Seorang psikopat yang ber transmigrasi ke tubuh seorang gadis, dan apesnya dia merasakan jatuh cinta pada seorang wanita. Ketika dia merasakan cemburu, dia harus mengalami kecelakaan dan merenggut nyawanya. Bagaimana kisahnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon AgviRa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
27
Alice tiba di gedung pengacara dan langsung menuju ke ruang tunggu. Setelah beberapa menit, seorang asisten pengacara memanggil namanya dan mengantarnya ke ruang pertemuan.
Di dalam ruang pertemuan, Alice disambut oleh pengacara kepercayaan almarhum ibunya, Pak Rudi. Pak Rudi menyambut Alice dengan hangat dan meminta dia untuk duduk.
"Selamat pagi, Nona Alice. Apa yang membawa Anda ke sini hari ini?" Pak Rudi bertanya dengan nada yang ramah.
Alice mengambil napas dalam-dalam sebelum menjawab. "Saya datang untuk membahas tentang warisan ibu saya. Saya ingin tahu apa yang harus saya lakukan dan bagaimana prosesnya. Saya agak khawatir karena ayah saya, Anton, menyebutkan bahwa perusahaan kami sedang di ambang bangkrut. Saya ingat ibu saya pernah berpesan bahwa jika ada situasi seperti ini, saya harus segera menemui Anda untuk melindungi warisan beliau."
Pak Rudi mengangguk serius. "Baiklah, mari kita bahas detailnya. Ibu Anda telah meninggalkan wasiat yang jelas tentang pembagian warisan. Saya akan menjelaskan semuanya kepada Anda."
"Untung saja aku ingat... pesan tentang menemui Pak Rudi jika perusahaan Anton bangkrut. Ibunya Alice pasti sudah memikirkan ini jauh-jauh hari... aku harus melindungi warisan Alice." Alice bergumam dalam hati.
Alice merasa lega karena telah mengambil langkah cepat untuk melindungi warisan ibunya Alice. Dia berharap bahwa dengan bantuan Pak Rudi, dia dapat memastikan bahwa warisan itu aman dan tidak terseret dalam masalah keuangan perusahaan.
Pak Rudi mulai menjelaskan detail tentang wasiat yang ditinggalkan oleh ibu Alice. "Ibu Anda telah menentukan bahwa Anda adalah ahli waris utama dari properti dan aset lainnya. Namun, ada beberapa ketentuan yang perlu Anda ketahui."
Alice mendengarkan dengan seksama, berharap dapat memahami proses dan keputusan yang harus diambil terkait dengan warisan ibunya.
"Apa saja ketentuan yang dimaksud, Pak Rudi?" Alice bertanya dengan rasa ingin tahu.
Pak Rudi membuka folder dan menunjukkan dokumen yang relevan. "Ibu Anda telah menentukan bahwa sebagian dari warisan akan disumbangkan untuk kegiatan amal. Selain itu, ada juga beberapa instruksi khusus terkait dengan properti yang ditinggalkan."
Alice mengangguk, merasa bahwa ibunya telah memikirkan segala sesuatu dengan baik. "Saya paham. Apa yang harus saya lakukan selanjutnya?" Alice bertanya.
Pak Rudi tersenyum. "Saya akan membantu Anda dalam proses ini. Kita akan bekerja sama untuk memastikan bahwa warisan ibu Anda dikelola dengan baik dan sesuai dengan keinginan beliau. Saya juga akan membantu Anda untuk melindungi warisan tersebut dari masalah keuangan perusahaan ayah Anda."
Alice merasa lega dan percaya diri bahwa warisan ibunya akan aman dengan bantuan Pak Rudi. Dia siap untuk bekerja sama dengan Pak Rudi untuk memastikan bahwa warisan ibunya dikelola dengan baik.
Alice bergumam, "Alice, kamu tenang saja, aku akan menjaga apa yang seharusnya menjadi milikmu,"
**
Setelah menemui pengacara, Alice langsung menuju kampus. Dia sudah ada janji dengan Sisil, Cindi, Luna, dan Amel untuk menemui mahasiswi yang terlibat dengan kejahatan Marina. Mereka semua berkumpul di depan perpustakaan kampus.
"Siapa namanya?" Cindi bertanya, sambil memeriksa catatan di tangannya.
"Namanya Rachel," Alice menjawab. "Meskipun aku sudah mendapatkan rekaman CCTV itu, tapi aku masih perlu tahu informasi lain,"
Sisil mengangguk. "Aku sudah melakukan sedikit riset tentang Rachel. Dia terlihat cukup kooperatif, jadi semoga kita bisa mendapatkan informasi yang kita cari."
Luna menambahkan, "Aku juga sudah mencari tahu sedikit tentang latar belakangnya. Rachel adalah mahasiswi semester 5, jurusan hukum. Dia aktif di beberapa organisasi kampus."
Amel mengangguk. "Bagus, semoga dia mau berbicara dengan kita."
Alice, Sisil, Cindi, Luna, dan Amel langsung menuju ke tempat yang mereka percaya Rachel biasa berada. Setelah mencari-cari, mereka akhirnya menemukan Rachel sendirian di koridor kampus.
"Rachel!" Alice memanggil, suaranya tegas dan berwibawa.
Rachel menoleh, terkejut melihat kelima gadis itu mendekatinya dengan wajah serius. "A-apa yang kalian inginkan?" Rachel bertanya, tampak sedikit gugup.
Sisil langsung maju dan menarik lengan Rachel dengan kuat. "Kamu ikut dengan kami," Sisil berkata, suaranya tidak bisa ditawar.
Rachel mencoba melawan, tapi Sisil menariknya dengan lebih kuat. "Ayo, jangan bikin ribut," Sisil mengancam, suaranya keras.
