Gita sangat menyayangkan sifat suaminya yang tidak peduli padanya.
kakak iparnya justru yang lebih perduli padanya.
bagaimana Gita menanggapinya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Las Manalu Rumaijuk Lily, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
hampir berhasil..
Gita berjalan cepat, tetapi langkah kakinya terasa ringan. Dia menyusuri trotoar yang retak, menjauh dari mobil van Derby yang tersembunyi. Keheningan malam di sekitar Jembatan Manggarai mencekam.
Melalui headset-nya, dia bisa mendengar napas tenang Derby.
"Bagus, Gita. Pertahankan kecepatanmu, tetapi jangan terlihat tergesa-gesa," instruksi Derby. "Kamu sudah sampai di area penglihatan jembatan."
Gita melihat bayangan di kejauhan. Sebuah sedan hitam, yang tidak mencolok dan bersih, diparkir di dekat pilar jembatan. Dan di samping mobil itu, sesosok pria berdiri membelakangi Gita, tampak gelisah. Itu adalah Darren.
"Aku melihatnya, Kak," bisik Gita. "Darren ada di sana. Ada mobil sedan hitam di dekatnya. Dia sendirian... sepertinya."
"Jangan berasumsi," balas Derby tajam. "Temukan penutup. Ada gudang penyimpanan tua di sebelah kiri, sekitar 30 meter dari posisimu. Bersembunyi lah di balik gudang itu. Kita akan mengamati dulu."
Gita segera mengubah arah. Dia menyelinap ke area yang lebih gelap dan bersembunyi di balik tumpukan kotak kayu yang sudah lapuk di samping gudang tua itu. Dari sini, dia memiliki garis pandang yang jelas ke arah Darren dan mobilnya, sementara ia sendiri hampir tidak terlihat.
Darren terus melihat ke arlojinya, lalu menoleh ke belakang, ke arah jalan yang baru saja dilewati Gita. Dia jelas sedang menunggu seseorang.
Derby: "Amati mobilnya. Lampu sein, lampu plat nomor. Apakah ada jendela yang sedikit terbuka? Kita perlu memastikan tidak ada orang kedua di dalam mobil itu."
Gita fokus pada sedan hitam itu. Dia menggunakan cahaya bulan yang redup dan lampu jalan yang berkedip untuk memeriksanya.
Gita: "Mobil itu terkunci. Aku tidak melihat ada pergerakan di dalamnya. Jendela tertutup semua. Tapi... di kursi belakang, ada tumpukan map besar. Dan ada satu ransel gelap di jok penumpang."
Derby: "Ransel? Itu bisa jadi ransel perlengkapan, atau bisa jadi seseorang yang baru saja berjongkok di bawah dashboard. Tetap waspada."
Tiba-tiba, mata Darren berkedip. Ia menegakkan tubuh.
Di seberang jembatan, sebuah motor besar melaju perlahan, mesinnya menghasilkan suara dengungan rendah. Motor itu berhenti sekitar 50 meter dari Darren.
Pengendaranya, seorang pria yang mengenakan helm full-face hitam dan jaket kulit tebal, turun dan berjalan santai menuju Darren.
Gita: "Ada orang datang, Kak. Naik motor. Jaket kulit, helm tertutup."
Derby: "Itu bukan pertemuan bisnis formal. Itu adalah kurir. Atau, lebih mungkin, salah satu preman mereka. Tetap diam, Gita. Dengarkan. Jangan bergerak sampai ada perintahku."
Pria berhelm itu berhenti tepat di depan Darren. Mereka tidak berjabat tangan.
Pria Berhelm: (Suara yang terdengar teredam, tetapi sedikit terangkat) "Kau terlambat, Darren."
Darren: "Aku harus memastikan tidak ada yang mengikutiku. Apakah kau membawa yang kuminta?"
Pria berhelm itu mengangguk, lalu menunjuk ke arah mobil sedan Darren.
Pria Berhelm: "Kami tahu kau sudah mencari jalan keluar. Uang kami atau informasi tentang Satu\ Kali\ Lima\ Belas."
Darren: (Suara panik) "Aku sudah katakan, itu bukan di tanganku! Aku hanya perantara. Proyek itu diatur oleh... oleh orang di atas sana."
Pria Berhelm: "Kebohongan. Kau pergi ke Kalimantan dan kembali dengan tangan kosong. Kau membuang-buang waktu kami. Bos tidak senang."
Pria berhelm itu kemudian melirik cepat ke sekitar jembatan, tatapannya menyapu dekat area persembunyian Gita, meskipun ia tidak berhenti. Jantung Gita berdegup kencang, takut terdeteksi.
