NovelToon NovelToon
Hantu Nenek Bisu

Hantu Nenek Bisu

Status: sedang berlangsung
Genre:Horor / Misteri / Rumahhantu / Mata Batin / TKP / Hantu
Popularitas:812
Nilai: 5
Nama Author: iwax asin

kisah fiksi, ide tercipta dari cerita masyarakat yang beredar di sebuah desa. dimana ada seorang nenek yang hidup sendiri, nenek yang tak bisa bicara atau bisu. beliau hidup di sebuah gubuk tua di tepi area perkebunan. hingga pada akhirnya sinenek meninggal namun naas tak seorangpun tahu, hingga setu minggu lamanya seorang penduduk desa mencium aroma tak sedap

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon iwax asin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 22: Pewaris Terakhir

Fajar baru menyinari desa Karangjati. Aroma tanah basah dan suara burung bersahutan seolah ingin menghapus jejak malam mencekam sebelumnya. Namun, Aji tahu betul—itu bukan akhir, tapi awal dari perang yang lebih besar.

Di pelataran rumah tua milik almarhum Mbah Salim—kakek Aji yang dulu dikenal sebagai ahli spiritual Karangjati—Aji duduk sendiri di bawah pohon nangka besar. Di pangkuannya tergenggam sebongkah batu hitam yang semalam ditinggalkan oleh arwah Nenek Bisu. Batu itu hangat, berdenyut seolah hidup.

Aji (gumam):

“Ini bukan sekadar segel… ini petunjuk… tentang siapa aku sebenarnya…”

Jejak Garis Darah

Tak lama kemudian, Mbah Tejo datang membawa sepucuk surat tua, disimpan di dalam tabung bambu. “Ini surat dari kakekmu. Baru boleh kuberikan kalau kamu sudah ‘terbangunkan’. Dan semalam… kamu sudah melewati batas itu.”

Aji membuka surat itu dengan tangan gemetar. Tulisan tangan kuno terpampang jelas, menyebutkan garis silsilah keluarga:

“Keturunan Salim bin Faqih bin Ahram al-Maghrobi… Pewaris Cahaya Timur.

Kamu yang terakhir. Di tanganmu kunci keseimbangan bumi dan langit.

Kuasai tiga pusaka, segelkan kembali celah yang pernah terbuka oleh Jagatrowo.”

Aji terdiam. Ia bukan sekadar pemuda desa. Ia adalah cucu dari seorang wali yang dulu menyegel dunia kegelapan, dan kini dialah pewaris terakhir.

Berkumpulnya Sahabat

Di sore harinya, Aji mengumpulkan Udin, Pedot, dan Pak Bolot di beranda rumah.

Aji: “Aku butuh kalian.”

Udin: “Wes pasti, Ji. Kowe butuh penjelajah dunia lain? Aku ahli ngelus dada tiap nemu hantu.”

(Sudah pasti. Kau butuh penjelajah dunia lain? Aku ahli mengelus dada tiap ketemu hantu.)

Pedot: “Aku juga siap. Tapi jangan suruh nginep di kuburan lagi, ya?”

Pak Bolot: “Kalo aku, bagian dokumentasi dan konsumsi. Eh, perlu juru kamera?”

Mereka tertawa, mengusir sedikit rasa takut yang masih tersisa. Aji merasa bersyukur. Dalam pertempuran ini, ia tidak sendiri.

Jejak Pertama: Pusaka di Gua Tlogo Lemu

Malam itu, Aji duduk khusyuk di langgar kecil. Ia membaca kitab warisan pesantren, mencari petunjuk tentang keberadaan tiga pusaka: Tongkat Sulaiman, Keris Damarwulan, dan Manik Jagat.

Tongkat Sulaiman—konon tersembunyi di Gua Tlogo Lemu, gua angker yang diyakini sebagai tempat pertapaan Jagatrowo sebelum berkhianat.

Aji:

“Kalau benar tongkat itu masih ada di sana, maka Guntur pasti akan mencarinya juga…”

Keesokan paginya, Aji dan ketiga sahabatnya bersiap. Dengan motor tua, bekal seadanya, dan semangat nekat, mereka memulai perjalanan.

Hutan Tlogo Lemu

Perjalanan mereka melewati hutan lebat yang jarang dijamah manusia. Udin dan Pedot berulang kali tersandung akar, sementara Pak Bolot sibuk menabur garam dan membawa ayam kampung hidup-hidup, “Buat barter sama jin, siapa tahu…”

Saat mereka mencapai mulut gua, hawa dingin langsung menyergap. Di depan gua, berdiri sesosok lelaki tua berambut gimbal, membawa tasbih dari tulang.

Lelaki: “Sudah kutunggu kau, Pewaris Cahaya.”

Aji mundur setapak. “Panjenengan siapa?”

Lelaki: “Aku… Wali Penjaga Tlogo. Penguji tekadmu. Masuklah, jika kau yakin. Tapi ingat, yang masuk tak selalu bisa kembali…”

Ujian Pertama

Di dalam gua, Aji dipisahkan dari yang lain. Ia berjalan sendirian melewati lorong gelap penuh lukisan purba di dinding. Suara desiran air dan bisikan-bisikan terdengar, seperti menggoda batin.

Suara: “Aji… kamu bukan siapa-siapa… tinggalkan semua… biarkan kegelapan memelukmu…”

Aji berhenti. Di hadapannya, muncul wujud dirinya sendiri—versi gelap, mata merah, dan senyum sinis.

Bayangan: “Tak ada yang peduli padamu. Bahkan ibumu mati karena dirimu….”

Aji bergetar. Air matanya menetes, tapi ia menggenggam batu dari Nenek Bisu, mengucapkan doa:

“Allahumma inni a’udzu bika min syarri hadzihil halusinasi.”

Cahaya putih menyembur dari batu. Sosok kegelapan itu menghilang dalam teriakan panjang. Dan di atas altar batu, kini terletak tongkat tua bersinar lembut—Tongkat Sulaiman.

Aji mendekat, lalu menggenggamnya. Sebuah suara terdengar di batinnya:

“Kau telah lulus ujian pertama, Pewaris Terakhir. Dua pusaka menunggu… tapi begitu juga kegelapan…”

Di Luar Gua

Ketika Aji keluar, Udin dan Pedot bergegas menghampiri.

Udin: “Kowe piye, Ji?! Slamet?!”

(Kamu gimana, Ji?! Selamat?!)

Aji (tersenyum): “Selamat. Dan kita dapat ini…”

Ia mengangkat Tongkat Sulaiman. Langit berubah sedikit gelap. Di tempat lain… Guntur membuka mata. Ia tahu tongkat itu telah bangkit. Dan ia tidak akan tinggal diam.

1
Sokkheng 168898
Nggak sabar nunggu kelanjutannya.
BX_blue
Penuh kejutan, ngga bisa ditebak!
iwax asin
selamat datang
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!