Nara Anjani Sukma berada di situasi harus menikah dengan adik angkat pria yang akan melamarnya. Sakti Pradana tidak menduga ia akan bertukar jodoh dengan kakak angkatnya. Dua karakter bertolak belakang, pertemuan tak terduga dan pernikahan mendadak seperti tahu bulat, drama rumah tangga apa yang akan mereka jalani.
===
“Sudah siap ya, sekarang aku suamimu. Bersiaplah aku buat kamu bahagia jiwa dan raga.” Sakti Pradana.
“Aku penasaran, apa milikmu bisa sesakti namamu.” Nara Anjani Sukma
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dtyas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
22. Model Pengganti
Bab 22
Terdengar suara Serli terbahak, entah apa yang dibicarakan oleh wanita itu. Tidak tahu diri, kalimat yang pantas untuk Serli dan Nola. Berada di ruang tamu, duduk menyilang kaki. Serli terlihat meneguk minumannya. Sampanye, entah ada perayaan apa. Bahkan malam belum beranjak larut. Opa sepertinya sudah istirahat, dan kedua wanita ini malah menikmati waktu dengan alkohol.
“Hai, Nara. Mau bergabung,” ajak Serli mengangkat gelasnya.
Nara bersedekap menatap Serli sambil menggeleng pelan.
“Opa sedang istirahat dan kalian malah mabuk, pake cengengesan nggak jelas.”
“Jangan terlalu kolot Ra, lo udah biasa begini juga ‘kan?” ejek Serli dan Nola tersenyum sinis.
“Jangan menormalisasi apa yang biasa lo lakukan ke orang lain.” Nara mendekat lalu merebut gelas yang dipegang Serli dan menyiramkan isi gelas pada wajah wanita itu.
“Gil4 lo ya,” teriak Serli lalu berdiri menunjuk Nara.
Nara terkekeh. “Orang gil4 teriak gil4.”
“Nara, jaga sikap kamu.” Kali ini Nola yang bicara, membela putrinya.
“Dia yang harus jaga bicara. Nasehati dan didik biar tidak li4r.” Nara menunjuk Serli.
“Heh, dengar ya. Hanya karena kamu cucu kandung Opa bukan berarti bisa seenaknya.” Serli mendekat, tangannya ingin meraih kerah blouse Nara. namun, Nara lebih dulu menghindar.
“Harusnya gue yang bilang begitu. Kalian sudah ditampung di sini, jangan seenaknya.”
“Nara, kami masih bagian dari keluarga. Ayah kamu suamiku,” cetus Nola. Ibu dan anak itu saling bela menyerbu Nara.
“Mantan suami, ayahku sudah meninggal dan kamu hanya mantan istri. Kalau merasa bagian dari keluarga, seharusnya bersikap seperti keluarga bukan seperti orang tidak tahu diri dan tidak tahu terima kasih,” tutur Nara. “Kamu pikir dengan menyebarkan isu aku hamil dan menikah dadakan, bisa memberikan dunia dan mendapatkan perhatian opa? Sayangnya tidak. Sebagian berita itu sudah ditarik, surat teguran sudah dikirim. Sebentar lagi kamu akan dicecar oleh media karena menyampaikan berita bohong.”
“Maksud lo apa?” tanya Serli.
“Jangan berlagak beg0, lo tau maksud gue.”
Serli menelan saliva, tidak bisa menolak apa yang dituduhkan. Sempat saling tatap dengan Nola.
“Mana buktinya kalau Serli melakukan itu,” seru Nola.
Nara berdecak lalu mengeluarkan ponsel dari tasnya. “Bahkan aku punya screenshot percakapan kamu dengan media.”
“Tidak mungkin, itu pasti fitnah.”
“Lo lupa kalau gue Nara Wijaya. Masalah begini masih bisa handle. Ini terakhir lo berulah atau pergi dari rumah ini.”
“Kamu tidak berhak mengusir kami,” ujar Nola. “Rumah ini milik Jimmy, bukan milikmu.”
“Ya Tuhan, sepertinya kalian amnesia. Aku cucu kandung Jimmy Wijaya. Mana mungkin aku biarkan kalian tetap tinggal kalau kelakuan tidak bermor4l.”
Malas berdebat dengan Nola dan Serli, Nara meninggalkan kedua wanita itu menuju kamarnya.
Memastikan Nara sudah tidak terlihat, Nola mendorong Serli. “Kamu gimana sih, kenapa bisa meninggalkan jejak begitu. Gimana kalau Opa tahu,” ujar Nola. “Butik sedang kacau dan kita harus cari cara untuk dapat modal baru. Kamu malah berulah.”
“Kemarin mama setuju waktu aku sampaikan ide ini. Sekarang malah menyalahkan.” Serli menghempaskan tubuhnya di sofa lalu menuangkan lagi minuman ke gelasnya.
“Bukannya mikir, malah minum lagi.”
***
Sarapan kali ini hanya Sakti dan Opa yang mendominasi. Serli dan Nola fokus menikmati makanannya, masih meratapi nasib karena ulahnya kemarin.
“Opa hari ini aku temani seharian, ada kegiatan apa opa hari ini?” tanya Serli dengan wajah ceria. Nara mencibir, baginya terdengar seperti penjil4t bukan murni menawarkan diri untuk menemani opa.
“Tidak ada, paling nanti siang diskusi dengan Ali. Jangan habiskan waktu kamu mengurus pap. Pergilah keluar, cari relasi dan kembangkan butik kalian,” tutur Opa.
