Dijodohkan secara mendadak oleh sang paman, membuat Iswa Putri Sakinah harus menerima kenyataan menikah di usia yang sangat muda, yakni 19 tahun, terpaksa ia menerima perjodohan ini karena sang paman tak tega melihat Iswa hidup sendiri, sedangkan istri sang paman tak mau merawat Iswa setelah kedua orang tua gadis itu meninggal karena kecelakaan.
Aku gak mau menikah dengan gadis itu, Pa. Aku sudah punya pacar, tolak Sakti anak sulung Pak Yasha, teman paman Iswa.
Aku mau menikah dengan gadis itu asalkan siri, si bungsu terpaksa menerima perjodohan ini.
Apakah perjodohan ini berakhir bahagia bagi Iswa?
Selamat membaca
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lel, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
GAMPAR
"Maaf," ucap Kaisar sudah tidak bisa berkata apa-apa, sudah terciduk dan tidak akan bisa mengelak, penjelasan sedetail apapun tak akan bisa mengubah pandangan Iswa pada Kaisar.
"Iya, gak pa-pa!" jawab Iswa, keduanya sedang duduk di lantai bersandar di ranjang. Iswa mengajak mereka diskusi soal pernikahan langsung tanpa perlu menunda. "Biar aku nanti yang bilang ke papa," ujar Iswa, Kaisar memejamkan mata, tak terima sebenarnya Iswa akan mengajukan cerai langsung. Kaisar tetap ingin mempertahankan hubungan ini.
"Gak ada kesempatan lagi kah, Wa. Buat aku?" tanya Kaisar memelas, Iswa menggeleng.
"Dia masih butuh, Kakak daripada aku. Lagian emang Kakak gak kasihan sama aku, status istri tapi diduakan. Sakit loh, Kak. Meski aku masih belum punya rasa sama Kakak. Kayak gak dihargai saja."
"Sungguh, Wa. Aku gak akan ketemu dia lagi."
"Omongan mana lagi yang harus aku percaya. Kakak sudah melanggar kesepakatan, bahkan Kakak hampir 2 malam gak pulang, menemani dia, gak angkat teleponku, Kakak sengaja menyembunyikan semua karena kakak takut aku marah, tapi nyatanya diam-diam begini justru membuatku enggak mau mempertahankan lagi. Sudah cukup. Aku bukan perempuan menye-menye yang tak bisa hidup tanpa kamu. Aku sangat bisa, Kak. Jadi tolong, patuhi kesepakatan kita."
"Wa. Aku udah sayang sama kamu, aku udah gak ada rasa sama Adel, bahkan saat ciuman pun aku hanya diam tak membalas dia."
"Udah gak usah dijelaskan. Aku gak butuh penjelasan kenapa kalian berciuman, aku hanya butuh ketegasan kakak mematuhi kesepakatan kita. Pernikahan kita siri, Kak. Tak perlu proses panjang untuk memutuskannya."
"Wa. Please."
"Maaf, Kak. Cerai lebih baik," ucap Iswa kemudian beranjak mengambil koper, mulai memasukkan buku, dan baju yang baru saja disetrika oleh Mbak. Besok saat papa dan mama datang, Iswa akan menghadap. Malam ini Iswa kembali tidur di sofa, kembali ke kondisi sebelum mereka berbaikan.
Alam seolah mendukung Iswa, papa dan mama datang sangat pagi, bahkan sebelum jam 7 sudah di rumah. Beliau memanggil Sakti, Kai dan Iswa. Tampa bahagia dengan membawa oleh-oleh untuk anak-anak. Iswa dan Kaisar turun bersamaan, diikuti oleh Sakti.
Mereka salim sama papa dan mama, kemudian papa dan mama pun duduk di ruang tengah bertukar cerita dengan anak dan menantu. "Iswa apa kabar?" begitu beliau selalu perhatian pada Iswa.
"Baik, Pa."
"Ujian aman?" tanya beliau sembari mencomot kue spiku legendaris.
"Aman, Pa. Alhamdulillah."
"Kalian kenapa tegang sih?" tanya mama yang melihat gelagat Kai, Sakti, dan Iswa yang tampak diam saja. "Ada masalah?" memang firasat ibu tak bisa diremehkan, hanya melihat gelagat saja beliau langsung bisa menebak.
"Eh, iya. Kalian tampak seperti orang sakit gigi, ada apa?" kini giliran papa yang mengambil alih pembicaraan. Iswa menoleh pada Kaisar, sempat menelan ludahnya kasar, karena mau bagaimana pun Iswa juga takut mengutarakan keputusan ini.
"Pa, Ma. Iswa minta maaf," Iswa memberanikan diri, sedangkan Kaisar hanya menunduk pasrah. Sakti diam sembari melihat Iswa.
"Ada apa ini?" tanya papa, suasana mendadak tegang, beliau tak seramah tadi. Melihat kedua putranya, lalu menyuruh Iswa untuk bercerita.
