NovelToon NovelToon
Mahar Satu Miliar Dari Pria Impoten

Mahar Satu Miliar Dari Pria Impoten

Status: sedang berlangsung
Genre:Penyesalan Suami / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Pengantin Pengganti
Popularitas:34.6k
Nilai: 5
Nama Author: Aisyah Alfatih

Arum Mustika Ratu menikah bukan karena cinta, melainkan demi melunasi hutang budi.
Reghan Argantara, pewaris kaya yang dulu sempurna, kini duduk di kursi roda dan dicap impoten setelah kecelakaan. Baginya, Arum hanyalah wanita yang menjual diri demi uang. Bagi Arum, pernikahan ini adalah jalan untuk menebus masa lalu.

Reghan punya masa lalu yang buruk tentang cinta, akankah, dia bisa bertahan bersama Arum untuk menemukan cinta yang baru? Atau malah sebaliknya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aisyah Alfatih, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

24. Siapa dia?

Ruang konsultasi sore itu diselimuti cahaya jingga matahari yang menembus tirai tipis, menambah suasana sunyi yang terasa berat.

Arum duduk di kursi dengan wajah pucat dan tatapan kosong. Di hadapannya, dokter memandang hasil pemeriksaan laboratorium di layar, menatap grafik yang menurun drastis, lalu mengembuskan napas panjang.

“Bu Arum…” suara sang dokter lembut, tapi terasa menekan di dada, “saya tahu Anda ingin membantu putra Anda. Tapi kondisi tubuh Anda tidak memungkinkan untuk melakukan donor sumsum tulang belakang. Hemoglobin Anda rendah, fungsi hati dan ginjal juga masih belum stabil. Jika Anda tetap memaksakan diri … itu bisa sangat berbahaya.”

Arum menatap dokter itu dengan mata merah. “Tapi, kalau bukan saya … siapa lagi yang bisa menolong anak saya, Dok?” suaranya bergetar, memohon seolah pada takdir.

Dokter menatapnya penuh empati. “Kami masih punya harapan lain, Bu. Kita akan cari donor yang cocok dari database nasional. Tapi Anda harus kuat untuk anak Anda. Tolong, jangan sakiti diri sendiri.”

Di sampingnya, Gavin mengepalkan tangan di atas lutut, menahan perasaan campur aduk. Ia tahu kabar ini akan menghancurkan Arum, tapi ia juga tahu tubuh wanita itu rapuh sejak tiga tahun lalu.

“Arum,” ucap Gavin perlahan, “kamu dengar, kan? Kamu nggak boleh nekat.”

Arum menunduk, air matanya menetes satu per satu. “Aku hanya … nggak mau kehilangan dia, Gavin. Revan satu-satunya alasan aku masih hidup.”

Kata-kata itu menggema di kepala Gavin, membawa pikirannya kembali pada hari itu hari ketika ia pertama kali menemukan Arum di tengah hujan.

Flashback, empat tahun lalu.

Subuh, itu hujan turun deras mengguyur jalan sepi di pinggiran kota. Lampu mobil Gavin menembus kabut, dan di tengah jalan aspal, ia melihat sosok perempuan berjalan limbung, tubuhnya basah kuyup, wajahnya pucat, dan langkahnya terseok.

Gavin segera menginjak rem keras. “Astaga…” ia keluar dari mobil tanpa payung, berlari ke arah perempuan itu. Saat jaraknya semakin dekat, ia melihat darah menetes dari sela-sela paha wanita itu dan luka cambuk di punggung yang masih menganga di balik kain basah.

“Nona! Anda dengar saya?” Gavin menahan tubuh wanita itu yang hampir jatuh. Jas dokternya menjadi kotor dan basah. Perempuan itu menggigil, matanya setengah tertutup. “Tolong … jangan … kembalikan aku ke sana…” suaranya lirih, penuh ketakutan.

Gavin menatapnya heran, tapi naluri dokternya langsung mengambil alih. Ia menggendong tubuh wanita itu ke dalam mobil, menekan luka di punggung dengan kain, dan melaju ke rumah sakit secepat mungkin.