“Gampang opa, butik aman kok.” Nola menyenggol kaki Serli di bawah meja. Kondisi butik mereka sedang tidak baik.
“Oh iya, baguslah.”
Nara tersenyum, pu4s sekali mendengar itu.
“Opa sudah buat janji dengan WO, kalian yang temui,” titah opa, tentu saja untuk Nara dan Sakti.
Nara baru akan menjawab, tapi sudah disela oleh Opa.
“Tidak usah menolak, segerakan resepsi kalian agar tidak timbul fitnah.”
“Kadang fitnah itu ada karena dibuat dengan sengaja oleh orang dekat.” Nara menyindir Serli.
“Batasi aktivitas kamu, jangan kebanyakan acara dan keluar. Kamu itu istri, calon ibu.”
Nara menghela nafasnya. Sakti tersenyum lalu mengusap punggung istrinya.
“Opa benar, kamu jangan sibuk-sibuk.” Nara melirik Sakti, lirikannya seakan mengatakan, ‘awas kamu’.
Setelah pamit dengan Opa, Nara pun beranjak. Seperti biasa, Weni dan Indro sudah bersiap di luar.
“Bertemu dengan WO di mana?” tanya Sakti. Saran opa memang ada benarnya, mereka harus segera mengadakan resepsi dan tentu saja untuk mengikat Nara.
“Hari ini aku padat, WO nya aja minta datang. Wen, hari ini kita di mana?”
“Two season hotel kak, ada pemotretan di sana. Siangnya makan siang dan meeting dengan DM Entertainment. Kak Nara juga mau pemotretan untuk company profile baru.”
“Dengar ‘kan, aku sibuk.”
“Aku hubungi WO, kita bertemu di sana,” usul Sakti.
“Ya sudah, ayo,” ajak Nara. Weni langsung sigap menuju mobil dan Indro membuka pintu untuk majikannya.
Tangan Sakti sudah terulur, Nara meraihnya dan mencium dengan takzim. Bahkan mendapatkan usapan di kepala. Tanpa diduga, Sakti malah mendekat dan memeluknya.
“Sakti,” tegur Nara. suaminya itu semakin berani dan memanfaatkan situasi. Mana mungkin di depan umum begini, ia menghindari apalagi berteriak kera sakti.
“Hati-hati ya, Ndro pelan-pelan aja bawa mobil. Berlian gue nih.”
“Siap, mas. Aman kok.”
Tidak sampai satu jam, Nara dan Weni sudah tiba di Two Season Hotel (Yang sudah baca Menikahi Pamanmu dan Kukira Kau Cinta pasti tahu). Menuju ruang yang sudah disiapkan untuk pemotretan.
Weni sibuk menerima telepon, berjalan di samping Nara. mereka sudah berada di lobby.
“Kak, ada masalah,” ucap Weni.
“Masalah apa?” Nara masih dengan langkah percaya diri menuju lift.
“Modelnya nggak bisa datang, semalam mabuk lalu kecelakaan.”
Mulut Nara ingin mengump4t, tapi urung apalagi mereka sudah mengantri lift dan ada orang lain di sana.
“Dasar amatir,” lirih Nara.
Sampai di ruangan, semua sudah siap. Fotografer dan yang lainnya. Nara berkacak pinggang memikirkan solusinya.
“Bisa digeser besok?” tanya Nara.
“Budgetnya kak,” sahut Weni.
“Nggak bisa begitu mbak, saya besok ada jadwal lain. Ini kita sepakat ambil gambar langsung proses dan kalian mau up sore ini ‘kan?”
“Iya, mas, rencananya begitu,” sahut Weni. “Gimana kak?”
“hubungi rekanan, bilang kita akan ganti model.”
Nara menghempaskan tubuhnya ke sofa, benaknya terus memikirkan solusi untuk masalah mereka. Membuka tablet dan mencari kandidat model untuk iklan parfum. Cukup lama focus memilih pengganti dan Weni menghubungi kesiapan dari model pengganti itu. Sudah tiga kandidat dan berakhir tidak bisa karena terlalu mendadak.
“Kak, ponselnya,” seru Weni karena ponsel Nara bergetar terus.
Ternyata Sakti yang menghubungi.
“Iya.”
“Aku sudah di lobby. WO sudah oke, dia akan kemari,” ujar Sakti di ujung sana.
“Lantai lima, Violet Room,” jawab Nara.
“Tunggu aku ya sayang,” ujar Sakti lagi. Nara berdecak dan mengakhiri panggilan. Meletakan ponsel lalu bersandar. “Mumet kepalaku, Wen.”
Tidak sampai lima menit, pintu ruangan terbuka. Sakti masuk dan mengangguk pada tim yang ada di sana. Weni melambaikan tangan agar Sakti mendekat.
“Kok ngelamun,” ujar Sakti.
Nara menoleh, menatap Sakti dan mengernyitkan dahi. Masih terus menatap dari kepala sampai kaki.
“Wen, aku sudah dapat penggantinya.”
“Siapa kak, biar aku hubungi.”
“Dia,” tunjuk Nara pada Sakti.
ada aja bahasa lo sak, kalau kata nara mah lebay tapi dia demen mesam mesem sendiri😂😂
heran orang ko ribet banget ya biarin aja toh mereka ini yang nikah. situ kalau iri ya tinggal nikah nih sellir nganggur 😂😂
gayanya ngentol abis ra ehhhhhh demen juga kan di sekop sekop kerasakti🤭🤣🤣🤣🤣
bakal gimana itu keseruannya???