"Iswa mau minta cerai, Pa," ucap Iswa yang membuat mama dan papa mendelik seketika. "Maaf, Pa, Ma."
"Kenapa?" tanya mama dengan nada judes.
"Kaisar yang salah," ucap Kaisar masih menunduk, tak berani menatap mama dan papanya. Mama seketika lemas, menyenderkan badan di sofa, bahkan pundak beliau sampai turun.
"Jelaskan!" suara tegas papa layaknya bos yang meminta pertanggung jawaban pada karyawan terdengar menakutkan. Kaisar tak berani, tapi Sakti menepuk pundaknya.
"Bicaralah, Dek. Kamu laki-laki," ujar Sakti juga menuntut sikap tegas sang adik.
"Kaisar masih berhubungan dengan pacar Kai, Pa. Bahkan kami sampai ciuman, Iswa dan Bang Sakti melihat itu semua."
Sesuai dugaan papa berdiri dan langsung menampar sang putra, Iswa kaget setengah mati. Tak hanya sekali, Papa menampar pipi kanan dan kiri Kaisar, Sakti ikut menunduk. Kalau sudah begini tidak ada yang berani, bahkan mama saja hanya menggelengkan kepala.
Sudah dua kali, Kaisar digampar papa. Dulu saat SMA, Kaisar ketahuan merokok di toilet sekolah, papa dipanggil pihak sekolah, dan pulangnya Kaisar digampar oleh papa. Sekarang terulang, dengan kasus yang berbeda.
"Sekarang kabulkan permintaan Iswa. Papa setuju, tak sepatutnya seorang kepala rumah tangga menyakiti istrinya sendiri, apalagi ada perselingkuhan. Papa tidak akan membela orang yang salah, meskipun itu anak papa sendiri. Ayo sekarang katakan talak untuk Iswa. Selama ini papa mengamati, kamu memang tidak serius menjalani rumah tangga bersama Iswa. Istrimu jungkir balik kerja kamu enak-enak an di rumah tanpa mau berpikir ikut kerja sama papa kek, atau sama Abang kamu, diam dan antar jemput saja. Lebih baik Iswa hidup sendiri daripada punya suami yang tak bisa menjamin kesetiaannya. Ayo sekarang katakan kata talak itu pada Iswa."
"Pa!" tegur mama, niatnya agar dibicarakan baik-baik dulu, kondisinya sekarang sedang emosi semua, tak baik mengambil keputusan saat emosi.
"Papa yakin kalian punya kesepakatan, Kan? Karena papa yakin Iswa mengajukan begini karena kamu sudah melanggar kesepakatan kalian. Papa paham, Iswa perempuan mandiri yang tak bisa didikte."
"Iya, Pa!" jawab Kaisar lemah.
"Kamu sudah memikirkan matang-matang, Wa?" tanya mama. Sekali mengajak bicara Iswa malah tentang perceraian.
"Sudah, Ma, dan memang kami ada kesepakatan bila terjadi hubungan dengan orang ketiga. Mereka masih mencintai, Pa. Tak baik juga bila Iswa berada di antara mereka," ucap Iswa yang masih meyakini bahwa Kaisar dan Adel saling mencintai. Apalagi sampai terjadi ciuman begitu.
Kaisar menunduk saja, dia tak mau berdebat lebih, posisinya dia salah, dan tak patut membela diri. "Kamu nanti tinggal sama siapa?" tanya mama lagi. Iswa pun mengutarakan rencana tinggalnya, mama dan papa terdiam, sedetail itu rencana yang sudah dipikirkan Iswa. Hal ini menunjukkan bahwa memang pernikahan mereka tak baik-baik saja, bahkan Iswa sudah membuat antisipasi.
"Papa minta maaf, Wa. Belum bisa membalas budi kebaikan paman dan ayah kamu, malah membuat kamu menderita begini."
Iswa menunduk sembari menangis, "Keluarga ini sudah sangat baik pada Iswa, Pa. Setidaknya Iswa merasakan perhatian papa, Kak Sakti, mama juga. Cuma memang jodoh Iswa dan Kak Kaisar mungkin sampai di sini saja," ucap Iswa dengan suara bergetar. Sakti mengalihkan pandangan, ikut berkaca-kaca mendengar suara Iswa. Dia gadis yang baik dan tangguh, kasihan saja di usia muda harus menjalani jalan takdir yang begitu berat.
"Iswa juga minta pada papa, untuk tidak bicara pada paman, khawatir saya nanti disuruh menikah oleh tante saya. Biarkan keluarga paman tahu kalau saya masih menjadi menantu papa."
bang sat ( satya ) , bang kai ( kaisar )
kaya sebatas alasan doang ga ada artinya deh,,cihhhh kasah dari mana ucapan bo doh ,itu pun nyata ko marah