Derby: (Berbisik cepat melalui headset) "Darren sedang bernegosiasi. Dia mencoba mengalihkan tanggung jawab. Ini kesempatanmu, Gita. Mereka sedang tegang."
Derby: "Ingat, tugasmu adalah memecah perhatian. Beri dia kejutan. Keluarlah. Bertingkahlah seperti istri yang marah. Aku akan mengawasi motor itu."
Gita mengambil napas dalam-dalam. Dia segera memasukkan pelacak ke dalam saku celana jaketnya, siap untuk melepaskannya.
Dia melangkah keluar dari bayangan, membiarkan cahaya lampu jalan menerpanya.
"Darren!" teriak Gita, suaranya sedikit gemetar, tetapi cukup keras untuk memecah keheningan di jembatan.
Baik Darren maupun Pria Berhelm menoleh dengan cepat ke arah Gita.
Ekspresi terkejut dan marah langsung terpancar di wajah Darren.
Darren: "Gita? Apa yang kamu lakukan di sini?! Aku menyuruhmu menunggu!"
Gita: (Berjalan perlahan, berperan sebagai istri yang hancur) "Menunggu? Menunggu apa? Sampai kamu lari dari masalahmu lagi? Aku menemukan catatanmu! Siapa pria ini? Apa yang kamu sembunyikan dariku tentang 'Proyek Bali'?"
Pria Berhelm itu, yang tadinya tenang, kini bereaksi. Tangannya bergerak ke bagian belakang jaketnya.
Derby: (Tegas dan cepat di headset Gita) "Perhatian mereka terpecah, itu bagus. Sekarang, fokus pada ransel di kursi penumpang. Itu adalah target utama kita. Jaga jarak dengan Pria Berhelm itu. Dia bersenjata."
Darren: (Mendesis, berjalan cepat ke arah Gita) "Pergi, Gita! Ini bukan urusanmu! Kamu merusak segalanya!"
Darren mencoba mendorong Gita menjauh, tetapi Gita menolak.
Gita: (Sambil mundur dua langkah) "Aku tahu tentang transfer uang ke Swiss! Aku tahu tentang flash drive itu! Katakan padaku, siapa 'mereka' yang menghancurkan proyekmu, Darren?!"
Saat Darren mendekat untuk menarik lengan Gita, Gita menggunakan momen itu. Dia cepat-cepat mengulurkan tangan seolah akan memeluknya, tetapi sebaliknya, dia menyelipkan tangannya ke saku jaket Darren dan menjatuhkan pelacak kecil itu ke dalam saku jaketnya. Itu adalah tindakan refleks.
Gita: (Menjerit) "Jangan sentuh aku!"
Pria Berhelm itu kini mendekat. Dia mengeluarkan sesuatu dari balik jaketnya. Itu bukan senjata, melainkan laser genggam.
Pria Berhelm: "Wanita itu tahu terlalu banyak. Bawa dia."
Derby: (Suara mendesak) "Pelacak ada di Darren. Sekarang, lari, Gita! Lari ke arah berlawanan! Cepat!"
Gita tidak berpikir dua kali. Dia berbalik dan berlari sekuat tenaga.
Darren berteriak di belakangnya. "Gita, kembali! Bodoh!"
Saat Pria Berhelm itu mengejar, ia terpeleset di tumpukan pasir. Itu memberi Gita jeda waktu yang berharga.
Tiba-tiba, motor besar Pria Berhelm itu melaju sendiri ke tengah jalan dan terjatuh. Pria Berhelm itu terkejut dan menoleh ke belakang, mencari siapa yang mengganggu motornya. Dia melihat mobil van hitam yang tadinya tidak mencolok mulai bergerak.
Pria Berhelm: "Sialan! Ada orang lain!"
Gita berlari ke kegelapan, mendengar suara gesekan ban mobil di belakangnya. Dia tahu Derby telah berhasil mengalihkan perhatian pria itu.
Derby: (Di headset, suaranya terengah-engah tapi terkendali) "Terus lari! Aku mengambil jalan memutar. Bertemu di ujung jalan yang gelap, 200 meter dari sini. Jangan berhenti!"
Gita berlari seperti dikejar hantu, membelah malam. Dia tahu dia telah membuat kekacauan, tetapi dia juga telah berhasil menanam pelacak. Sekarang, yang terpenting adalah keselamatannya.
Gita berhasil menanam pelacak pada Darren dan sekarang sedang berlari menuju mobil van Derby. Apa yang harus menjadi fokus Gita selanjutnya setelah dia aman kembali ke mobil?