Cindi, Luna, dan Amel mengikuti di belakang, membentuk semacam pagar di sekitar Rachel. Mereka membawa Rachel ke gudang di kampus, tempat yang jarang dikunjungi orang.
Setelah sampai di gudang, Alice menutup pintu dan memandang Rachel dengan tatapan tajam. "Kita tahu kamu terlibat dengan kejahatan seseorang. Beritahu kami apa yang kamu ketahui!" Alice menekan, suaranya tegas dan berwibawa.
Rachel tampak ketakutan, tidak tahu harus berbuat apa. "A-aku tidak tahu apa-apa..." Rachel mencoba berbohong, tapi Cindi langsung memotong dengan nada tidak sabar.
"Jangan coba-coba bohong, Rachel. Kita sudah tahu cukup banyak tentang kamu," Cindi menekan, suaranya keras.
Luna dan Amel berdiri di samping Cindi, menatap Rachel dengan tatapan tajam. "Berbicara, Rachel. Apa yang kamu ketahui tentang kejahatan orang itu?" Luna menekan, suaranya tegas.
Rachel semakin ketakutan, matanya berputar-putar mencari celah untuk melarikan diri. "A-aku tidak tahu apa yang kalian bicarakan..." Rachel mencoba berbohong lagi, tapi Alice langsung memotong dengan nada dingin.
"Bukan itu yang kita cari tahu, Rachel," Alice berkata dengan suara yang dingin. "Aku tahu kamu pernah bilang kepada mereka bahwa aku telah membully kamu. Apakah itu benar?" Alice menekan, suaranya tegas.
Rachel terkejut, tidak menyangka bahwa Alice mengetahui hal itu. "A-aku... aku hanya bilang itu karena... karena..." Rachel mencoba menjelaskan, tapi Sisil langsung memotong dengan nada keras.
"Karena apa? Karena kamu dibayar untuk bilang itu?" Sisil menuduh, suaranya keras dan tidak sabar.
Rachel menggelengkan kepala, air matanya mulai mengalir. "A-aku tidak dibayar... aku hanya... aku hanya takut..." Rachel mengakui, suaranya lirih.
Cindi maju selangkah, matanya menyipit. "Takut apa? Takut dengan siapa?" Cindi menekan, suaranya tidak sabar.
Alice menatap Rachel dengan tatapan tajam, matanya menyipit karena kemarahan. "Katakan, siapa orang itu?" Alice menekan, suaranya tegas dan berwibawa.
Rachel menarik napas dalam-dalam, kemudian menjawab dengan suara gemetar. "A-aku tidak tahu pasti... aku hanya tahu bahwa dia yang menyuruhku melakukan semua itu. Dia yang membayar aku untuk bilang bahwa kamu telah membully ku, Alice."
Sisil maju selangkah, matanya menyipit karena kemarahan. "Bagaimana kamu bisa terlibat dengan dia?" Sisil menekan, suaranya keras dan tidak sabar.
Cindi memotong, suaranya tidak sabar. "Apa yang kamu dapatkan sebagai imbalan?" Cindi menekan, matanya menatap tajam ke arah Rachel.
Rachel menarik napas dalam-dalam, kemudian menjawab dengan suara lirih. "A-aku mendapatkan uang... banyak uang. Tapi aku tidak tahu bahwa itu akan menyebabkan masalah seperti ini."
Alice menatap Rachel dengan tatapan tajam, kemudian bertanya dengan suara yang tegas. "Marina kah orangnya?"
Rachel terbelalak, matanya melebar karena takut dan terkejut. Dia tidak bisa berkata-kata, hanya mengangguk pelan.
Sisil memotong keheningan dengan suara yang keras. "Jadi, Marina yang menyuruhmu melakukan semua itu?"
Rachel mengangguk lagi, air matanya mengalir deras. "Y-ya... aku tidak tahu bahwa itu akan menyebabkan masalah seperti ini. Aku hanya melakukan apa yang disuruh..."
Alice menatap Rachel dengan tatapan tajam, kemudian berbicara dengan suara yang dingin. "Kamu harus memberitahu kami semua yang kamu tahu tentang Marina dan kejahatannya. Atau kalau tidak, aku akan membawa kasus ini ke jalur hukum."
Rachel terkejut, matanya melebar karena takut. "T-tidak... tolong jangan... aku tidak ingin dipenjara..." Rachel memohon, suaranya gemetar dan lemah.
Alice tidak bergeming, wajahnya menunjukkan ketegasan. "Kamu harus bertanggung jawab atas perbuatanmu. Kamu telah berbohong dan memfitnahku, dan itu tidak bisa dibiarkan begitu saja."
Rachel menangis, air matanya mengalir deras. "T-tolong... aku mohon... aku tidak ingin dipenjara... aku akan melakukan apa saja..." Rachel memohon, suaranya lirih dan lemah.
Sisil memotong, suaranya keras. "Kamu harus siap menghadapi konsekuensi atas perbuatanmu. Kamu tidak bisa hanya memohon dan menangis sekarang."
Rachel terus menangis tubuhnya gemetar karena takut. "A-aku tidak ingin... tolong... aku mohon..." Rachel memohon, suaranya lemah dan putus asa.
Alice menatap Rachel dengan tatapan dingin, kemudian berbicara dengan suara yang tegas. "Aku akan membawa kasus ini ke jalur hukum, dan kamu harus siap menghadapi konsekuensi atas perbuatanmu."
"Yah, karena ini masih mending daripada aku memu-tilasi tubuhmu secara langsung, harusnya dia bersyukur. Setidaknya untuk sekarang aku tidak membuat nama Alice kotor," kata Alice dalam hati.