukakan pintu baris ke dua dan pintu depan untuk wanita - wanita yang bersamanya.
"Di depan aja, nduk. Ibuk sama Uti biar di belakang." Ujar Bu Asih saat Laras hendak masuk ke mobil.
"Iyo, wes." Ujar Uti yang kemudian masuk ke mobil, di susul Bu Asih yang juga segera masuk dan menutup pintu.
Laras dan Dimas yang masih di luar pun tampak terdiam keheranan dengan sikap kompak dua wanita yang sudah ada di dalam mobil.
"Masuk, Ay." Titah Dimas sembari menyiagakan tangannya di atas kepala Laras.
"Makasih, Mas." Ujar Laras setelah duduk dengan nyaman.
Dimas segera menutup pintu mobil dan berputar menuju ke tempatnya. Di perjalanan, mereka berempat tampak mengobrol dengan santai.
Mereka pun membicarakan mengenai gosip yang menyebar masalah hubungan Dimas dan Laras. Untungnya, baik Uti maupun Bu Asih tampak biasa saja dan tak terusik dengan gosip tersebut.
"Jenenge cah enom. Nak podo - podo leh seneng gek cewekan yo bioso to. Koyok ra tau enom wae. (Namanya anak muda. Kalau sama - sama suka lalu pacaran ya biasa to. Seperti gak pernah muda saja.)" Ujar Uti.
"Sing penting, podo - podo leh njogo. Ojo ngasi 'kebablasen'. Njih, Ti? (Yang penting, sama - sama menjaga. Jangan sampai 'keterusan' -melakukan hal buruk-. Ya, Ti?.)" Imbuh Bu Asih.
"Iyo, bener kuwi. Nak rosone wes ra isoh ngempet, yo gek ndang rabi wae. Kuwi luwih apik. (Iya, benar itu. Kalau rasanya sudah gak bisa nahan, ya cepat menikah saja. Itu lebih baik.)" Sahut Uti.
"Ibuk kalih Uti nopo wau sampun janjian to? Kok kompak? (Ibuk sama Uti apa tadi sudah janjian to? Kok kompak?)" Celetuk Dimas yang membuat mereka tertawa.
...****************...
"Kamu beli motor, Ay?" Tanya Dimas.
"Kredit, Mas. Ayah yang dp aku yang bayar angsuran tiap bulan nantinya." Jawab Laras.
"Kenapa? Kan aku bisa anter jemput."
"Aku kerja kan gak cuma sehari atau dua hari, Mas. Masak mau ngerepotin Mas terus?" Jawab Laras.
"Ngerepotin apa sih, Ay? Lagian kalo mau ketoko ngelewatin kantormu."
"Kalau sesekali berangkat dan pulang bareng pas waktunya cocok gak apa - apa, Mas. Kerjaan Mas kan banyak, sering buat Mas begadang, kadang habis subuhan juga tidur lagi. Aku gak mau ganggu waktu istirahat Mas karena aku gak mau kalo sampe Mas kurang istirahat." Ujar Laras yang memberi pengertian pada Dimas.
"Tapi hati - hati, ya." Kata Dimas sembari mengusap kepala Laras.
"Mas tenang aja, aku sangat berpengalaman kok. Aku juga punya sim loh ini." Jawab Laras yang membuat Dimas tersenyum.
"Ada yang mau di beli, Ay?" Tanya Dimas.
Mereka berdua sedang berada di Mall. Dimas sengaja mengajak Laras ikut dengannya yang memiliki janji meeting di Mall. Sekalian kencan tentunya.
"Kayaknya enggak deh, Mas. Mas janji ketemu klien jam berapa?" Tanya Laras.
"Jam empat nanti."
"Masih lama dong? Emang Mas gak ada kerjaan lain?" Cicit Laras.
"Ada."
"Nah kan, kalo kayak gini nanti ker-"
"Kencan sama kamu." Dimas memotong omelan Laras sambil mencapit bibir gadisnya.
"Ish, Mas ini! Nanti kalo kerjaan Mas numpuk, Mas pasti jadi sering begadang lagi. Gak baik loh, Mas sering begadang itu."
"Njih sayang. Nanti diusahakan gak begadang."
"Kalo kamu udah kerja, kita gak bisa sering jalan." Kata Dimas kemudian.
"Sabtu, Minggu kan aku libur, Mas. Bisa nemenin Mas kerja kalo Mas sibuk." Jawab Laras.
"Capek, Ay. Waktu libur ya istirahat." Sahut Dimas.
"Mas aja kerja gak ada liburnya juga gak capek. Hari minggu toko tutup, tapi Mas tetep kerja walaupun di rumah."
"Beda, Ay. Kalo aku sering libur, usahaku gak berkembang nanti." Jawab Dimas.
"Libur seminggu sekali tuh wajar kali, Mas. Kalo liburnya tiap hari, itu baru aneh. Untung aja badan ini ciptaan Gusti Allah, kalo ciptaan Cina atau Jepang gitu, pasti udah bobrok." Ujar Laras yang hanya di tanggapi senyuman dan hembusan nafas oleh kekasihnya.
"Tas ini bagus, Ay." Dimas melihat sebuah tas yang terpajang di salah satu toko.
"Buat siapa, Mas?"
"Buat kamu kerja. Gak mungkin aku pake tas kayak gitu." Jawab Dimas sambil melirik ke arah Laras yang cengengesan.
"Gak usah, tasku banyak, Mas." Jawab Laras yang menolak saat Dimas membawanya masuk ke toko.
"Mbak, lihat itu." Dimas menunjuk tas yang ia maksud.
"Coba, Ay." Titah Dimas.
"Tasku banyak loh, Mas." Tolak Laras lagi.
"Jangan nolak, Ay." Paksa Dimas yang membuat Laras pasrah sambil manyun.
Ia pun mencoba tas yang di berikan Dimas dan mematutnya di depan cermin.
"Cantik." Puji Dimas yang tersenyum melihat Laras dari pantulan cermin.
"Saya ambil itu, Mbak." Pinta Dimas.
Pelayan toko itu pun langsung membawa tas yang tadi di coba oleh Laras ke kasir, diikuti Dimas yang juga menggandeng Laras menuju ke kasir.
"Mas, mahal..." Lirih Laras saat melihat harga yang keluar dari mesin kasir.
Tak menghiraukan kata - kata kekasihnya, Dimas menyerahkan kartu debitnya untuk membayar tas itu.
"Harus di pake. Aku marah kalau kamu gak mau pake." Ujar Dimas yang tersenyum sembari mengangkat paper bag yang berisi tas.
"Makasih ya, Mas. Pasti aku pake." Lirih Laras yang juga tersenyum saat melihat senyuman Dimas.
"Mau makan apa, Ay?" Tanya Dimas.
"Aku sih apa aja. Mas pingin makan apa memangnya?."
"Apa ya? Ikan bakar kayaknya enak. Tapi bukan di sini." Kata Dimas.
"Cari resto di luar?" Tanya Laras yang di jawab anggukan oleh Dimas.
Mereka berdua pun berjalan meninggalkan Mall dan menuju ke sebuah resto yang menjadi salah tempat makan favorit Dimas saat ke Kabupaten.
update trus y kk..
sk bngt ma critany