NovelToon NovelToon
CEO To Husband

CEO To Husband

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikahmuda / CEO / Pernikahan Kilat / Crazy Rich/Konglomerat / Beda Usia / Enemy to Lovers
Popularitas:2.5k
Nilai: 5
Nama Author: BabyCaca

Alaska Arnolda, CEO terkenal Arnolda, terpaksa menanggalkan jas mewahnya. Misinya kini: menyamar diam-diam sebagai guru di sebuah SMA demi mencari informasi tentang pesaing yang mengancam keluarganya. Niat hati fokus pada misi, ia malah bertemu Sekar Arum Lestari. Gadis cantik, jahil, dan nakal itu sukses memenuhi hari-hari seriusnya. Alaska selalu mengatainya 'bocah nakal'. Namun, karena suatu peristiwa tak terduga, sang CEO dingin itu harus terus terikat pada gadis yang selalu ia anggap pengganggu. Mampukah Alaska menjaga rahasia penyamarannya, sementara hatinya mulai ditarik oleh 'bocah nakal' yang seharusnya ia hindari?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon BabyCaca, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 5 - Dua Kehidupan

Keesokan harinya, langit pagi terlihat jernih dengan bias cahaya matahari yang menembus tirai tipis di ruang makan keluarga itu. Aroma roti panggang dan kopi yang baru diseduh memenuhi udara, menciptakan suasana hangat yang menjadi penanda rutinitas harian mereka.

Clara sudah berdiri di dapur sejak subuh, seperti biasa memastikan sarapan anak dan suaminya siap sebelum semua kembali terhisap ke rutinitas masing-masing.

“Gimana hari pertama di sekolah kemarin sayang.” ucap Clara kepada putranya, Alaska, yang baru saja menarik kursi dan duduk di meja makan.

Walaupun mereka tinggal di satu rumah, keduanya jarang bertemu lama. Alaska sering sekali pulang terlambat karena pekerjaan dan tanggung jawabnya sebagai guru baru, tidak seperti Axel yang hampir selalu pulang tepat waktu meskipun entah kemana pria itu sering mampir sebelum pulang.

Clara tidak pernah menanyakan hal itu lebih jauh karena dia mempercayai putranya, dan mempercayai suaminya. Kepercayaan, baginya, adalah pondasi keluarga.

Pagi itu terasa indah, sejuk, dan tenang. Sarapan pagi adalah satu-satunya waktu yang benar-benar dimiliki Alaska untuk bertemu kedua orang tuanya sebelum hari kembali memisahkan mereka. Rutinitasnya semakin padat, kelas semakin banyak, dan tanggung jawab semakin besar. Namun justru karena itu, saat-saat seperti ini terasa semakin berharga.

“Semua menyenangkan, ternyata menambah pengalaman baru di hidup tidak seburuk itu,” ucap Alaska sambil mengaduk pelan sarapannya. Ia tidak sedang berbohong; ada rasa lega di wajahnya.

“Benarkah? Seharusnya kau mengajar di sekolah tempat Daddy-mu mengajar sebelumnya saja,” ungkap Clara, masih tidak bisa menyembunyikan nada kekhawatiran sekaligus rasa ingin mengatur kehidupan putranya.

“Terlalu jauh mom, ini saja sudah jauh. Kenapa Mommy terlihat sangat senang aku semakin sibuk?” heran Alaska, memandang wajah ibunya yang tampak terlalu ceria untuk ukuran pagi hari.

Clara hanya tersenyum, senyum yang bagi Alaska bukanlah senyum sembarangan biasanya, ada sesuatu di baliknya. Dan benar saja, sebelum Clara sempat menjawab, Axel ikut membantu mengungkapkan isi kepala istrinya.

“Itu karena Mommy-mu mengira kau akan mendapatkan kenalan baru dengan guru sekolah sana, calon menantu,” sambung Axel sambil menyeka bibirnya dengan serbet.

Alaska hanya bisa menatap keduanya pasrah. “Mommy selalu saja, aku masih 27 tahun. Lagi pula Daddy menikah dengan Mommy di umur 30 tahun kan, karirku masih panjang.”

“Tapi Daddy-mu sudah menikah dengan Mom Clarissa saat seumuranmu,” kesal Clara, melirik suaminya seolah ingin menegaskan argumen.

Alaska menghela napas panjang. Ini sudah menjadi topik berulang setiap minggu. Mommy-nya tidak pernah bosan membahas soal pernikahan dan cucu. Sementara dirinya… ia sama sekali belum siap.

Bukan karena tidak ingin mencari pasangan, atau tidak ada gadis baik di dunia ini seperti Mommy-nya. Bukan. Ia hanya belum siap dipaksa masuk ke dalam gambaran rumah tangga ideal yang Mom selalu inginkan.

Membayangkan saja membuatnya lelah. Apalagi jika membayangkan harus mendapatkan istri yang manja seperti kakaknya, Alisa.

“Jika aku menikah, aku tidak bisa membayangkan harus mendapatkan istri yang manja seperti Alisa. Untung kak Arbian orangnya sabar Mom, lebih baik aku sendiri,” geleng Alaska sambil memakan roti yang sejak tadi dibiarkannya dingin.

“Sudahlah sayang, nanti kalau cinta juga susah dibilanginnya,” bisik Axel pada Clara, membuat wanita itu melirik suaminya dengan wajah sebal setengah sayang.

