NovelToon NovelToon
ANA - Terlanjur Salah Pilih

ANA - Terlanjur Salah Pilih

Status: sedang berlangsung
Genre:Pelakor / Poligami / Cinta Terlarang
Popularitas:549
Nilai: 5
Nama Author: Frans Lizzie

Ana yang baru masuk ke tempat kerja baru, terpikat dengan Aris, pemuda yang tampan, baik, rajin bekerja dan sopan. Sempat pacaran selama setahun sebelum mereka menikah.
Di tahun kedua pernikahan mereka, karakter Aris berubah dan semakin lama semakin buruk dan jahat.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Frans Lizzie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 6 - Apakah Aris available?

“Arek-e isin, Ris,” sambar Yudi tiba-tiba. “Maka-ne ra iso ngomong.” 

DEG!!!

Apa sih si Yudi sinting ini, umpat Ana dalam hati. Yudi ini beneran sialan. Ihhhh, mulutnya ituuuu. Serasa ingin disemen cor aja itu mulut.

“Gimana Mas?” Aris menegakkan tubuhnya dan menghadapkan wajahnya ke meja Yudi.

“Crita-ne Dakocan nyuruh Ana nggawe invitation letter. Mendadak tur banyak. Sesok kudu rampung, mau dibawa sekalian pas sales call.”  Yudi berhenti bicara karena Mr. Duncan keluar dari kantornya dan masuk ke kantor Ling Xie. 

-Duncan menyuruh Ana membuat surat undangan banyak secara mendadak. Besok harus beres karena akan dibawa saat sales call-

Lalu Yudi melanjutkan, “Mendadak lho kuwi. Jam 12 awan. Wis ngono, printere rusak pisan. Wis tak kandani supoyo golek sampeyan, ben cepet beres printer’e. Nanging Ana-ne isin. Maka-ne aku sing nelpon sampeyan.” 

-mendadak karena baru jam 12 disuruhnya. Kemudian, printer nya rusak. Sudah ku sarankan untuk panggil kamu, tapi dia malu. Karena itu aku yang telepon kamu -

Aris menatap Ana sambil merapatkan bibirnya, mengulum senyum tipis. “Jangan malu-malu sama aku, Ana. Aku orangnya suka membantu kok. Kalau memang ada perlu call aja.”

Tenang Ana, hardik Ana sendiri di dalam hati. Jangan sampai kau bertingkah konyol. Memalukan. Ayo, tenang! Tenang!

“Iya,” jawab Ana lirih. “Saya cuma merasa tidak etis saja…, sekretaris kok cari minta tolong kepada manajer. Makanya saya berusaha minta tolong ke engineering dulu.”

Sambil terus memperbaiki printer, Aris mengeluarkan telpon genggamnya, “Lain kali jika ada masalah di mesin printer, fax atau telepon, hubungi aku saja. Berapa nomor hp mu, biar aku missed call.”

Ana menyebutkan sejumlah angka. Dan Aris segera menelponnya. Ana menarik laci paling atas mejanya. Teleponnya berdering dengan sejumlah angka baru muncul.

Ana menyimpan nomor telepon Aris itu dengan nama Pak Aris.

Terdengar suara sepatu ber heels di sepanjang lorong lantai marmer  mendekat, disusul dengan munculnya seorang wanita muda berusia tiga puluhan di pintu masuk sales office.

Aroma vanilla yang segar menerpa indra penciuman ketika wanita bermake-up tebal namun berkelas itu menghela napas panjang. Tubuhnya langsung terbanting di kursinya yang bisa berputar.  “Oohhh, capeknya.”

Wanita bernama Tiur itu memperhatikan Ana dan Aris yang sedang bertukar nomor hp itu. 

"Weeeeeiiii, jangan kau incar lagi itu temanku,” seru Tiur kepada Aris. “Ngapain kamu di sini deket-deket Ana.”

Aris tergelak. “Ah boru ini….mrepet terus. Ini lho, printer Ana rusak. Padahal lagi nge print tugas dari bos.”

“Ooohhh, gathering itu.” 

Tiur berdiri dan melihat tampilan monitor komputer Ana. 

“Kak Tiur, kata Mr. Duncan ada tambahan tamu yang diundang dari kakak. Bisa tolong diberikan sekarang, Kak?”

