Dikhianati dan difitnah oleh selir suaminya, Ratu Corvina Lysandre terlahir kembali dengan tekad akan merubah nasib buruknya.
Kali ini, ia tak akan lagi mengejar cinta sang kaisar, ia menagih dendam dan keadilan.
Dalam istana yang berlapis senyum dan racun, Corvina akan membuat semua orang berlutut… termasuk sang kaisar yang dulu membiarkannya mati.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Arjunasatria, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22
Rumor tentang Ratu Corvina mulai menyebar di seluruh istana. Count Felix dan Meriel, yang menjadi dalang di baliknya, bahkan Count Felix dengan sengaja menebarkan kabar itu ke luar tembok kerajaan. Akibatnya, para bangsawan pria mulai berani mendekati sang ratu tanpa rasa takut.
Lebih dari itu, Felix bahkan menghasut sebagian dari mereka untuk datang langsung ke Istana Ratu, agar seolah-olah rumor itu benar bahwa banyak pria keluar masuk istana Ratu. Padahal kenyataannya, Corvina sama sekali tidak pernah menemui mereka.
Namun, gosip tetap tumbuh seperti racun. Bahkan pria dari kalangan rendah kini berani mencoba keberuntungan, datang ke istana dengan alasan yang dibuat-buat.
Keesokan harinya, ia mengundang Grand Duke Theon ke istananya. Kebetulan, saat Corvina tengah berjalan santai di tepi danau, seorang pria asing tiba-tiba muncul dan mendekatinya dengan senyum genit.
Entah dari mana pria itu tahu keberadaan sang Ratu di sana namun Corvina sadar, ini bukan kebetulan. Ini bagian dari permainan yang dimulai oleh Count Felix dan Meriel.
“Hormat saya kepada Yang Mulia Ratu,” sapa pria itu sambil menunduk, tapi matanya menatap Corvina tanpa sopan sedikit pun. “Saya sudah lama ingin bertemu dengan wanita secantik Anda.”
Corvina berhenti melangkah. Tatapannya tajam, tapi suaranya tetap tenang. “Dan siapa kau, berani bicara seperti itu pada Ratu Kekaisaran?”
Pria itu tersenyum miring. “Ah, maafkan kelancangan saya. Nama saya Baron Lutas. Saya hanya mendengar ... kabar bahwa Yang Mulia sangat terbuka pada para tamu pria.”
Wajah Cesie, yang berdiri di belakang Corvina, langsung memucat. “Beraninya kau bicara begitu pada Yang Mulia!”
Namun Corvina mengangkat tangannya, menahan Cesie agar tidak bicara lebih jauh. Ia menatap Lutas dingin, seolah menelanjangi kebodohan pria itu hanya dengan tatapan. “Kabar, katamu?”
Lutas mengangguk, agak kikuk, tapi tetap mencoba bersikap menggoda. “Y-ya … semua orang membicarakannya. Jadi saya pikir....”
“Jadi kau pikir bisa mempermalukanku di halaman istanaku sendiri?” potong Corvina tajam. Suaranya berubah dingin, menusuk.
"Lantas jika tidak bisa disini," Baron Lutas tersenyum miring, "apa bisa kita bicara di istana Yang Mulia Ratu? Di dalam kamar misalnya?"
Cesie yang mendengar itu langsung naik pitam. "Anda benar-benar kurang ajar Baron Lutas!"
Dan saat itu langkah berat terdengar di belakang mereka. Theon baru tiba, diiringi dua pengawal.
“Yang Mulia,” katanya sambil menunduk hormat, tapi matanya segera beralih ke arah Lutas. “Siapa orang ini?”
“Seorang baron yang pikir dirinya pantas berbicara dengan Ratu seperti teman minum di kedai,” jawab Corvina datar.
Theon menatap pria itu lama, lalu berkata dingin, “Pengawal. Bawa dia ke penjara istana. Kau bisa laporkan bahwa Baron Lutas mencoba melecehkan Ratu di tempat umum.”
“Tidak! Aku hanya ....”
Suara pria itu terputus ketika pengawal menarik lengannya kasar.
Corvina menatap punggung pria itu yang diseret pergi, lalu menghela napas perlahan. “Kau lihat, Grand Duke Theon? Beginilah cara mereka mengujiku. Semua karena satu rumor.”
"Bagaimana Anda akan mengatasi rumor itu, Yang Mulia?" tanya Theon.
