Pernikahan yang terjadi karena hamil duluan saat masih SMA, membuat usia pernikahan Ara dan Semeru tidak berjalan lama. Usia yang belum matang dan ego yang masih sama-sama tinggi di tambah kesalah pahaman, membuat Semeru menjatuhkan talak.
Setelah 7 tahun berpisah, Ara kembali bertemu dengan Semeru dan anaknya. Namun karena kesalah fahaman di masa lalu yang membuat ia diceraikan, Semeru tak mengizinkan Ara mengaku di depan Lala jika ia adalah ibu kandungnya. Namun hal itu tak membuat Ara putus asa, ia terus berusaha untuk dekat dengan Lala, bahkan secara terang-terangan, mengajak Semeru rujuk, meski hal itu terkesan memalukan dan mudahan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yutantia 10, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
LUPA
Ara canggung saat pertama kali ikut makan bersama dengan keluarga Meru. Ia yang beberapa hari terakhir ini selalu sarapan sendiri, pagi ini terasa berbeda karena banyak orang yang duduk semeja dengannya. Ada beberapa menu, sayangnya tak membuat Ara berselera. Tak ada nasi putih hangat, mungkin itu salah satu penyebabnya.
Jani hanya terlihat makan oatmeal dan buah, sementara Papi, kentang rebus dan daging. Di piring Mami dan yang lain ada nasi merah, namun hanya sedikit sekali, mungkin tak sampai centong. Mereka rata-rata makan buah dan minum susu, mungkin sudah kenyang dari itu. Sementara dia yang biasanya sarapan nasi uduk seporsi, hanya bisa bengong melihat isi piring mereka.
"Makan yang banyak, Ra, gak usah sungkan," ujar Mami.
Ara hanya mengangguk sambil tersenyum. Disaat semua orang hanya makan sedikit nasi, rasanya malu jika dia harus mengambil banyak, takut dikatain rakus.
"Ra, WA ke Mami nomor rekening kamu ya. Nanti uang saku Mami transfer."
"Em... Ara gak punya rekening Tante."
"Oh... "
Ara merasa semua orang tengah menatapnya saat ini. Apa tak punya rekening bank, sesuatu yang begitu aneh bagi mereka? Apa saat ini, mereka mengejeknya dalam hati? Atau mereka merasa kasihan, iba dengan nasibnya? Astaga, ia benci dengan prasangkanya sendiri. Kenapa harus ada kesenjangan sosial yang begitu jauh diantara mereka?
"Ya udah nanti Mami bikinin rekening buat kamu. Oh iya, jangan panggil tante lagi, panggil mami."
Ara mengangguk.
Setelah sarapan, Mami memanggil Ara, memberinya uang saku. "Maaf ya, Mami gak ada uang cash. Cuma ada ini, satu juta," menyerahkan uang tersebut pada Ara. "Buat seminggu dulu, tapi nanti kalau kurang, bilang aja ke Mami."
"Ini udah lebih dari cukup kok Mi buat seminggu," Ara tak mau memanfaatkan kebaikan mertuanya.
"Yakin cukup?" Mami mengerutkan kening. Jumlah tersebut sangat jauh dari uang saku yang ia berikan pada Meru.
"InsyaAllah cukup, lebih bahkan."
"Oh iya, urusan sekolah kamu, InsyaAllah udah aman. Papi udah ngomong sama pemilik yayasan langsung. Kamu tahu Tante Lovely, yang kemarin itu?"
"Iya tahu," Ara mengangguk, kemarin mereka sempat berkenalan. Ia tak akan lupa dengan wanita cantik tersebut.
"Dia anak pemilik yayasan tempat kamu sekolah, Pak Saga, atau Opa Saga biasa Meru manggilnya. Mami baru tahu jika beliau kenal dengan almarhum ayah kamu, dan sekolah kamu dibiayai oleh beliau. Beliau ikut berduka cita atas meninggalnya ayah kamu."
Membahas soal ayah, membuat mata Ara seketika berkaca-kaca. Ia tak pernah bertemu dengan orang bernama Pak Saga tersebut, hanya pernah mendengar namanya dari almarhum ayah.
"Beliau ada cerita tentang ayah kamu. MasyaAllah, Mami sampai terharu dengarnya. Almarhum menolong tanpa pamrih, bahkan pada orang yang tidak dikenal. Di tengah keterbatasan ekonomi, bisa melakukan kebaikan yang tak semua orang bisa melakukan itu. Jujur, Mami sama Papi sampai malu. Kami tidak yakin, sanggup untuk berbuat seperti ayah kamu jika ada di posisi beliau. Ayah kamu orang yang sangat baik. Doain ayah terus ya," mengusap lengan Ara. "Saat ini, yang paling diharapkan almarhum, adalah doa dari anak-anaknya."
Ara mengangguk sambil menyeka sudut matanya yang berair. Setiap teringat almarhum ayah, dadanya akan langsung terasa sesak, dan air matanya mengalir. Tak pernah berhenti merasa bersalah, mungkin sampai seumur hidupnya, akan terus tersiksa oleh rasa itu.