Tiur mengerutkan kening. “Tambahan tamu ya? Ehmm….apa yang dimaksud bule sableng itu.”

Aris menepuk pundak Ana perlahan. “Ana, printer nya sudah ku benerin. Dicoba dulu, di tes…”

Sebelum Ana mencoba printer nya, dia menoleh ke Tiur dengan pandangan memelas.  “Tolong ya Kak. Tambahan list tamunya. Soalnya besok pagi semua harus sudah siap untuk dibawa sales call.”

Kring!!!

Telepon di meja kerja Tiur berbunyi.

“Good afternoon, Sales and Marketing, Tiur speaking. How may I help you?”

Tiur mendengarkan dengan cermat.  “Okay, understand, Sir.”

Telepon ditutup.

Tiur menarik napas panjang kemudian menghembuskan lewat mulut. Lalu dia melihat arlojinya di tangan sebelah kirinya. 

“Udah baik lagi kan printer nya, Ana?” 

 Ana mengangguk dan memperlihatkan beberapa surat yang berhasil dicetak. “Udah bener kan kayak gini?”

Tiur mengangguk. “Semua alamat yang dari Duncan sudah dimasukkan ke format ya. Tinggal nge print?”

“Belum semua, Kak.”

“Udah hampir jam 4 lho. Mau selesai jam berapa nanti. Belum, nanti ada tambahan lagi dari aku… Sebentar aku print dulu.”

Yudi menyeletuk langsung dari seberang. Kali ini tak menggunakan bahasa Jawa, karena ada Tiur yang orang Batak. Karena Tiur pasti akan langsung komplain kalau sesama orang sales menggunakan bahasa yang tidak dia mengerti. 

“Kebiasaan lama Dakocan ini kalau kasih kerjaan seabrek dan harus cepat selesai. Sabar ya Mbak Ana.”

Sementara Tiur membuka filenya di komputer, Aris berbicara sambil menundukkan badannya ke arah Ana. “Gimana sudah oke kan printer-nya?”

“Oh sudah Pak Aris…. terima kasih banyak.” Ana membungkukkan badannya 90°.

    “Yaaaa, panggil pak lagi,” keluh Aris. “Jangan panggil pak, please. Aku kan belum tua.”

Tiur dan Yudi langsung dalam mode julid.

“Kasian deh elu,” ejek Tiur sambil memutarkan jari telunjuknya. “Nelangsa ya dipanggil pak sama cewe cantik.”

“Iya Ana. Ati-ati lho… jangan jatuh cinta sama Aris ini. Dia ini udah ada calon istri lho,” celetuk Yudi dari seberang.

Walau ada sekelebat rasa kecewa, tetapi Ana langsung bisa menguasai diri dan ekspresi wajahnya. “Ah, begitu. Lalu…kapan ini resepsinya.”

Aris segera menggeleng-gelengkan kepalanya. “Resepsi apaan? Calon apaan, jangan dengerin Yudi, Ana. Fitnah itu.”

“Lha, wingi pas kapan yo… mbakmu saka Tiban teko karo arek kuru rambut bob kuwi lho….” protes Yudi. “Jare mbak sampeyan, kuwi calon sampeyan.”

“Woiiii!!!” seru Tiur. “Speak Indonesian, please! Kita di tanah Melayu, ga ngerti itu bahasa kalian itu. Atau sekalian bahasa Inggris because we are hotelier.”   

“Maaf, maaf. Kebiasaan ngomong Jowo.” Yudi mengatupkan kedua telapak tangannya di dada.

Aris menepuk jidatnya. “Oooo, pas itu ya. Mbak Yati datang bawa banyak epok epok dan risol itu. Pas bawain buat semua staf engineering itu..”

“Iya itu,” sambung Yudi dengan semangat. “Pas aku bawain risol ayam dan epok epok kita makan bareng itu. Ito, Ling Xie, dan Uni semua makan.”

“Iya, iya, ooo itu dari Mbaknya Aris ya. Makasih lho, enak enak semua.” Tiur mengacungkan jempolnya. “Terus….., siapa nama calonmu, Ris. Orang apa, Jawa juga?”

