NovelToon NovelToon
Sebelum Segalanya Berubah

Sebelum Segalanya Berubah

Status: sedang berlangsung
Genre:Mengubah Takdir / Dunia Masa Depan / Fantasi / TimeTravel
Popularitas:805
Nilai: 5
Nama Author: SunFlower

Rania menjalani kehidupan yang monoton. Penghianatan keluarga, kekasih dan sahabatnya. Hingga suatu malam, ia bertemu seorang pria misterius yang menawarkan sesuatu yang menurutnya sangat tidak masuk akal. "Kesempatan untuk melihat masa depan."

Dalam perjalanan menembus waktu itu, Rania menjalani kehidupan yang selalu ia dambakan. Dirinya di masa depan adalah seorang wanita yang sukses, memiliki jabatan dan kekayaan, tapi hidupnya kesepian. Ia berhasil, tapi kehilangan semua yang pernah ia cintai. Di sana ia mulai memahami harga dari setiap pilihan yang dulu ia buat.

Namun ketika waktunya hampir habis, pria itu memberinya dua pilihan: tetap tinggal di masa depan dan melupakan semuanya, atau kembali ke masa lalu untuk memperbaiki apa yang telah ia hancurkan, meski itu berarti mengubah takdir orang-orang yang ia cintai.

Manakah yang akan di pilih oleh Rania?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SunFlower, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

#21

Happy Reading...

.

.

.

Di karenakan perutnya yang masih lapar, Rania pun akhirnya mau tidak mau kembali memasak. Perutnya masih terasa lapar dan ia sangat menyesal karena hanya memasak satu porsi untuk makan malam. “Tahu begini aku masak banyak tadi,” gerutunya pelan sambil membuka kulkas, mencari bahan apa pun yang masih tersisa.

Rania memasak dengan gerakan cepat meski wajahnya masih terasa panas akibat kejadian sebelumnya. Setelah menumis beberapa bahan dan memastikan rasanya cukup bisa diterima lidahnya, ia segera menyantap makanan itu tanpa menunda lagi. Usai makan, ia membersihkan dapur dengan teliti. Setelah semua selesai, ia mengisi botol minum dengan air putih lalu membawanya masuk ke dalam kamar.

Kamar kecil itu terasa jauh lebih aman baginya dibandingkan ruang lain di apartemen tersebut. Begitu masuk, ia langsung menutup pintu, meletakkan botol di meja kecil lalu membaringkan diri di atas ranjang. Ia menarik selimut hingga sebatas perut dan menghembuskan napas panjang. Hari ini terasa begitu panjang dan menguras tenaga, terlebih karena ia masih berusaha memahami kehidupan barunya yang penuh tanda tanya.

Namun ketenangan itu tak berlangsung lama.

Beberapa menit kemudian, suara kenop pintu berputar terdengar jelas. Rania sontak bangun dan duduk tegak. Pintu kamar terbuka, memperlihatkan sosok Arkana yang melangkah masuk dengan wajah datar seolah apa yang ia lakukan merupakan hal biasa.

“Ke... kenapa Bapak ke sini?” tanya Rania refleks. Ia buru-buru menarik selimut hingga sebatas dagunya, seolah selimut itu satu-satunya pelindung dari kehadiran Arkana.

Arkana menghela napas panjang, nada suaranya terdengar lelah. “Berhenti memainkan drama, Rania. Aku lelah. Aku hanya ingin beristirahat.”

Ia berjalan mendekati ranjang tanpa keraguan. Rania spontan memundurkan tubuhnya, tapi terlambat. Arkana sudah membaringkan diri di sisi kosong ranjang itu. Gerakannya rileks seolah tidak ada sedikit pun yang janggal.

“Kenapa Bapak tidur di sini?” tanya Rania, suaranya memprotes meski terdengar kecil.

“Lalu kamu mau aku tidur di mana?” Arkana balik bertanya tanpa membuka mata.

“Bapak kan bisa tidur di sofa...” jawab Rania lirih, berharap laki-laki itu mempertimbangkan ucapannya.

Namun Arkana justru membuka kedua matanya dan menatapnya lama. Tatapan itu bukan tatapan marah, tetapi tetap membuat jantung Rania berdebar tidak karuan.

“Apartemen ini milikku,” ucap Arkana tenang namun tegas. “Kalau kamu keberatan tidur satu ranjang denganku, maka kamu saja yang tidur di sofa.”

