•Sinopsis
Bagaimana jika dua insan yang tak saling kenal di satukan dalam sebuah ikatan pernikahan?
Keduanya hanya beberapa kali bertemu di acara-acara tertentu. Dan pada akhirnya mereka harus terbiasa bersama tanpa adanya sebuah rasa.
Tak terbersit di benak mereka, bahwa keduanya akan terikat oleh sebuah janji suci yang di ucapkan sang pria di depan para saksi.
Akankah keduanya bertahan hingga akhir? Atau malah berhenti di tengah jalan karena rasa cinta yang tak kunjung hadir?
Penasaran sama endingnya? Yuk ikutin ceritanya!..
Happy reading :)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yp_22, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22
"Thanks ya tumpangannya" ucap Viona sambil menyodorkan helm yang telah ia buka ke arah Rifki.
"Santai aja.. kapan-kapan kalo gak ada yang jemput kasih tau gue aja ya.. biar pulang bareng gue aja" ujar Rifki.
Viona hanya mengangkat jempolnya pertanda setuju. Ia pun pamit untuk segera masuk ke dalam rumah. Ia ingin segera berbaring di atas kasur empuknya, perutnya sedang terasa tidak nyaman sekarang.
Ceklek. Deg.
Ia terkejut saat ia membuka pintu masuk dan mendapati Michael duduk di atas sofa menghadap ke arahnya. Bukan hanya itu, yang membuatnya terasa tertangkap basah adalah tatapannya.
Michael menatap Viona dengan tatapan dingin yang mengintimidasi. Sudah lama ia tak melihat tatapan itu tertuju padanya, namun kini tatapan tersebut kembali muncul dengan ia yang tak tau kesalahan nya apa.
Ia mencoba abai dengan tatapan Michael. Ia masuk dan mengganti sendalnya.
"Tumben jam segini udah pulang Om?" Ujarnya.
"Duduk" ucap Michael dengan nada dingin.
'Wah.. ada apa ini gerangan, kok hawa-hawanya kaya ada yang beda ni' gumamnya dalam hati.
Tanpa membantah ia segera menghampiri Michael dan duduk di hadapannya.
"Kenapa Om?" Tanya Viona.
"Kamu masih ingat dengan berkas yang kamu tanda tangani setelah hari pernikahan?" Tanya Michael tanpa mengubah nada suaranya.
Viona mengangguk. "Berkas perjanjian kan? Inget kok."
"Lalu kenapa kamu melanggar? Bukan satu yang kamu langgar, tapi tiga."
"Bentar deh, perasaan aku gak ngelakuin kesalahan deh. Aku juga gak ngelanggar perjanjian yang udah aku tanda tangani."
Brak..
Michael menjatuhkan berkas perjanjian yang di maksudnya di atas meja dengan kasar hingga menimbulkan suara yang membuat Viona berjingkat kaget.
"Apa perlu saya bacakan untuk kamu isi di dalamnya? Di halaman tiga, sudah jelas tertulis bahwa kita tidak boleh berhubungan dengan lawan jenis, jangan membawa orang asing ke rumah dan harus memberi kabar jika pulang terlambat. Tapi apa? Kamu malah melanggar tiga hal tersebut."
"Saya sebagai suami kamu merasa tidak di hargai di sini!" Michael berkata panjang lebar dengan nada yang dingin dan urat leher yang mulai nampak tanda bahwa ia tengah menahan emosinya.
"Tapi aku gak punya hubungan dengan siapa pun, aku juga gak bawa orang asing ke rumah ini. Aku juga udah bilang kalo aku bakalan pulang telat karena ada kerja kelompok." jawab Viona cepat.
Emosinya mulai tersulut karena sedari tadi ia terus di sudutkan. Ia juga tak mau terus di salahkan. Apalagi sekarang ia sedang datang bulan, emosinya tak terkendali dan mudah terpancing.
"TERUS YANG TADI PULANG SAMA KAMU SIAPA HAH? KAMU JUGA BAWA DIA KE RUMAH INI!." Bentak Michael.
"Dan lagi, kamu bilang kamu pulang jam empat sore, tapi kamu sampai rumah jam lima" lanjutnya dengan nada yang lebih pelan.
Mata Viona berkaca-kaca saat mendengar bentakan Michael yang di tujukan untuknya. Ia berdiri dari duduk nya dengan tangan terkepal dan dada naik turun menahan emosi.
"DIA TEMEN GUE! DIA CUMAN NGANTERIN GUE BALIK, DIA GAK MAMPIR KE RUMAH. GUE PULANG TELAT KARENA ORANG YANG NGANTERIN GUE BALIK ADA URUSAN DI SUPERMARKET. GUE GAK NGELANGGAR PERJANJIAN YANG UDAH KITA SEPAKATI!" teriak Viona.
"TEMEN MANA YANG RELA NUNGGUIN KAMU PULANG SAMPAI JAM EMPAT SORE?"
"DIA GAK NUNGGUIN GUE, DIA JUGA ADA URUSAN DI SEKOLAH."
"TETAP SAJA KAMU MELANGGAR PERJANJIAN!!" Michael membentak Viona dengan lebih keras.
