NovelToon NovelToon
Wild, Wicked, Livia !!!

Wild, Wicked, Livia !!!

Status: sedang berlangsung
Genre:Gadis nakal / CEO / Selingkuh / Cinta Terlarang / Mengubah Takdir
Popularitas:2.8k
Nilai: 5
Nama Author: Fauzi rema

Livia hidup dengan satu aturan: jangan pernah jatuh cinta.
Cinta itu rumit, menyakitkan, dan selalu berakhir dengan pengkhianatan — dia sudah belajar itu dengan cara paling pahit.

Malam-malamnya diisi dengan tawa, kebebasan, dan sedikit kekacauan.
Tidak ada aturan, tidak ada ikatan, tidak ada penyesalan.
Sampai seseorang datang dan mengacaukan segalanya — pria yang terlalu tenang, terlalu dewasa, dan terlalu berbahaya untuk didekati.

Dia, Narendra Himawan
Dan yang lebih parah… dia sudah beristri.

Tapi semakin Livia mencoba menjauh, semakin dalam dia terseret.
Dalam permainan rahasia, godaan, dan rasa bersalah yang membuatnya bertanya:
apakah kebebasan seindah itu jika akhirnya membuatnya terjebak dalam dosa?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fauzi rema, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 21 Pengakuan

Pintu apartemen tertutup pelan di belakang mereka.

Livia menyalakan lampu ruang tamu. Cahaya kuning lembut memenuhi ruangan yang sederhana namun rapi. Ia meletakkan tas di meja, lalu berdiri dengan jarak aman, menyandarkan tubuh pada sandaran sofa, sikap waspada yang tak ia sembunyikan.

Narendra berdiri di tengah ruangan, pria itu tak langsung duduk. Ia menatap sekeliling sejenak, lalu kembali pada Livia. Napasnya berat, seperti seseorang yang sudah terlalu lama menahan sesuatu hingga nyaris kehabisan udara.

“Saya tidak datang untuk merusak hidupmu,” ucapnya akhirnya, suara rendah dan jujur. “Dan Saya tidak datang untuk meminta apa pun.”

Livia menautkan jari-jarinya. “Lalu kenapa Bapak ingin sekali bicara pada saya ?”

Narendra menghela napas panjang, lalu tersenyum pahit. “Karena Saya hampir gila memendam semuanya.”

Kalimat itu membuat Livia terdiam.

“Saya sudah mencoba bersikap normal,” lanjutnya. “Bersikap profesional. Menjaga jarak. Mengingatkan diri sendiri bahwa Saya suami orang.” Ia tertawa singkat, tanpa humor. “Tapi setiap kali saya melihatmu, cara kamu diam, cara kamu tertawa dengan orang lain, cara kamu berpura-pura baik-baik saja, aku mengaku kalah.”

Ia melangkah satu langkah lebih dekat, lalu berhenti, mencoba menahan diri. “Saya tidak mencari pelarian dari pernikahan saya. Masalah yang saya punya dengan Veronica bukan alasan. Ini… tentang kamu.”

Livia menelan ludah. “Pak—”

“Saya tahu,” potongnya lembut. “Saya tahu ini salah. Saya tahu saya tidak punya hak. Tapi perasaan ini nyata, Livia. Dan memendamnya sendirian membuat saya hancur secara pelan-pelan.”

Hening mengisi ruangan. Livia memejamkan mata sejenak, menahan gemetar yang merayap. “Kalau Bapak tahu ini salah,” katanya lirih, “kenapa tetap bicara hal ini pada Saya?”

Narendra menatapnya, sorot matanya jujur, namun tanpa tuntutan. “Karena saya tidak ingin kamu berpikir saya hanya bermain-main. Saya tidak akan memaksamu memilih. Saya tidak akan menjanjikan apa pun. Saya hanya ingin kamu tahu… apa yang kamu rasakan, aku juga merasakannya.”

Livia membuka mata, menatapnya lama. Ada getar di matanya, namun suaranya tetap tegas. “Apa yang saya rasakan ? Kenapa Bapak seyakin itu tentang apa yang aku rasakan dan mengaku jujur bukan berarti benar.”

Narendra mengangguk. “Saya tahu.”