"Astaga," Mami baru sadar jika ceritanya membuat Ara sedih. "Maafin Mami ya, udah bikin kamu nangis," mengusap lengan Ara. "Opa Saga bilang, kalau ada waktu, pengen kesini, ketemu kamu. Ya udah, berangkat gih, nanti telat."
Ara mencium tangan Mami, lalu keluar. Di halaman, ia tak melihat Meru maupun motornya. Jangan-jangan... gak mungkin. Ara kembali masuk ke dalam rumah, mencari keberadaan suaminya tersebut, namun tak ketemu.
"Ada apa, Ra?" tanya Mami yang berpapasan dengan Ara.
"Meru gak ada di luar Mi."
"Motornya?"
"Juga gak ada," Ara menggeleng. Padahal tadi pagi, Meru bilang akan ke sekolah bersama.
"Astaga, kayaknya dia udah berangkat duluan. Itu mobil Pak Slamet, masih ada gak?"
"Ada."
"Ya udah kamu bareng sama Jani aja."
Ara mengangguk, kembali ke halaman. Namun saat hendak masuk ke dalam mobil, ia ragu, takut Jani tak suka dengan kehadirannya. Setelah hari itu, pertama kali Meru mengajaknya ke rumah, ia tak pernah ngobrol dengan Jani. Ingin membangun hubungan baik dengan ipar, tapi takut Jani maupun Juno, tak bisa menerimanya. Sadar diri, ia bukan dari kalangan seperti mereka.
"Mbak Ara mau bareng?" Pak Slamet yang ada di dalam mobil, melongok ke arah Ara. Sejak tadi diam-diam memperhatikan dari spion, Ara berdiri di dekat mobil. Mobil belum jalan karena masih nunggu Juno. Dia itu cowok, tapi entah kenapa, selalu dia yang ditunggu, bukan Jani.
"Em... " Ara melihat Jani yang sudah ada di dalam mobil. Gadis itu tampak sibuk membaca buku. Namun tiba-tiba, Jani menoleh, membukakan pintu dari dalam. "Masuk aja." Ekspresi gadis itu begitu datar, membuat Ara tak bisa menebak, apa yang ada di fikiran adik iparnya tersebut.
"Makasih," Ara menyunggingkan senyum. Hubungan dengan Imel yang kurang baik, membuat Ara bertekat untuk membangun hubungan yang baik dengan adik-adik Meru. Bukan karena mereka kaya sedang Imel tidak, tapi karena Mami dan Papi bagitu baik padanya. Tak ada alasan baginya untuk tidak baik pada adik-adik Meru. Jikalau mereka tak baik padanya, ia akan tetap baik pada mereka.
Di tengah jalan, Meru baru ingat kalau dia meninggalkan Ara. Mau kembali, sudah terlalu jauh, takutnya nanti malah telat. Ah sudahlah, Ara sudah besar, dia pasti tahu bagaimana caranya menuju sekolah tanpa harus berangkat bareng dengannya. Namun setibanya di sekolah, ia tak langsung menuju kelas, menunggu Ara di dekat gerbang karena rasa bersalahnya.
Melihat Jani datang, Meru langsung menghampiri, hendak bertanya soal Ara, namun sebelum itu, ia melihat Ara muncul.
Ara yang kesal karena ditinggal, melengos saat matanya bertatapan dengan mata Meru. Hatinya masih dongkol.
"Ngambek?" Meru menahan tawa, berjalan mensejajari Ara. "Sorry."
"Bisa-bisanya ya, kamu ninggalin aku," Ara melotot. Nada bicaranya ditekankan, namun tetap pelan agar tak terdengar orang lain.
"Sorry," Meru malah cekikikan. "Aku lupa kalau sekarang, kita serumah."
"Jangan bilang, lupa juga kalau kita udah nikah," geram Ara.
"Iya."
"Meru!" Desis Ara dengan kedua telapak tangan terkepal. Matanya melotot, pengen rasanya saat ini, membejek-bejek cowok itu.
"Maklum, masih baru nikah," bicara di dekat telinga Ara. Ekspresi wajahnya yang tanpa dosa, membuat Ara tak tahan lagi, memukul lengan suaminya tersebut. "Nanti pulang sekolah, aku ajak beli rujak," tawarnya saat melewati koridor yang lumayan sepi. "Biasanya bumil suka rujak."
"Sogokannya murahan," Ara tersenyum miring.
"Ya udah, nanti aku beliin yupi aja kalau gitu. Kamu kan langsung kelepek-klepek kalau dikasih yupi love."
Ara yang tadinya cemberut, langsung menahan tawa. Astaga, kalau ingat zaman itu, rasanya ia terlalu lebay. Di kasih yupi love aja, udah kayak dikasih seluruh hatinya Meru. Hatinya berbunga-bunga, bahagia tak terkira. Yupinya sampai gak di makan, dipandangi doang sambil senyum-senyum.
nenjadi satu keluarga yg saling menghargai...
thor...
masih ngikut..
ngakak jgaa gara2 rujak .
masih ngikut..
eh akhirnya senyum2..
teeerharu...
bisa diambil pelajarannya
berat deh klau punya ipar kyak imel
semeru.....
semangat terus thor...
aq berusaha mbaca maraton ini cerita?