Percakapan berhenti di sana. Clara hanya menghela napas, enggan memperpanjang perdebatan pagi-pagi. Mereka melanjutkan makan dengan tenang, hanya terdengar denting sendok dan gelas.

Ketika jam menunjukkan pukul 7.15, Alaska berdiri dan merapikan pakaiannya, bersiap berangkat. Pagi ini ia terlihat sangat rapi: kemeja biru bergaris dan celana krem yang membuatnya terlihat semakin dewasa dan berwibawa. Langkahnya panjang dan mantap ketika menuju mobil mewahnya.

Hari ini ia tidak bersama Jeff; ia harus pergi sendiri.

“Semakin aku mendekat semakin tidak ada pergerakan,” gumam Alaska saat menancap gas mobilnya, mengamati jalanan pagi yang mulai padat.

Mobil mewah itu membelah keramaian ibu kota. Saat memasuki gerbang sekolah, siswa-siswi yang baru datang langsung terdiam, menatap mobil Alaska seolah melihat sesuatu yang tidak seharusnya ada di lingkungan sekolah biasa.

“Gila mobil siapa itu?”

“Buset mobil mahal itu.”

“Loh Pak Alaska ternyata, keren banget.”

“Udah ganteng, mobilnya juga ganteng.”

“Iya ya, emang gaji guru sebanyak itu?”

“Entahlah.”

Bisik-bisik itu tidak membuat Alaska terganggu. Ia sudah terbiasa menjadi pusat perhatian, meski bukan itu yang ia inginkan. Ironisnya, mobil itu bukan mobil yang ia ingin gunakan. Demi samaran sebagai guru biasa, ia sebenarnya ingin memakai mobil butut… tapi ia tidak betah. Ia terbiasa dengan kenyamanan, dan itu sulit dilepas.

Ah, sialnya kelasnya hari ini terpisah jauh jam pertama dan jam terakhir. Ia harus berada di sekolah seharian sambil mengerjakan pekerjaan lain di sela waktu. Siswa-siswinya menyapanya satu per satu.

“Selamat pagi pak, jangan lupa sarapan nanti atit.”

“Ih gatal banget sih.”

“Pagi pak.”

Alaska hanya membalas dengan anggukan datar.

---

Sementara itu, di sisi lain kota, di sebuah rumah kecil, terlihat Arum sedang menyetrika baju adiknya dengan sangat hati-hati. Gadis itu memandangi adiknya yang masih SMP, Bayu. Perbedaan usia mereka tidak terlalu jauh, tapi peran yang Arum tanggung terasa berat.

Di mana ibu tiri Arum? Wanita itu bekerja juga, tidak seperti gambaran ibu tiri di sinetron yang hanya melenggang tanpa melakukan apa pun. Ia pun tau diri karena belum bisa mendapatkan uang dari Arum. Namun tetap saja, sikapnya tidak pernah benar-benar kasar.

“Kakak maafkan dede ya, harusnya dede minta tolong ibu saja, dede gatau kalau baju nya belum disetrika,” ucap Bayu dengan suara bersalah.

“Gapapa de, kakak juga lupa gak cek baju yang dipake hari ini. Kalau ibu tau malah kakak yang dimarahin, untung saja ibu pergi cepat,” ucap Arum tersenyum kecil sambil menyetrika.

“Makasih kakak, nanti gausah anterin dede. Nanti kakak telat lagi. Dede telpon temen dede minta jemput aja. Kakak jalan kaki kan? Pasti telat. Ibu kenapa sih gamau kasih motor itu, padahal gak dipake juga!” kesal Bayu sambil melirik motor listrik.

“Itu kan punya dede, dibeliin ibu. Udah selesai, ini pakai bajunya cepat. Mau sarapan dulu?” tanya Arum.

“Tidak usah, kakak berangkat saja. Dede tunggu temen sambil sarapan. Kakak bentar lagi masuk loh. Dede kan punya kunci rumah juga,” jelas Bayu.

“Baiklah, kakak berangkat dulu. Jangan lupa kunci rumah de, nanti kakak dimarahin ibu,” ujar Arum.

Setelah pamit, Arum merogoh saku bajunya. Ia tidak pernah diberi uang jajan, hanya mendapat imbalan dari membantu di warung kopi dekat rumah.

“Duh segini mana cukup buat ongkos, mana habis beli barang-barang lagi,” gumamnya.

Ia segera berlari sekuat tenaga menuju sekolah. Jaraknya hanya sepuluh menit jika berjalan, tapi kalau berlari mungkin lebih cepat. Roknya berkibar diterpa angin pagi, langkahnya cepat meski napasnya mulai berat.

Namun seperti dugaan, ia tetap terlambat. Di depan gerbang, ia terdiam, napas terengah. Keringat membasahi wajah cantiknya. Satpam sudah berdiri dengan buku catatan pelanggaran yang hampir penuh.

“Pak nama saya udah gausah ditulis, udah penuh itu buku,” kesal Arum.

“Kalau tau neng Arum buku penuh karena namanya, harusnya jangan buat masalah. Siram tanaman jam kedua, baru masuk,” perintah satpam.

“Hah udah deh!!! Nambah kerjaan aja.”

...----------------...

Jangan lupa pencet tombol jempol ya. Dukungan itu gratis tapi sangat membantu author.

1
kalea rizuky
loo siapa kah itu
kalea rizuky
lnjut donk thor
kalea rizuky
goblok sok jagoan ama ibu tiri lampir aja kalah bodoh
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!