Beberapa jam kemudian, di ruang IGD yang dingin dan bau antiseptik, Gavin berdiri di samping ranjang tempat wanita itu dirawat. Seorang dokter perempuan keluar dari ruang pemeriksaan membawa hasil USG, lalu menatap Gavin.

“Dia hamil dua bulan.”

Gavin tertegun. “Hamil?”

“Ya, tapi dia kehilangan banyak darah, dan kondisinya sangat lemah. Kalau tidak dirawat dengan baik, baik ibu maupun janin bisa dalam bahaya.”

Saat Arum siuman, air matanya langsung mengalir. Dia menatap Gavin dengan wajah linglung.

“Kenapa … kau menolongku?”

Gavin menjawab lembut, “Karena kamu butuh ditolong.”

“Aku nggak punya rumah. Nggak punya siapa-siapa.”

“Kamu bisa tinggal di rumahku,” ucap Gavin tanpa berpikir dua kali. “Aku akan bantu kamu dan bayimu.”

"Gavin," panggil Arum pelan, Gavin tersadar dari bayangan masa lalu. Arum memejamkan mata, air matanya mengalir deras. Semua kenangan pahit itu datang bertubi-tubi, cambuk, darah, hujan, ketakutan, dan perut yang menjerit kesakitan.

Kini, anak yang dulu ia pertahankan dengan penuh luka justru berada di ambang bahaya.

Gavin menatapnya lama, lalu berlutut di hadapan Arum, menggenggam tangannya.

“Arum,” suaranya berat, “aku tahu kamu sudah melewati neraka untuk anak itu. Tapi kali ini … biar aku yang melindungi kalian. Aku akan cari donor. Aku akan cari sampai ketemu. Tapi kamu … kamu harus tetap hidup.”

Arum terisak, memeluk Gavin dengan tubuh bergetar hebat. “Tolong jangan biarkan dia pergi, Gavin … aku nggak akan kuat kehilangan Revan.”

Gavin memeluknya erat tubuhnya. Di balik pelukan itu, ada satu janji yang ia genggam dalam diam ia akan mencari siapa pun, bahkan jika itu berarti menghadapi masa lalu Arum yang telah ia sembunyikan rapat selama Empat tahun.

Lorong rumah sakit sore itu ramai oleh langkah perawat dan suara roda brankar yang berderit di lantai marmer. Di salah satu ruang perawatan anak, Revano baru saja membuka matanya. Tatapannya kosong sesaat, tubuh mungilnya tampak pucat, namun ada semangat khas bocah tiga tahun yang tak bisa diam. Ia menoleh ke kanan dan ke kiri, mencari sosok yang selalu menemaninya.

“Mama?” panggilnya lirih.

Perawat yang sedang memeriksa data pasien, menoleh sambil tersenyum lembut. “Mama lagi bicara sama dokter, sayang. Nanti sebentar lagi ke sini, ya?”

“Tapi Levan mau Mama…” gumamnya, mulai manja. Suaranya kecil, tapi nada rindu di dalamnya terdengar jelas. Perawat mencoba menenangkannya, namun Revano justru menyingkap selimut, menurunkan kakinya ke lantai.

“Eh, jangan dulu, Nak...” perawat buru-buru mendekat, tapi bocah itu sudah berdiri, berpegangan pada pinggiran tempat tidur. Infus sementara sudah dilepas, dan saat perawat hendak mengambil kursi roda, Revano malah melangkah cepat menuju pintu.

“Revan! Ya Tuhan, tunggu!” seru sang perawat panik, berlari kecil menyusul bocah itu. Langkah kecil Revano berlari menyusuri lorong putih rumah sakit, melewati resepsionis, pasien, dan beberapa pengunjung yang menatapnya bingung. “Mama! Mama di mana?” teriaknya.

Namun karena tak hati-hati, tubuh mungilnya justru menabrak seseorang yang baru saja berbelok dari koridor. Ia nyaris terjatuh, tapi sepasang tangan sigap menahannya.

