Anna bukan janda, aku tahu semuanya
tapi aku tak bisa mengatakan itu padanya
aku takut dia justru akan pergi dari ku setelah tahu semuanya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Shikacikiri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
03
Anna melipat tangannya terus, selama duduk di pesawat menuju Jakarta. Abel pun tak mau kalah, ikut memasang wajah garangnya dan tak mau menatap Anna.
Andri yang duduk di sebelah Anna memperhatikan mereka bergantian.
"Ada apa ini? Terjadi perang dingin lagi kah? " bisik Andri.
"Diam kau! " jawab Anna ketus.
"Oh ya, Pak Felix terlihat kecewa karena kau tak menoleh tadi" bisik Andri lagi.
"Hmmm, pasti" ucap Anna merasa sedih karena terpaksa tak pamit pada Felix saat kembali ke bandara.
"Kau bisa terus berkomunikasi dengannya bukan? " bisik Andri, namun kali ini Abel mendengarnya.
"Aku kan sudah bilang, kau bisa pindah kewarganegaraan sekalian jika kau mau! " seru Abel masih kesal.
"Aku juga sudah jawab kalau itu tidak perlu, apa kita juga akan bertengkar di sini? " Anna bangun dari duduknya.
Mata Abel membulat, pramugari ikut berdiri, dua pilot yang mendengar suara mereka pun sedikit menoleh.
"KAU! " Abel berdiri dan menunjuk Anna.
'dia menunjuk wajah ku lagi? ' ucap hati Anna sedih.
Abel menatap tangannya sendiri, untuk kedua kalinya dia menunjuk Anna dan merasa sangat marah. Dia juga merasa Anna sedih karena sikapnya.
Anna duduk kemudian melipat tangan lagi, kali ini air matanya mengalir, tak bisa dibendung. Andri yang melihatnya langsung memberikan sapu tangannya untuk menghapus air matanya.
Anna mengambilnya tanpa menoleh dan tetap menatap jendela.
Abel menghela, sedikit menyesal karena sudah melakukan itu padanya.
**
"BISAKAH KAU DIAM! KAU MEMBUAT KU MUAK DENGAN SEMUA KESEMPURNAAN YANG KAU TUNTUT DARI KU! "
Anna berteriak sambil menutup mata dan kedua telinganya. Dia duduk jongkok di dekat meja di ruang rapat kantor.
Hari itu hari minggu, tak ada siapapun yang ada di sana kecuali mereka.
Anna pun berani berteriak karena memang sudah muak dan merasa tidak ada orang selain mereka disana.
Abel mendekati dengan perasaan kesal.
"Kau meneriaki ku? " tanya Abel.
Meski nadanya pelan, namun tekanan pada setiap katanya menyiratkan kekesalannya.
Anna tetap menutup telinga dan matanya.
"Berdiri dan buka mata mu, tatap mata ku dan katakan kau muak padaku!" Abel masih menahan amarahnya.
Dia berjalan mundur memberikan ruang pada Anna untuk bangkit dan menurut padanya. Tapi Anna malah menangis. Abel menatapnya, Anna membuatnya merasa bersalah.
Anna bangun dan langsung berlari keluar. Abel hanya menganga menatap kepergiannya. Sekali lagi menghela dan kemudian berjalan menyusulnya.
Dia mencarinya ke ruang kerjanya, tapi Anna tak ada.
"Ah, mungkin toilet" duga nya.
Dia pun pergi.
Namun....
Sebelum sampai ke toilet, dia melihat Anna sedang dipeluk Reza, aktor manajemen yang sedang naik daun.
Tangan Abel mengepal merasa kesal dengan tingkah Anna yang menurutnya terlalu murahan karena menerima pelukan pria mana pun.
"ANNA! " teriak Abel.
Reza melepaskan pelukannya dan Anna juga merapikan diri.
"KAU! " tangan Abel menunjuk wajah Anna sembari mendekat.
Anna mengerutkan dahinya, semakin kesal dengan tingkah bos nya itu.
"Pak tadi.... " Reza hendak menjelaskan sesuatu, namun Abel menarik tangan Anna dan membawanya ke ruangannya.
Reza tak menyusul, dia hanya menganga terdiam menatap cicak di genggaman tangannya.
"Tadi, Anna terkejut karena ada cicak di rambutnya" gumam Reza seraya menatap kepergian mereka berdua.
Abel melempar tangan Anna sesaat setelah masuk ruangan. Anna semakin tercengang dengan sikap Abel.
"Mudah sekali kamu menyandarkan tubuh di pelukan pria? Apa memang kamu tidak punya harga diri? Murahan? " ucap Abel dengan geraham menangkup.