Ia melangkah mundur, memberi jarak yang diminta tanpa diminta. “Saya akan pergi setelah ini. Kamu tidak perlu membalas apa pun. Anggap ini pengakuan terakhir agar saya bisa kembali mengendalikan diriku.” katanya pasrah, karena ia tau perempuan seperti Livia tidak bisa dipaksa.

Keheningan itu berat, dan penuh konsekuensi.

Sejenak Livia menarik napas dalam-dalam. Di antara kewaspadaan dan debar yang tak ia sangkal, satu hal menjadi jelas baginya: Narendra tidak datang membawa rayuan namun ia datang membawa kejujuran yang terlambat, dan perasaan yang terlalu dalam untuk diabaikan begitu saja.

Livia menyilangkan tangan di depan dada, rahangnya mengeras. Tatapannya tajam, tak lagi menyisakan kebimbangan seperti sebelumnya.

“Pak Narendra,” ucapnya dingin, membuat Narendra refleks menegakkan tubuh. “Saya minta Bapak dengar baik-baik.”

Ia melangkah satu langkah mendekat, cukup dekat untuk membuat udara di antara mereka terasa berat. “Jangan main-main dengan saya.”

Narendra menahan napas.

“Diam saya, sikap saya yang menjauh, itu bukan karena saya lemah,” lanjut Livia, suaranya rendah namun penuh tekanan. “Itu peringatan.”

Ia terkekeh singkat, tanpa senyum. “Bapak mungkin melihat saya tenang, terlihat bisa dikendalikan. Tapi jangan salah. Saya juga perempuan biasa.”

Tatapan Livia menancap lurus ke mata Narendra. “Saya punya perasaan. Saya punya hawa nafsu. Dan kalau Bapak terus menantang batas, jangan kaget kalau suatu hari saya berhenti menahan diri.”

Narendra terdiam. Jantungnya berdetak lebih keras. Tak menyangka dengan apa yang diucapkan Livia.

“Saya bisa sangat berbahaya,” kata Livia tanpa ragu. “Bukan karena saya ingin merebut apa pun. Tapi karena kalau saya sudah jatuh… saya bisa jatuh sepenuh-penuhnya.”

Ia menghela napas, kali ini lebih terkendali. “Dan Bapak?” suaranya merendah. “Bapak sudah punya hidup. Sudah punya ikatan. Jangan seret saya ke kekacauan Bapak hanya karena Bapak tidak mampu mengendalikan perasaan sendiri.”

Livia mundur selangkah, memberi jarak, sekaligus batas.

“Jadi tolong,” katanya tegas. “Berhenti menekan saya dengan perhatian, tatapan, dan sikap ambigu itu. Karena kalau Bapak teruskan… saya tidak menjamin saya akan tetap menjadi Livia yang Bapak kenal sekarang.”

Ruangan terasa sunyi, namun ancamannya jelas. Bukan ancaman kosong, melainkan pengakuan jujur bahwa di balik sikap dinginnya,

Livia menyimpan api yang sama panasnya.

Narendra terdiam cukup lama. Wajahnya tak menunjukkan gentar, justru sebaliknya. Ada sesuatu di sorot matanya yang berubah, semakin dalam, semakin gelap, seolah kata-kata Livia bukan peringatan… melainkan pengakuan yang ia tunggu.

Perlahan, sudut bibirnya terangkat tipis.

“Apakah itu ancaman,” ucapnya pelan namun mantap, “Kalau iya, maka saya berubah pikiran, Saya tidak berniat menghindar sekarang.”

Livia tertegun.

Narendra melangkah mendekat, satu langkah, lalu satu lagi. Tidak tergesa, tidak memaksa. Tapi cukup dekat hingga Livia bisa merasakan hangat tubuhnya, bisa mencium aroma maskulin yang selama ini selalu ia abaikan, atau bisa di bilang pura-pura mengabaikan.

“Justru karena kamu berbahaya,” lanjut Narendra rendah, “Kali ini saya tidak bisa berhenti.”

Jantung Livia berdegup keras. Refleks ia ingin mundur, tapi kakinya seolah tertanam di lantai. Tubuhnya kaku, napasnya tercekat.