“Hey … hati-hati, Nak,” suara bariton itu terdengar dalam dan tenang. Reghan menunduk, menatap wajah bocah itu dan di detik berikutnya, napasnya seolah terhenti. Tatapan mata cokelat itu, hidungnya, lengkungan bibir mungil yang begitu familiar. Semua seperti bayangan dirinya di masa kecil. Reghan membeku, dunia seolah melambat.

Bocah itu menatapnya dengan mata polos, mengerjap pelan.

“Om … maaf, Levan nggak sengaja…”

Reghan tak menjawab, dia berlutut, memandang bocah itu lebih dekat, menelusuri wajah mungil yang begitu mirip dengannya, seolah menatap cermin masa lalu.

“Tu … Tuan Reghan?” suara Bu Nara memecah keheningan. Asistennya mendekat sambil menahan napas. “Oma sudah selesai, Tuan. Kita bisa...” katanya, tapi kalimatnya langsung terputus.

Begitu matanya menangkap Revano, Bu Nara membeku.

“Ya Tuhan…” gumamnya pelan, terkejut dan nyaris tak percaya. Ia menatap bergantian antara Reghan dan bocah itu. “Tuan … anak ini…”

Tak perlu dilanjutkan, siapa pun yang melihatnya bisa tahu, Revano adalah salinan kecil Reghan Argantara dalam versi mungil, polos, dan lucu. Reghan menelan ludah, dadanya terasa sesak. Ia berusaha bicara, namun suara yang keluar terdengar berat dan ragu. “Siapa namamu, Nak?”

Bocah itu tersenyum kecil, memegang jari Reghan tanpa sadar. “Levano, Om. Levan cari Mama…”

Suara lembut itu menusuk dada Reghan bersamaan dengan sesuatu di hatinya yang mulai bergetar hebat.

1
Ma Em
Semoga ada jalan terbaik untuk pengobatan Revano TDK perlu ada pengorbanan dari siapapun yg penting Revano bisa diobati dan sembuh , semoga ada jln yg terbaik dan Arum juga Reghan bisa menerimanya demi kepentingan Revana jgn egois .
Eridha Dewi
klo regan nikah lagi dengan perempuan lain aku gak mau baca thor
A.M.G
🤧🤧🤧
A.M.G
bagus lah kau mau tangung jawab
A.M.G
helo lu yang gak tangung jawab reg
Mineaa
Haahhh jangan sampai Reghan punya anak dari wanita lain selain arum....
dah lah Reghan kamu aja yg donorin...
paling koma setahun.....biar situ yang gantian di rawat sama arum.....
A.M.G
no comen
A.M.G
gak rela arum balikan 🤧
A.M.G
mampos
A.M.G
heleh katanya lu cinta arum prettt . emang bener ya klo belom selsai dengan orang lama .. kasian orang baru .. rum ayo pergi yang jauh buat reghan hancur
A.M.G
heleh arum gak kaya Elena yang mudah berpaling cuma karna lumpuh mengatal sama laki laki lain🤭
A.M.G
elion lu harus sadar diri ...jadi curiga jagan jagan dia ikutan terlibat atas lumpuhnya reghan
A.M.G
jagan luluh dulu rum
A.M.G
god job rum
Quinza Azalea
next
A.M.G
dih maksud lu apa reg... sakitnya nembus sini gimana dengan arum
iqha_24
hadeeh.. berat amat sii syaratnya, jgn sampai Reghan punya anak lagi dengan Arum
A.M.G
semangat
Ariany Sudjana
sekedar membantu boleh, tapi kalau berharap reghan kembali dengan Arum, jangan mimpi. sudah cukup penderitaan Arum karena sikap reghan yang tidak bisa tegas dan juga keluarganya reghan yang toxic
🏘⃝Aⁿᵘ𝓪𝓱𝓷𝓰𝓰𝓻𝓮𝓴_𝓶𝓪
masalalumu menyakitkan? lah kocak.. gak kebalik 😂😂
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!