Perkataan itu membuat mulut Rania ternganga kecil. Ia tidak tahu harus menjawab apa. Sikap Arkana terlihat begitu tidak peduli sekaligus tidak memberi ruang untuknya membantah. Laki-laki itu bahkan kembali memejamkan mata, seakan pembicaraan selesai di detik itu juga.

Rania merasa kesal, sekaligus bingung, sekaligus... entah apa lagi. Emosinya campur aduk dan ia tidak ingin kembali memandang wajah Arkana yang terlihat terlalu tenang.

Dengan gerakan kesal, Rania menyingkirkan selimut dari tubuhnya. Ia bangkit, meraih bantal dan menarik selimut, lalu berjalan cepat menuju sofa. Langkahnya terdengar jelas di ruangan sunyi itu. Ia melempar bantal ke sofa kemudian membaringkan diri di sana. Sofa itu tidak selembut ranjang, tidak senyaman tempat tidurnya. Tetapi setidaknya ia tidak harus tidur terlalu dekat dengan Arkana.

Namun, meski ia membelakangi kamar tidur, telinganya tetap tajam menangkap suara kecil dari sana. Arkana membuka sedikit matanya. Ia mengintip melalui ekor matanya memperhatikan Rania berbaring di sofa dengan selimut setengah menutupi tubuhnya. Sudut bibirnya terangkat tipis, nyaris tidak terlihat sebelum ia kembali memejamkan mata.

Rania tidak mengetahui hal itu. Ia hanya menarik selimut hingga menutupi tubuhnya lalu memejamkan mata, berusaha tidur meski dadanya terasa sesak oleh emosi.

Suasana kamar kembali hening.

Namun hening itu terasa mengikat, seakan dua hati yang sama-sama bingung sedang berusaha mencari cara untuk saling memahami.

.

.

.

Rania membuka kedua matanya dengan perlahan. Kelopak matanya terasa berat, seolah ia baru saja terbangun dari tidur yang sangat panjang. Namun rasa kantuk itu seketika hilang ketika ia merasakan sesuatu yang hangat dan berat menimpa pinggangnya. Rania mengerutkan kening, mencoba menafsirkan apa yang sedang terjadi, sebelum akhirnya rasa curiga membuatnya menoleh perlahan.

Begitu melihat apa yang menimpa tubuhnya, kedua mata Rania langsung membulat lebar.

Wajah Arkana berada sangat dekat di belakang kepalanya, napas laki-laki itu berhembus halus mengenai punggungnya. Lengan Arkana melingkari pinggangnya dengan santai, seolah posisi itu merupakan hal yang biasa dilakukan setiap hari.

Rania menahan napas. Tubuhnya seketika menegang.

Pelan-pelan, ia memutar tubuhnya agar bisa menatap Arkana lebih jelas. Kedua matanya memandangi wajah laki-laki itu cukup lama. Wajah yang tampak tenang, bahkan terlihat damai, seperti seseorang yang tidak peduli sama sekali bahwa tindakannya membuat jantung perempuan yang ia peluk hampir berhenti bekerja.

Setelah tersadar sepenuhnya, Rania langsung terduduk cepat.

“Bapak!! … Apa yang Bapak lakukan!!!” teriaknya panik, suaranya memecah keheningan pagi itu.

Arkana terkejut, alisnya naik sebelum ia mengerjapkan mata beberapa kali. “Ck…” Ia berdecak pelan, jelas kesal. “Ini masih pagi, Ran. Kenapa kamu harus berteriak begitu sih?” gerutunya dengan nada mengantuk.

Rania memeluk selimutnya erat-erat, wajahnya memerah antara malu dan marah. “Kenapa saya tidur di sini?” tanyanya, suaranya meninggi.

Arkana menatapnya sebentar sebelum menjawab dengan santai, “Kenapa memangnya?”

“Jangan-jangan Bapak ya yang memindahkan saya?” tuduh Rania cepat. Ia tidak dapat membayangkan dirinya yang berjalan sendiri ke ranjang Arkana.

“Untuk apa saya memindahkan kamu?” bantah Arkana, matanya sudah mulai terbuka sepenuhnya meski wajahnya terlihat masih mengantuk.

“Karena saya tidak mungkin tidur disini!” sergah Rania.