Corvina mendengus. "Entahlah, Grand Duke. Rumor itu semakin kesini semakin menjadi."
Theon menatap wajah Corvina yang tampak tegas namun menyimpan letih di balik matanya. “Rumor tidak bisa dibungkam dengan hanya Anda diam saja, Yang Mulia,” katanya tenang. “Tapi bisa lenyap jika Anda segera bertindak.”
Corvina memalingkan pandangan ke danau, ujung gaunnya tertiup angin lembut. “Bertindak, ya? Masalahnya, Theon, mereka sudah terlanjur percaya pada rumor tersebut.”
Theon terdiam sesaat, lalu melangkah mendekat hingga bayangannya menyatu dengan bayangan Corvina di permukaan air. “Kalau begitu, buatlah rumor itu menjadi kenyataan.”
Corvina menatapnya, sedikit terkejut. “Maksudmu?”
Theon menunduk sedikit, suaranya menurun menjadi lebih rendah. “Izinkan aku membuat mereka sadar siapa yang mereka permainkan. Kalau rumor bilang Ratu dekat dengan Grand Duke, maka biarkan mereka melihatnya dengan mata kepala sendiri. Tapi dalam versi yang kita kendalikan.”
Corvina mengerutkan kening. “Kau ingin memanfaatkan rumor itu?”
“Tidak memanfaatkan,” jawab Theon, sudut bibirnya terangkat tipis. “Menjadikannya tameng.”
Untuk pertama kalinya, Corvina menatap Theon cukup lama. Ada sesuatu di sana, keyakinan yang tajam, dan sedikit keberanian yang terasa berbahaya.
“Kalau itu bisa melindungi Ratu,” kata Theon mantap, “aku berani lebih dari itu.”
Hening menggantung beberapa saat di antara mereka, hanya suara angin dan riak air yang terdengar. Corvina akhirnya tersenyum kecil, samar tapi tulus. “Baiklah, Grand Duke. Mari kita lihat … seberapa jauh kau berani melindungi Ratu dengan rumor Grand Duke adalah kekasih Ratu.”
Theon tersenyum, lalu menunduk hormat. “Sampai rumor itu berubah menjadi legenda, Yang Mulia.”
"Lalu bagaimana dengan si pembuat rumor?" tanya Corvina
"Rumor itu suatu saat nanti akan menjadi bumerang," Theon menjawab dengan santai, “…dan saat hari itu tiba,” lanjut Theon pelan, menatap lurus ke mata Corvina, “aku pastikan orang yang menyalakan api akan terbakar oleh apinya sendiri.”
Corvina menatapnya tajam, namun sorot matanya menyimpan sesuatu yang lain, pengakuan diam-diam bahwa kata-kata Theon memberinya sedikit ketenangan. “Kau bicara seolah sudah tahu siapa pelakunya,” ucapnya.
Theon tersenyum samar. “Aku punya dugaan, tapi aku tidak ingin menuduh tanpa bukti. Namun jika izinkan aku menyelidikinya, Yang Mulia … aku akan pastikan namamu bersih sebelum pesta berikutnya dimulai.”
“Pesta?” Corvina menatapnya heran. “Kau pikir aku masih ingin menghadiri pesta-pesta kosong itu?”
Theon mengangkat bahu. “Justru di sanalah medan pertempurannya, Yang Mulia. Rumor tidak tumbuh di medan perang, tapi di antara gelas anggur dan bisikan para bangsawan.”
Corvina terdiam, lalu tersenyum getir. “Kau benar.” Ia melangkah melewati Theon, angin dan aroma bunga dari tepi danau berputar di sekelilingnya. “Kalau begitu, Grand Duke, persiapkan dirimu. Aku akan menjadikan mu selir ku.” Corvina terkekeh geli mendengar ia mengucapkan itu. Sementara Theon tersenyum puas.
Theon menatap punggung Corvina yang berjalan menjauh, gaun biru lembutnya bergoyang tertiup angin. “Perintah yang menyenangkan untuk dijalankan,” gumamnya pelan.
Sementara itu, jauh di balik dinding istana, seseorang sudah mendengar kabar bahwa Grand Duke dan Ratu kini terlihat terlalu dekat. Dan seperti yang selalu terjadi di istana, satu rumor baru mulai lahir dari sisa rumor lama dan semakin sulit untuk dihentikan.
bertele2