Aris menggerak-gerakkan kedua tangannya memberi kode kalau semua tidak benar. “Gak! Gak, itu gak bener. Ah, ngaco semua. Aku gak tunangan sama siapa pun.”    

Yudi berdiri dan melangkah meninggalkan meja kerjanya. Wajahnya terlihat agak prihatin. “Lho tenan-ne tho Ris. Tenan-ne gimana crita-ne?”

Tiur langsung menggebrak mejanya pelan. “No jowo, jowo please. Respect other people here.” 

Tiur cukup geram karena tak bisa memahami ghibah seru saat ini.

“Ah, tahunan kerja bareng, Tiur. Gak pinter pinter boso jowo,”   timpal Yudi yang sudah berdiri di depan meja Ana dan Tiur.

Terdengar suara sepatu pump heels mendekat diikuti oleh munculnya sosok wanita berambut pendek, bertubuh mungil, kulitnya agak gelap namun wajahnya sangat manis dan imut, “Hei hei, hei, guysss….. Seru banget sih kedengeran dari lorong. Ada apa, ada apa, gosip apa nih….”

Yuni, nama wanita itu, menaruh tas kerjanya hati-hati ke atas meja lalu segera menjatuhkan bokong ke kursi putarnya. Lalu ia menaik turunkan alisnya berkali-kali sambil menatap semua orang.    

Yudi menyahut dengan tampang julid-nya, “Aris ini lho nggak mau ngaku kalau sudah punya tunangan. Padahal aku sudah pernah ketemu pas dia datang ke office engineering.”

“Jangan sebar fitnah Yudi,” suara Aris berubah. Emosi dia mulai meningkat. “Ngawur aja kamu kalau ngomong. Mana ada tunangan. Hati-hati ya kalau ngomong.”

Yudi terkesiap dengan perubahan nada suara Aris. Sikap santai dan  slengean nya langsung sirna. Ia tak menyangka kata-kata candanya membuat Aris marah.  

“Wah..slow Ris….slow. Jangan emosi gitulah.”

“Udah..udah..,” Tiur menengahi. “Kalo Aris bilang  masih jomblo, kita percaya kok. Mungkin saat itu Mbak Yati cuma bercanda saat membawa seorang gadis dan mengenalkannya sebagai calonmu.”

Yuni ikut menimpali untuk lebih mendinginkan suasana. “Iya mungkin mbaknya Aris lagi mak comblang in buat kamu “

Mendengar perkataan Yuni, raut wajah tegang Aris mulai mengendur. Saat mulai berbicara suaranya kembali hangat dan tenang. “Iya bener sih Uni. Aku jadi merasa serba salah. Mau menolak aku tidak enak karena Mbak Yati dan Mas Pandu, bojo-ne dulu yang banyak membantu aku pas awal awal aku di Batam.”

“Ooo … ngono yo. Ups!”  Yudi menepuk dahinya sambil nyengir kepada Tiur. Kelepasan ngomong bahasa Jawa lagi.    

“Ya, maksudku aku minta maaf ya Ris, kalau aku kayak nyebar nyebar berita kamu udah punya tunangan. Kukira bener, sebab Mbak Yati yang ngomong.”

Tiur tersenyum-senyum sambil mengedipkan mata berkali-kali kepada Yudi dan Yuni.  “Tindakanmu itu mematikan peluang lho, Yudi.”

Yudi dan Yuni sama-sama mengangkat alis lalu bersama-sana mengangguk-anggukkan kepala.

“Iya…paham…paham.”

Ana diam saja mendengarkan keseruan pembicaraan staff sales itu. Walau dia terlihat sibuk dan memasukkan nama nama undangan pada format surat beserta amplopnya, telinganya sangat peka mendengarkan untuk menangkap maknanya.

Dalam hatinya Ana berkata, ohh sudah dijodoh-jodohkan tetapi masih belum sreg di hati Mas Aris. Baguslah.

Eh! Ana tersentak dalam hati. Kok aku  merasa bersyukur dan bilang baguslah? Wah, aku ini kenapa sih.

Sedangkan Aris walau sudah tidak sekesal tadi, masih memancarkan aura yang agak kelam. Ia melihat jam di tangannya. “Sudah jam 4 lebih ini. Aku balik ke office ya. Aku udah telat untuk ikut briefing pergantian shift.”

