Patah hati membawa Russel menemukan jati dirinya di tubuh militer negri. Alih-alih dapat mengobati luka hati dengan menumpahkan rasa cintanya pada setiap jengkal tanah bumi pertiwi, ia justru diresahkan oleh 'Jenggala', misinya dari atasan.
Jenggala, sosok cantik, kuat namun keras kepala. Sifat yang ia dapatkan dari sang ayah. Siapa sangka dibalik sikap frontalnya, Jenggala menyimpan banyak rahasia layaknya rimba nusantara yang membuat Russel menaruh perhatian khusus untuknya di luar tugas atasan.
~~~~
"Lautan kusebrangi, Jenggala (hutan) kan kujelajahi..."
Gala langsung menyilangkan kedua tangannya di dada, "dasar tentara kurang aj ar!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sinta amalia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tiga puluh ~ Terjangan badai
Gara-gara Russel, jadinya sepanjang perjalanan pulang ini, Gala berlari sambil menyanyikan lagu komando yang dulu sering ia dengar jika para prajurit tengah berlari pagi atau sore berbanjar-banjar tepat di depan rumah. Dan nanti, ia akan melambai.
Papa!
Itu papa, ma!
Kemudian mama mengangguk datang ke arahnya, bersamaan dengan kak Ayunda yang hanya melirik malas, "Lala lebay ..papa lewat tiap sore kok."
Tapi mama dan Lala akan berteriak, "semangat papa!"
Papa mengedip membuat Gala dan mama tertawa bersama. Sungguh potret keluarga harmonis.
~~
Ia melihat menunduk, ke arah sepatu yang simpul talinya terlepas. Lalu berjongkok sejenak demi membetulkan. Tak sengaja matanya melirik bunga-bunga liar di pinggiran bahu jalan itu nampak bermekaran, kuning, pink, merah. Letak tumbuhnya itu hanya nyempil di sela-sela paving blok dan betonan.
Gala tersenyum, bahkan diantara gempuran musim, debu jalanan dan polusi, tanpa pupuk atau nutrisi memadai mereka masih bisa mekar dengan cantiknya, tak peduli jika tidak dihargai atau hanya akan terinjak dan ma ti pada waktunya, ia tak menghindari nasibnya itu, justru menghadapi dengan kuatnya, yang penting pernah hidup dengan baik setidaknya untuk diri sendiri. Padahal bunga-bunga yang ada dalam naungan kebun dan dirawat, belum tentu bisa seperti itu.
Gala memberikan sedikit air minumnya untuk mereka, "kamu kuat sekali. Ngga kaya aku. Jadi malu sama kalian."
Gala berdiri setelah berhasil menghabiskan sisa air minumnya, lalu melanjutkan langkahnya dengan berjalan kaki saja menuju rumah.
Sepi, ia menemukan ketenangan disana. Namun baru saja ia ingin menikmati sunyi ini, seseorang mengetuk pintu rumah.
Dia tante Rene, saat Gala membuka pintu rumahnya, wanita itu tersenyum, "tante kira belum pulang. Tadi mamamu titip pesen, tolong liatin Lala-nya om Cikal," kekehnya membuat Gala mencebik, "apa sih, mama."
Tante Rene mencolek hidung Gala, "takut kabur lagi. Nih... tante Rene goreng pisang tadi, Tante bawa tumisan kacang merah dan tempe goreng. Kata mama, Lala belum sempat sarapan. Mama belum sempat masak, cuma ada nasi." ia langsung masuk ke dalam rumah, menaruh makanan yang dibawanya lalu menyisihkan itu di piring, hanya porsi untuk Gala saja.
"Ya ampun, Tante sampe repot-repot begini. Padahal Lala bisa goreng telur kok. Atau ada mie instan."
Namun perempuan yang kini mencepol rambutnya itu menggeleng, "emhh, jangan mie instan. Tante kira, kamu bakalan main ke rumah, tapi sejak kedatangan kamu kesini, ngga ada tuh batang hidung kamu masuk pintu dapur. Ngga kangen Ilyas? Dinda?"
Gala tersenyum mencomot kacang merah bumbu merah bawaan tante Rene, "kangen. Nanti aku main ke rumah Tante."
Tante Rene menyipitkan matanya, "rumah om Zaid juga, Tante Mirna juga ngomel ngomel, Lala ngga main kesana." Selesai, ia kini membawa kembali kotak makan bekas yang telah dicuci barusan di wastafel.
"Tante makasih ya.." sungguh Gala membutakan dirinya, padahal orang-orang disini begitu menyayanginya.
"Apa sih, biasanya juga gitu dulu. Lala aja yang mendadak durhaka. Main pergi bertahun-tahun." Ia menerima pelukan Gala lalu pergi setelah memastikan Gala bisa sarapan.
"Nanti aku ke rumah, mau makan sama mandi dulu." Ujarnya berteriak saat tante Rene sudah di ambang pintu.
"Iya! Tante tunggu!"
Sesuai janjinya, Gala memang benar menghabiskan waktunya menyambangi rumah om Cikal dan om Zaid. Bertemu dengan Ilyas, Dinda anak-anak om Cikal lalu ada Jiran dan Jaelani anak om Zaid.
Gala memang tak bisa diam, yang dilakukannya bahkan sampai di tahap, membantu kedua tantenya itu beres beres rumah dan bermain dengan anak anak mereka tanpa disadari, misalnya, mengobrol dengan Tante Rene yang sedang mencuci ujung-ujungnya bercanda sambil membantunya menjemur atau bermain dengan anak-anak itu berujung membantu mereka mengerjakan tugas sekolah. Semua mengalir begitu saja tanpa merasa ada paksaan membuat kedua keluarga rekan papa Irianto ini sesayang itu pada Gala.