"TERSERAH!!"
Viona yang sudah tidak tahan mendengar bentakan-bentakan Michael memilih segera pergi menuju kamarnya dengan di lingkupi emosi yang membara.
Michael yang melihat Viona berjalan menuju lantai atas hanya menghela nafas beratnya. Ia mengusap wajahnya dengan kedua telapak tangannya, berharap hal tersebut mampu meredakan emosinya yang sudah mencapai ubun-ubun.
Sementara itu, Viona yang sudah sampai di depan kamarnya segera membuka pintu kamar dan kembali menutupnya dengan kasar hingga menimbulkan suara yang keras.
Ia melempar tas yang sedari tadi berada di pundak nya ke sembarang arah guna melampiaskan emosi.
Ia melemparkan tubuhnya ke atas kasur dan menyembunyikan wajahnya pada bantal.
Air matanya sudah mengucur deras sedari ia berjalan melewati tangga. Ia menangis tanpa suara, ia hanya menggigit ujung bantal guna menahan suaranya agar tak keluar.
Bagian bawah perutnya yang terasa sakit tak ia hiraukan. Ia hanya ingin menangis untuk sekarang.
Ia memang lemah, ia paling tidak bisa jika di bentak. Sekali saja ia di bentak, maka air matanya akan mengalir dengan deras.
Sekitar satu jam ia menangis tanpa suara, akibat kelelahan ia akhirnya tertidur tanpa mengubah posisinya.
***
Jam sudah menunjukkan pukul tujuh malam, Michael yang sedari tadi sudah berkutat di dapur terus saja melirik ke arah tangga menunggu kedatangan Viona.
Sebenarnya ia merasa bersalah karena sudah membentak gadis kecilnya itu, namun bagaimana lagi.. ia sudah kepang emosi saat melihat Viona pulang bersama lelaki pain saat ia sudah mengosongkan jadwalnya untuk menjemput gadis tersebut.
Setelah menyelesaikan acara masaknya, Michael langsung makan tanpa menunggu Viona.
Usai mengisi perutnya hingga kenyang, ia langsung pergi menuju ruang kerjanya untuk melanjutkan pekerjaannya yang tertunda.
Ia tak terlalu peduli Viona akan turun untuk makan atau tidak, ia masih kesal jika mengingat Viona pulang di bonceng oleh lelaki yang tidak di kenal olehnya.
Sementara itu, di kamarnya, Viona kini tengah berbaring dengan memainkan ponselnya guna menghilangkan jenuh.
Ia tak mau turun walau hanya untuk makan malam. Ia sedang menghindari Michael. Ia masih merasa dongkol saat mengingat tadi ia di bentak dengan begitu keras.
Viona tak memperdulikan perutnya yang mulai terasa lapar, ia lebih memilih untuk membaringkan tubuhnya dan segera tidur, berharap esok ia bisa bangun lebih pagi dari biasanya.
\=°°°•°°°\=
Waktu baru menunjukkan pukul lima subuh, tapi Viona kini sudah siap dengan seragam yang terpasang sempurna.
Ia berniat untuk pergi dari rumah sebelum bertemu dengan Michael. Ia akan pergi ke rumah orang tuanya dan mengambil motor kesayangannya.
Dengan mengendap-endap, ia berjalan menuruni tangga dan keluar rumah. Setibanya di luar, ia sudah di tunggu oleh taxi online yang sudah ia pesan tadi.
Dengan segera ia masuk dan menyampaikan tujuannya pada sang sopir.
Mobil melaju membelah jalanan kota yang terasa lenggang mengingat hari masih terlalu dini untuk memulai aktivitas.
"Udah sampe Neng" ucap pak Sopir saat mobil berhenti di depan sebuah rumah mewah milik keluarga Alexander.
"Oh iya pak. Uangnya udah di kirim ya pak" ucap Viona sembari turun dari taxi tersebut.
Dengan senyum lebarnya, Viona berjalan riang ke arah pintu masuk rumah orang tuanya. Untuk sejenak ia melupakan ke-gondokan nya pada sang suami.
"MAMAH.. PAPAH.. VIONA DATENG.." teriaknya kencang.
Amora yang tengah berada di dapur berjalan dengan sedikit berlari saat mendengar suara putri kesayangan nya.
"Viona.. sama siapa kamu kesini? Kenapa gak ngabari dulu?" Tanya Amora sembari menarik Viona ke dalam pelukannya.
"Viona ke sini sendiri mah. Sengaja gak ngabarin, biar surprise" ungkap Viona sembari melepaskan pelukan Amora.
"Lagian aku juga cuman sebentar, cuman ngambil motor kesayangan aku doang. Abis itu langsung ke sekolah" lanjutnya.
Amora mengernyitkan keningnya bingung. "Emangnya di bolehin sama suami kamu?, bukannya sekarang akmu di antar jemput ya sama Michael?" Tanya nya.
"Aku udah ijin kok, dia juga ngijinin" jawab Viona.
'Bohong dikit gak papa kali ya..' gumamnya dalam hati.
