Rania Kirana seorang penjual cilok berprinsip dari kontrakan sederhana, terpaksa menerima tawaran pernikahan kontrak dari Abimana Sanjaya seorang CEO S.T.G. Group yang dingin dan sangat logis.
Syarat Rania hanya satu jaminan perawatan ibunya yang sakit.
Abimana, yang ingin menghindari pernikahan yang diatur keluarganya dan ancaman bisnis, menjadikan Rania 'istri kontrak' dengan batasan ketat, terutama Pasal 7 yaitu tidak ada hubungan fisik atau emosional.
Bagaimana kelanjutannya yukkk Kepoin!!!!
FOLLOW ME :
IG : Lala_Syalala13
FB : Lala Syalala13
FN : Lala_Syalala
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon lala_syalala, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PKCD BAB 13_Pindah ke Keheningan yang Mewah
Rania menegakkan punggungnya, mengingatkan dirinya pada sumpah yang ia buat di warung kopi.
"Saya datang dari tempat yang sangat sederhana nyonya dan saya bangga dengan perjuangan saya, di warung kopi itu saya tidak mencari uang atau perhatian dari Tuan Abimana, saya hanya mengembalikan barang yang sangat penting bagi Tuan Abimana, yang terjatuh, saya menolak semua kompensasi yang ia tawarkan, saya hanya menerima kesepakatan ini karena Tuan Abimana menjamin kesehatan ibu saya, yang sedang sakit keras." ucap Rania dengan jujur.
Ny. Widiastuti terdiam dengan pengakuan Rania sangat berani, jujur dan tidak bertele-tele.
Ia tidak merengek, ia tidak mencari simpati namun ia mempresentasikan dirinya sebagai seorang wanita yang berprinsip, yang hanya membuat sebuah 'transaksi' demi ibunya.
"Kamu menolak uangnya?" tanya Ny. Widiastuti, kali ini nada suaranya sedikit melunak, tertarik.
"Ya nyonya, saya menolak uangnya, uang hasil pemberian tidak akan pernah membuat saya merasa tenang. Saya lebih menghargai rezeki yang saya dapat dari tangan saya sendiri," jawab Rania tegas.
Bapak Hardiman, yang selama ini hanya mengamati, berdeham. "Abi, benarkah dia menolak uang darimu?"
Abimana menatap Ayahnya. "Ya, Pa. Berapapun jumlahnya, dia tolak. Itu yang membuat saya yakin dia adalah pilihan terbaik untuk menjadi istriku, wanita yang tidak akan tunduk pada kekayaan dan bisa berdiri di kakinya sendiri. Dia jujur, dan itu adalah integritas yang langka."
Ny. Widiastuti akhirnya tersenyum. Senyum itu tidak hangat, tetapi itu adalah tanda penerimaan, sebuah persetujuan yang sangat mahal.
"Baiklah, Nak Rania," kata Ny. Widiastuti, mengambil napas.
"Kamu berprinsip, itu bagus. Tapi sekarang, kamu bukan lagi penjual cilok. Kamu akan menjadi Nyonya Sanjaya. Di sini, integritas saja tidak cukup. Kamu harus bisa membawa diri, belajar etika, dan bersikap layaknya seorang istri CSO. Bisakah kamu melakukannya?"
"Saya akan belajar, Nyonya. Saya akan memegang janji saya untuk menjadi istri yang sempurna di depan umum, demi Tuan Abimana dan demi Ibu saya. Saya adalah orang yang menepati janji," jawab Rania, mantap.
Ny. Widiastuti mengambil tangan Rania dan menggenggamnya. Rania merasakan dinginnya cincin berlian yang dikenakan calon ibu mertuanya.
"Baiklah, Abi. Mama setuju. Tapi ingat, Mama akan mengawasi gadis ini. Dia harus membuktikan bahwa dia layak berdiri di samping putraku. Rendra, atur semua keperluan Rania. Dia harus segera belajar semua hal tentang keluarga kita," perintah Ny. Widiastuti, suaranya kembali ke mode komandan.
Setelah pertemuan itu, Abimana dan Rania kembali ke mobil. Begitu pintu mobil tertutup, Abimana melepas tangannya dari bahu Rania. Keduanya kembali menjadi asing.
"Kerja bagus, Rania," kata Abimana. Ia menggunakan nama Rania tanpa Mbak.
"Mereka menerima saya karena saya jujur, Tuan Abimana. Saya hanya menunjukkan diri saya yang sebenarnya," jawab Rania.
"Tidak. Mereka menerima Anda karena Anda menolak uang saya, dan Anda bisa menanggapi Mama dengan martabat yang sama. Itu menunjukkan kelas yang Mama cari. Sekarang, kita harus bergerak cepat. Pernikahan akan dilakukan lusa. Anda akan segera pindah ke penthouse saya," jelas Abimana.