Narendra menunduk sedikit, menatapnya sejajar. “Kamu pikir saya tidak sadar?” suaranya hampir berbisik. “Tatapanmu, caramu menghindar, caramu selalu menjaga jarak, itu bukan tanda tak peduli.”

Livia menelan ludah. Bibirnya terbuka, tapi tak ada kata yang keluar.

“Dan kalau kamu wanita nakal,” sambung Narendra, kini jaraknya hanya tinggal beberapa sentimeter, “maka saya pria yang sadar betul risiko untuk mendekatimu.”

Tangannya terangkat, berhenti tepat di samping bahu Livia, tidak menyentuh. Memberi pilihan. Memberi tekanan.

“Ini bukan permainan buat saya,” katanya serius. “Dan saya sudah putuskan, Saya tidak akan mundur hanya karena kamu mengingatkan saya betapa berbahayanya kamu.”

Livia menggenggam ujung bajunya erat. Dadanya naik turun cepat. Seluruh keberaniannya yang tadi membara… runtuh menjadi gugup yang telanjang.

Untuk pertama kalinya, dia tak bisa mengendalikan situasi.

Narendra menatapnya lama, lalu berkata lirih, penuh keyakinan,

“Kalau kamu api, Livia… saya sudah siap terbakar.”

Sunyi menyelimuti mereka, sunyi yang dipenuhi denyut jantung, napas tertahan, dan batas yang tinggal menunggu untuk dilanggar.

Narendra berhenti tepat di hadapan Livia. Jarak mereka nyaris tak ada, napas saling bersinggungan. Tangannya terangkat, bukan untuk menahan, melainkan berhenti sejenak, seolah memberi kesempatan terakhir.

“Livia,” suaranya rendah, parau. “Kalau kamu mau saya mundur… bilang sekarang.”

Detik terasa menggantung. Jantung Livia berdegup liar. Logikanya berteriak untuk menolak, mengingatkan siapa pria di hadapannya, apa yang bisa mereka hancurkan. Tapi tubuhnya justru melangkah setengah inci mendekat. Kepalanya terangkat perlahan, tatapannya bertemu mata Narendra, tak ada lagi tantangan, hanya kejujuran yang nyata.

“Jangan berhenti,” bisiknya lirih, nyaris tak terdengar.

Itu cukup.

Narendra meraih wajah Livia dengan kedua tangannya, sentuhannya tegas namun penuh kendali. Bibir mereka bertemu, awalannya singkat, tertahan, seolah masih ada rem yang bekerja. Namun dalam satu tarikan napas, ciuman itu menjadi lebih dalam, lebih berani. Ada kerinduan yang lama terpendam, ada kemarahan, ada luka, semua bercampur jadi satu.

Livia sempat menggenggam kerah kemeja Narendra, ragu, lalu justru menariknya lebih dekat. Ia membalas ciuman itu, bukan karena kalah, melainkan karena memilih. Karena untuk sesaat, ia ingin melupakan semua batas yang selama ini ia jaga.

Narendra mengerang pelan, menahan diri. Ia memutus ciuman itu dengan dahi masih menempel di kening Livia, napas mereka tersengal.

“Kita sedang bermain api,” katanya, suaranya bergetar. “Dan saya tahu betul ini bisa membakar kita.”

Livia tersenyum pahit, matanya berkilat. “Aku sudah terbiasa terbakar.”

Sunyi kembali jatuh, kali ini lebih berat.

Ciuman itu bukan akhir, melainkan awal dari sesuatu yang terlalu berbahaya untuk disebut cinta, namun terlalu dalam untuk diabaikan.

...🥂...

...🥂...

...🥂...

...Bersambung......

1
kalea rizuky
jangan jd pelakor
septi fahrozi
semakin penasaran jadinya ngapain mereka... 🤣🤣
Priyatin
ho ho ho kok semakin rumit hubungannya othor😰😰😰
Priyatin
lama kali nunggu up nya thor.
lanjut dong🙏🙏🙏
Wita S
kerennn
Wita S
ayoo up kak...ceritanya kerennnn
Mian Fauzi: thankyou 🫶 tp sabar yaa...aku masih selesain novelku yg lain hehe
total 1 replies
Siti Naimah
ampun deh...belum apa2 Livia sudah mendapat kekerasan dari dimas.sebaiknya sampai disini saja livia.gak usah diterusin
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!