"Ouh.. ya udah kalo emang udah dapet ijin dari suami kamu. Oh iya.. mau sarapan di sini gak? Pasti belum sarapan kan?" Ujar Amora.
"Gak usah mah, Viona mau langsung ke sekolah aja."
"Ya udah terserah kamu. Tapi jangan lupa makan walaupun cuman sedikit" ucap Amora mengingatkan.
"Siap.. Viona mau ngambil kunci dulu ya mah, abis itu langsung berangkat. Mamah lanjutin aja masaknya, dadah.." pamit Amora sebelum mencium pipi Amora dan langsung pergi menuju kamarnya guna mengambil kunci motor yang sudah lama tak ia gunakan semenjak ia menikah.
Sedangkan Amora hanya tersenyum melihat tingkah Viona yang masih tak berubah.
Setelah Viona menemukan kuncinya, ia mengganti rok seragam yang tadi di pakainya dengan celana jeans hitam agar ia bisa leluasa mengendarai motor nya.
Segera ia pergi menuju garasi untuk mengambil motor besar kesayangannya.
Sambil memakai helm full face milik nya, Viona menaiki motor besar yang tampak bersih walau sudah lama tak terpakai.
Dengan perlahan ia melajukan motornya menuju gerbang rumah dan membunyikan klakson saat ia akan keluar gerbang dan melewati penjaga yang tersenyum ke arahnya.
Dengan senyum yang tersungging di bibirnya, Viona melajukan motornya membelah jalanan kota yang mulai ramai dengan kecepatan lumayan tinggi.
Segala kekesalan nya yang semua menumpuk dalam hatinya, terasa terbawa angin saat ia melajukan motornya dengan kecepatan tinggi.
Sekitar setengah jam kemudian, Viona sampai di parkiran sekolah. Banyak bisik-bisik yang terdengar saat ia kembali muncul dengan motor besar miliknya.
Bagaimana tidak, sudah tiga bulan ia tidak membawa motor ke sekolah dan hanya di antar jemput, dan sekarang ia kembali menggunakan motornya setelah beberapa bulan motornya menganggur di garasi. Bahkan Flora yang temannya saja sampai merasa heran saat melihatnya.
Tanpa memperdulikan bisik-bisik dan tatapan penuh keheranan yang di tujukan padanya, Viona melepaskan helm full face nya dan turun dari motor menghampiri Flora yang berdiri tak jauh dari tempatnya memarkirkan motor.
"Tumben bawa motor? Sopir hot lo kemana?"
Sesampainya Viona di hadapan Flora, Flora langsung mengajukan pertanyaan pada sahabatnya itu.
"Ketimpa bencana" jawab Viona acuh.
Flora mengernyit. "Bencana apaan?" Tanya nya penasaran.
"Bencana emosi."
Viona menjawab sambil mempercepat langkahnya karena tak ingin di tanyai lebih jauh tentang ia yang tak di antar oleh Michael yang mendapat julukan khusus dari Flora, yaitu 'sopir hot'.
Kening Flora semakin berkerut tak mengerti, otaknya yang minimalis tak mampu untuk menerjemahkan ucapan Viona yang di luar nurul.
Saat Flora tersadar Viona telah berada jauh di depan sana meninggalkan nya, Flora mengumpat dan segera mengejar Viona.
***
Jam sudah menunjukan pukul enam lebih lima belas menit, Michael yang baru turun dari kamarnya berkerut heran saat tak mendapati Viona yang biasanya sedang menyiapkan sarapan.
Tapi ia tak peduli, ia masih merasa jengkel saat kehadiran nya seolah tak di hargai.
Tanpa berniat mencari keberadaan Viona, Michael bergegas keluar dari rumah dan membawa mobilnya ke perusahaan yang di pimpin oleh nya.
Sesampainya Michael di depan pintu masuk perusahaan, Michael langsung masuk dan berjalan dengan ekspresi datarnya menuju lift khusus petinggi perusahaan.
Leon yang sudah menunggunya di depan lift segera membungkuk memberi hormat dan membuka pintu lift.
Saat lift berhenti di lantai paling atas, Michael segera keluar tanpa mengucapkan sepatah katapun. Ia berjalan menuju ruangannya yang berada tepat di depan lift.
Leon juga segera berjalan keluar dari lift, namun bukan untuk mengikuti Michael ke ruangannya, tapi ia akan pergi ke ruangan miliknya yang letaknya bersebelahan dengan ruangan milik Michael.
Michael segera duduk di kursi kebesaran miliknya dan muali memeriksa dokumen penting yang menumpuk di hadapannya.
Ia tampak fokus pada dokumen yang berada di hadapannya. Memeriksa setiap halaman untuk memastikan bahwa tidak ada sebuah kesalahan yang dapat merugikannya.
Tok. Tok. Tok.
"Masuk."
Michael menjawab tanpa mengalihkan tatapannya dari dokumen yang tengah ia periksa.
Ceklek.
"Permisi Tuan, maaf mengganggu waktu anda. Saya ingin menyampaikan, bahwa anda mendapatkan sebuah undangan Anniversary dari Tuan Rachel Weisz yang mewajibkan tamunya untuk membawa pasangan."