“Terimakasih ya Aris,” seru Tiur dan Yuni hampir bersamaan.

“Ris, maturnuwun yo,” sahut Yudi lirih. “Sorry aku tadi bikin sampeyan jengkel.”

Aris tersenyum tipis seperti masih tertahan dan tidak tulus.

Ana menyambung, “Mas Aris terimakasih ya, printer ku diperbaiki dengan cepat. Kalau tidak….., mati aku.”

Senyum Aris lebih mengembang sekarang. “Panggil aku aja kalau ada masalah lagi. Aku balik ke engineering dulu ya. Kalau nanti aku sudah beres, aku balik ke sini lagi buat bantuin kamu.”

Yudi meniupkan udara pelan dari mulutnya. Matanya saling bertukar pandang dengan Tiur dan Yuni.

Ketika Aris mulai melangkahkan kaki untuk keluar dari Sales Office, Tiur memanggil. “Ris, Sabtu dua Minggu lagi ini kamu sibuk tak? Kami sales team mau bakar-bakar di rumahku. Sekalian rayain hari jadi ku. Nginep dan asyik-asyik kita semalaman. Minggu baru balik lagi ke mess.”

Tiur memang sudah membeli sebuah rumah sendiri di Batam ini. Dia sudah 5 tahun bekerja di Hotel Atlantic. Jadi walaupun Tiur masih lajang, dia sudah bisa mencicil rumah dari hasil tabungannya.

Yudi juga menyambung, “Ikutlah Ris. Jangan pulang ke Tiban terus, rumah Mbakmu. Bonceng Ana ke rumah Tiur. Karena Yuni mau langsung nginep di rumah Tiur habis pulang kerja hari Jumat. Ling Xie kan rumah sendiri. Aku ya pergi sama Aniek, bojoku.”

"Aku mau bantuin Tiur belanja bahan makanan,” sambung Yuni. “Kasihan Ana kalau harus berangkat sendiri dari mess. Mana belum hapal jalan-jalan di Batam dia.”

Muka Aris terlihat kembali berseri, “Bolehlah. Nanti aku kabari mbakku kalau aku nggak pulang.”

Aris melambaikan tangannya ke atas untuk pamit sebelum melangkah keluar dari sales office.

     

1
strawberry 27
di tunggu kelanjutannya kak , bikin penasaran
strawberry 27
di tunggu keseruan selanjutnya author
strawberry 27
Klo Aris tidak ada niat buruk ke Ana, dan niat nya tulus nganterin Ana liat² Batam, tidur di rumah Hendra pasti mau, ini Aris sudah pertama ke Tanjung Pinang ,Ana yg bayar i , SPT nya gue tau niat busuk Aris apalagi KLO bukan pingin melancarkan aksi nya di hotel sama Ana
strawberry 27: salah paham sy dgn author nya, maksud sy bukan pertama x Aris ke Tanjung Pinang tapi ,dari awal yg Aris minta duit 200 ribu buat bayar PP itu lho hehehe,,,
total 2 replies
strawberry 27
Wah Aris ada mau nya sama Ana tu, sudah ke Tanjung Pinang minta di bayar i , e Hendra baik banget nawari bermalam di rumah nya di tolak, hati² Ana , si Aris ada niat busuk ke Ana, Aris pasti pingin nginep di hotel berdua an sama Ana, dah gitu x aja Ana yg di suruh bayari hotel bukan itu aja, Aris punya niat buruk ke Ana , Ana hati². sama Aris buaya darat
strawberry 27: iya bikin penasaran aja si Aris mau ngapain ke Ana 🤭🤭
total 3 replies
strawberry 27
waduh si Aris kok pelit ,nggak bayari Ana yg 200 ribu buat ke TP😠
strawberry 27: Aris ternyata cuma pingin menaklukkan Ana doank, habis itu ya sudah
total 4 replies
Frans Lizzie
Terima kasih buat dukungannya.😍😍
strawberry 27
lanjut kak,,,nunggu in nich
strawberry 27
wah ,,Tiur perlu bingit blajar basa Jawa thor biar makin seru KLO ngobrol bareng 😄
strawberry 27
di tunggu kelanjutannya kak, seru nich. bikin penasaran
strawberry 27: sama² kak 🙏
total 2 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!