Rania hanya mengangguk, ia baru saja melewati ujian pertamanya, ia berhasil menjual prinsipnya, tetapi ia melakukannya dengan bermartabat.
Ia telah mengamankan keselamatan ibunya, tetapi ia sekarang terperangkap dalam sangkar emas yang Abimana ciptakan dan ia tahu, ujian dari keluarga Sanjaya baru saja dimulai.
Malam itu, Rania secara resmi pindah ke penthouse Abimana, ia diantar oleh Rendra setelah menghabiskan sore di rumah sakit, melihat kondisi ibunya yang sudah stabil.
Ketika ia melangkah masuk ke penthouse yang sama sekali asing itu, Rania merasa kehangatan yang baru saja ia rasakan saat berpamitan dengan Bang Jaelani telah sepenuhnya hilang.
Tempat ini luar biasa dengan dinding kaca, karya seni minimalis, dan teknologi canggih, tetapi semuanya terasa steril dan dingin, seolah tidak ada kehidupan sejati di dalamnya.
Rendra menunjuk ke sebuah pintu. "Ini adalah kamar utama, Nyonya. Tapi sesuai dengan Pasal 7 perjanjian, Tuan Abimana telah menyiapkan kamar terpisah untuk Anda. Kamar Anda ada di sebelah kanan, kamar Tuan Abimana di sebelah kiri. Keduanya memiliki pintu masuk dan kamar mandi pribadi." ucap nya.
Rania mengangguk, sedikit lega. Batasan fisik itu adalah jaminan bahwa ia masih memiliki privasinya.
Rendra melanjutkan, "Semua kebutuhan pribadi Anda sudah disiapkan, mulai dari pakaian, produk kecantikan, hingga buku-buku. Tuan Abimana sangat menghargai privasi Anda, jadi Anda bebas menggunakan area penthouse ini kecuali ruang kerja pribadi beliau."
"Terima kasih, Rendra. Apa Tuan Abimana ada di rumah?" tanya Rania.
"Tuan Abimana sedang menyelesaikan urusan mendesak di kantor, Nyonya. Beliau berpesan agar Anda segera istirahat. Besok akan menjadi hari yang panjang, persiapan pernikahan perdata," jawab Rendra, lalu pamit pergi.
Rania memasuki kamarnya. Kamar itu besar, didominasi warna lembut dan dilengkapi kasur king size yang empuk.
Ia berjalan menuju jendela kaca penuh, melihat pemandangan kota yang berkilauan. Ia menyentuh kaca yang dingin itu.
Ia telah meninggalkan kehidupannya yang hangat dan sederhana, demi kemewahan yang dingin dan sunyi ini.
Ia membuka lemari pakaian dan di dalamnya tergantung gaun-gaun indah dan pakaian kerja formal.
Ia meraih salah satu gaun sutra, merasakan kehalusannya di jemari, ia tidak pernah membayangkan akan mengenakan pakaian seperti ini.
Rania melepaskan pakaian formalnya, menggantinya dengan piyama katun sederhana yang ia bawa dari kontrakan satu-satunya pakaian lama yang ia simpan.
Dalam piyama itu, ia kembali merasa menjadi dirinya sendiri dia duduk di lantai kamar, menyandarkan punggung ke dinding dan menutup mata, ia harus kuat.
Pukul 22.00, pintu utama penthouse terbuka. Abimana masuk.
Ia tampak sangat lelah, jasnya sedikit kusut, dan ia segera menuju pantry untuk mengambil air putih.
Saat ia melewati ruang tamu, ia melihat Rania sedang duduk di lantai kamar, dengan punggung bersandar di dinding.
Rambutnya terurai dan ia terlihat sangat rapuh dalam piyama lamanya yang terlihat cukup kusut.
Abimana berhenti ia tidak terbiasa melihat orang lain selain dirinya di tempat itu.
Kehadiran Rania, meski hanya dalam diam, terasa sangat nyata.
"Mengapa Anda tidak tidur di kasur, Nyonya Sanjaya?" tanya Abimana, suaranya tetap formal.
Rania terkejut, ia segera bangkit. "Selamat malam, Tuan Abimana. Maaf, saya sedang merenung, saya tidak terbiasa dengan keheningan dan kemewahan ini."
Abimana berjalan mendekat, mempertahankan jarak yang sopan.
Ia menyalakan lampu duduk. Cahaya lembut memenuhi ruangan.
"Dua puluh empat bulan. Itulah waktu yang harus Anda habiskan di sini. Anda harus membiasakan diri," ujar Abimana.
Ia lalu mengambil remote control dan mengatur suhu ruangan.
"Saya ingin kita bicara sebentar, Tuan Abimana," kata Rania. Ia memutuskan ini adalah waktu yang tepat untuk menentukan batasan.
"Tentu," jawab Abimana, menyandarkan dirinya di kusen pintu kamar.
.
.
Cerita Belum Selesai.....
dia guru terbaik dalam kehidupan.
ayak ayak wae...
di tunggu updatenya