Ponselnya bergetar
Mamaku
📩 Dimana?
Om Dandi
📷 mau beli ini ngga?
Lirikannya jatuh pada angka-angka di pojok kiri ponsel, "tante, Lala pulang ya! Udah sore, mama juga udah pulang nanyain Lala dimana!"
Tante Mirna melongokan kepalanya dari dapur, "ha! Ngga mau tunggu om Zaidmu balik?"
Gala menggeleng, "aku mau bawa donat aja."
Tante Mirna tertawa, "bawalah, ambil plastik, bawa pulang buatmu nyemil di rumah."
Gala menenteng plastik berisi donat dengan gula salju dan gula semut pemberian tante Mirna, sementara tadi pagi, pisang goreng masih ada dua potong di rumah hasil bawaan tante Rene. Sungguh rejekinya...
Ia patut bernafas lega, sore ini ia tak harus menjumpai kakak iparnya, sebab ia memilih pulang ke rumah dinasnya sendiri bersama kak Ayunda.
Gala, mama dan papa mengisi ruang depan dimana tanta Yubi tengah merapikan bajunya, sementara om Dandi memacking hasil oleh-oleh yang akan mereka bawa pulang ke kota Karang dalam kardus. Sementara Gala dan papa menonton televisi, mama masih sibuk bekerja memasukan beberapa data anak didiknya, *mungkin*. Sebab yang Gala lihat beberapa nilai sedang ia masukan ke dalam tabel.
Melihat pandangan Gala yang nyalang pada kotak kardus dan tas ransel milik om dan tanta nya itu, mama langsung memecah lamunannya.
"Sudah pilih kampus mana untuk gelar magister?" sorot mata mama serius bertanya dari balik kacamata minusnya.
"Atau mau daftar akmil saja? Mumpung usiamu masih bisa ikut..." ujar papa lebih tak mungkin, Gala hanya bisa menatapnya horor sambil mendengus, *terus berlagak songong? Dan merasa paling jago sebab ia menjadi seorang perwira? Oh tidak*! Tanta Yubi tertawa, "dia? Jadi taruni? Bangun saja pas ayam jago sudah ngantor. Jadi taruna akmil itu bangun bahkan saat matahari masih mimpi."
"Yang jelas aku mau masuk kampus dengan jurusan seni, melanjutkan pendidikan sebelumnya."
"Ku kira kau cari kampus yang ada kasur nya." Kelakar om Dandi.
"Ya...kalau bisa menyediakan fasilitas jajan gratis juga."
Mama yang awalnya sedang menginput data-data anak didiknya itu, kini menutup laman di laptop merasa lelah, ia bahkan sudah melepas kacamatanya meski kemudian tak sengaja ia iseng membuka file berisi foto-foto masa lalu.
Ada senyum terulas dari bibirnya, lalu memutar laptop menghadap pada Gala, "ingat ngga ini, kamu nangis di sekolah sampai-sampai gurumu telfon papa untuk jemput, gara-gara rok merahmu basah...taunya, masalahnya sepele, karena kamu ngompol di celana di kelas, sudah ngga tahan tapi tak mau masuk toilet sekolah SD."
Mereka semua tertawa terkecuali Gala yang wajahnya memerah malu, "apa sih, kapan?! Ngga ingat aku."
"Dan yang ini, waktu liburan di pantai Pasir Panjang, kamu mogok makan, sebab istana pasir kakakmu lebih bagus, akhirnya papa yang buatkan lebih baik, dan gantian, kakakmu yang ngambek."
"Ah ingat!" om Dandi ikut berkomentar, "yang ngambeknya sampai borong es krim satu gerobak?"
Tidak, bukan tawa yang ingin Lala keluarkan sekarang, tapi tangisan. Bukan sebab malu, namun ..ia merasa telah kehilangan bahagia itu sekarang.
Rupanya hal itu yang dirasakan mama juga, ia tertawa bersama papa, om Dandi dan tanta Yubi, namun ada air mata yang kini menetes darinya.
Sejenak suasana mendadak canggung saat mama mengusap air matanya, "Haduhhh geli sekali, mama." bohongnya, sebab ketika ia mengklik lagi foto selanjutnya.
Bukan hanya Lala yang cukup terkejut tegang, melainkan papa juga.
"Ini saat badai itu mulai menyapa..." sebuah foto keluarga lengkap, bersama seorang lain yang berada di samping mama,
Tanta Rara....
Gala menoleh pada mama, merasa jika mama tau sesuatu.
Mama langsung beranjak ke arah kamarnya membuat mereka langsung terdiam, papa yang menyadari ada hal janggal menyusul.
Om Dandi menggeser laptop dan melihat itu bersama tanta Yubi, mereka cukup dibuat terkejut juga melihatnya.
"Om, apa mama tau?"
Om Dandi menggeleng begitupun tanta Yubi yang menatap Gala dan suaminya bergantian, "firasatku bilang, kak Hanin tau."
Gala menatap pintu kamar mama dan papa yang tertutup, ia beranjak ingin mengetuk, namun suara di dalam sana jelas terdengar olehnya.
"Aku minta maaf...hukumlah aku, jangan hukum dirimu sendiri."
Air matanya benar-benar sudah menganak sungai dengan kepalan tangan yang berada di udara.
.
.
.
.
Semoga setelah badai ini menerjang, akan ada damai datang
lanjut
lanjut
ikutan nangis dong di bab ini ikut merasakan yg gala rasakan....klo gala ice rasa getir ...yg aq rasa mie kuah rasa asin alias ingus meleleh krn baca sambil makan mie rebus 😭😭