Arkana menyandarkan punggungnya pada sandaran ranjang dan menatap Rania tanpa ekspresi. “Apa kamu lupa kalau kamu sendiri yang pindah ke sini?” katanya datar.

Rania mengerutkan kening. “Tidak mungkin... Saya tidak mungkin melakukan itu.” ucapnya, suaranya merendah karena ia sendiri mulai ragu.

“Memangnya kamu tahu apa yang kamu lakukan saat tidur?” potong Arkana cepat. “Siapa tahu kamu jalan sendiri ke sini lalu tidur di sampingku.”

Rania menatapnya tidak percaya. Ia ingin membantah, tetapi bibirnya tidak bisa mengeluarkan kata-kata. Dalam benaknya, ia membayangkan dirinya berjalan sambil tidur. Kedengarannya tidak masuk akal, tetapi mengingat banyak kejadian aneh beberapa hari ini, ia sendiri tidak yakin pada dirinya sendiri.

Arkana kembali berbicara dengan nada santai yang justru membuat jantung Rania semakin berdebar tidak karuan. “Lagi pula, misalkan aku yang memindahkan kamu kenapa?” lanjutnya.

Rania langsung membeku.

Arkana menatap tubuh Rania dari atas ke bawah, tatapan yang membuat wajah Rania panas seketika. “Bahkan aku sudah melihat seluruh tubuh kamu,” ujar Arkana tanpa rasa bersalah sedikit pun.

Refleks, Rania menarik selimut hingga menutupi seluruh tubuhnya kecuali wajah. “Bapak!” serunya, wajahnya sudah merah padam penuh malu.

Arkana berdiri. “Sudahlah. Aku harus pergi ke Dubai. Mungkin sekitar satu minggu.” ucapnya santai sambil berjalan menuju lemari pakaian. Ia mengambil beberapa dokumen dan memeriksa ponselnya. “Jangan menghubungiku hanya untuk masalah sepele.”

Rania mengerjap cepat, tidak terima. “Aku...” Ia menunjuk dirinya sendiri. “Aku menghubungi Bapak? Tidak akan!”

Arkana menatapnya sejenak sebelum ujung bibirnya terangkat sangat tipis... senyum samar yang hanya muncul ketika ia merasa menang dalam sebuah perdebatan.

“Bagus,” ucapnya singkat sebelum melangkah keluar kamar.

Pintu tertutup.

Rania terduduk diam di tengah ranjang dengan selimut yang menutupi tubuhnya. Pagi yang seharusnya tenang itu justru membuat seluruh emosinya berantakan.Rania semakin sadar bahwa hidup bersama Arkana tidak akan pernah semudah yang ia bayangkan.

.

.

.

JANGAN LUPA TINGGALKAN JEJAK...

1
Erni Kusumawati
nyesek bgt jd Rania😭😭😭😭
Puji Hastuti
Seru
Puji Hastuti
Masih samar
Puji Hastuti
Semakin bingung tp menarik.
Erni Kusumawati
masih menyimak
Puji Hastuti
Menarik, lanjut kk 💪💪
Erni Kusumawati
duh.. semoga tdk ada lagi kesedihan utk Rania di masa depan
Puji Hastuti
Masih teka teki, tapi menarik.
Puji Hastuti
Apa yang akan terjadi selanjutnya ya, duh penasaran jadinya.
Puji Hastuti
Gitu amat ya hidup nya rania, miris
Erni Kusumawati
luka bathin anak itu seperti menggenggam bara panas menyakitkan tangan kita sendiri jika di lepas makan sekeliling kita yg akan terbakar.
Erni Kusumawati
pernah ngalamin apa yg Rania rasakan dan itu sangat menyakitkan, bertahun-tahun mengkristal dihati dan lama-lama menjadi batu yg membuat kehancuran untuk diri sendiri
Erni Kusumawati
mampir kk☺☺☺☺
chochoball: terima kasih kakak/Kiss//Kiss//Kiss/
total 1 replies
Puji Hastuti
Carilah tempat dimana kamu bisa di hargai rania
Puji Hastuti
Ayo rania, jangan mau di manfaatkan lagi
Puji Hastuti
Bagus rania, aq mendukungmu 👍👍
chochoball: Authornya ga di dukung nihhh.....
total 1 replies
Puji Hastuti
Memang susah jadi orang yang gak enakan, selalu di manfaatkan. Semangat rania
Puji Hastuti
Kasihan rania
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!