Anna menganga tak percaya dengan apa yang dia dengar. Dia menurunkan tangan Abel yang masih menunjuk wajahnya.
"Cukup, sudah cukup. Anda sudah bertindak dan berpikir terlalu jauh. Saya mengundurkan diri" ucap Anna tenang, namun berderai air mata.
Tak menyangka bahwa bosnya akan mengatakan hal yang rendah tentang dirinya tanpa mengetahui apa yang terjadi.
Kali ini bukan tentang semua perintah yang menurutnya selalu egois dan menuntut kesempurnaan darinya lagi, tapi Anna sudah menyerah dengan semuanya. Semua yang ada pada diri Abel.
Anna meninggalkan Abel di tengah pertengkaran itu, dia kembali ke rumah dan menangis sejadi-jadinya.
Abel pulang, mendengar tangisan Anna. Ya, saat itu Anna masih tinggal dengan Abel karena permintaan Abel.
Setelah mandi dan siap untuk tidur, Abel mengendap-endap berdiri di pintu mendengar Anna menelpon Viona, temannya.
"Aku sudah tidak tahan, dia menyebutku murahan karena Reza mengambil cicak di rambut ku, dia benar-benar sudah kelewatan, aku tidak akan patuh lagi padanya, aku sudah katakan aku mengundurkan diri" dia terus bicara sambil menangis.
"Haah, iya. Tapi apa kau sudah yakin? Bukankah kau baru saja melunasi semua hutang keluarga mu, lalu bagaimana sekolah si kembar? " ucap Viona di ujung telpon.
"Huaaaa..... kenapa kau mengatakan itu..... aku jadi menyesal memintanya.... " Anna semakin histeris.
"Heii.... aku hanya mengingatkan, denger.... Pak Abel itu beda dengan yang lainnya, lihat saja, dia akan mengirim pesan dan mengatakan bahwa dia memaafkan semua ucapan mu dan meminta mu bekerja besok, tenang saja. Tahan lagi harga diri mu, tentang Reza, aku yang akan katakan padanya " ucap Viona.
Abel menunduk malu mendengar pembicaraan Anna. Dia merasa bersalah, jelas memang bersalah.
**
Sampai di apartemen.
Abel menatap lampu kamar yang dulu ditempati Anna, heran kenapa menyala.
"Siapa yang datang malam malam begini" gumam Abel.
Abel mengambil stik golfnya dan bersiap hendak memukul siapa saja yang keluar dari kamar itu.
Dan...
"Kau sudah datang? "
Zidan keluar dari kamar dengan setelan piyama keropi nya, sambil mengunyah dan membawa piring di tangannya.
"Aishhh.. sialan! " umpat Abel menaruh kembali stik golf nya.
"Wahhh, kau sangat waspada, wanita yang akan jadi istri mu nanti akan merasa terlindungi" ucap Zidan seraya memeragakan seorang wanita yang terkagum padanya.
"Kau selalu mengatakan istri istri... " ucap Abel seraya melempar dasinya ke sofa.
"Memang kau tidak akan menikah? Kau sudah berusia 36 tahun, seharusnya sudah menikah 2 kali" ucap Zidan duduk di dekatnya setelah mengambil lagi anggur.
Abel menatapnya kesal.
"Jangan menyarankan hubungan yang kau sendiri selalu bermasalah dengan itu" ucap Abel menunjuk wajah Zidan.
"Berhenti menunjuk wajah ku! " ucap Zidan sambil menangkis dengan kakinya.
Abel terdiam, teringat dengan kejadian di hotel dan pesawat dengan Anna. Dia menatap tangannya.
"Kenapa? Kau marah karena aku menangkis tangan mu dengan kaki? Ampuni aku presdir Alberto Sanjaya, jangan pecat aku" ucap Zidan menggosok kedua tangannya yang menyatu, namun sejenak kemudian seolah hal itu tak berarti lagi, dia kembali menyantap buah anggurnya.
"Dia tersinggung juga karena aku menunjuk nya lagi" ucap Abel kemudian menghela.
"Siapa?" tanya Zidan acuh.
Namun kemudian menganga hingga menjatuhkan anggur di mulutnya.
"Anna? " tebak Zidan.
Abel mengangguk lemah.
"Lagi? " Zidan menyakinkan diri.
"Hmm, lagi" jawab Abel kemudian menghela.
"Kau dalam bahaya kawan! " Zidan menggelengkan kepalanya.
Malam itu, Abel tak bisa tidur.
Dulu, saat itu terjadi, dia bisa mendengar tangisan Anna karena masih tinggal bersamanya, namun sekarang dia tak bisa mendengar tangisan Anna, dan terus memikirkan apa yang terjadi dengannya di rumah nya.
\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=>>