NovelToon NovelToon
Wild, Wicked, Livia !!!

Wild, Wicked, Livia !!!

Status: sedang berlangsung
Genre:Gadis nakal / CEO / Selingkuh / Cinta Terlarang / Mengubah Takdir
Popularitas:2.8k
Nilai: 5
Nama Author: Fauzi rema

Livia hidup dengan satu aturan: jangan pernah jatuh cinta.
Cinta itu rumit, menyakitkan, dan selalu berakhir dengan pengkhianatan — dia sudah belajar itu dengan cara paling pahit.

Malam-malamnya diisi dengan tawa, kebebasan, dan sedikit kekacauan.
Tidak ada aturan, tidak ada ikatan, tidak ada penyesalan.
Sampai seseorang datang dan mengacaukan segalanya — pria yang terlalu tenang, terlalu dewasa, dan terlalu berbahaya untuk didekati.

Dia, Narendra Himawan
Dan yang lebih parah… dia sudah beristri.

Tapi semakin Livia mencoba menjauh, semakin dalam dia terseret.
Dalam permainan rahasia, godaan, dan rasa bersalah yang membuatnya bertanya:
apakah kebebasan seindah itu jika akhirnya membuatnya terjebak dalam dosa?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fauzi rema, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 22

Narendra meninggalkan apartemen Livia hampir tengah malam. kepergiannya menyisakan keheningan yang mendadak terasa menyesakkan. Langkah kakinya menjauh, dan bersama itu pula, kendali Livia runtuh.

Begitu suara lift menghilang, Livia menutup pintu rapat, lalu berteriak.

Bukan teriakan marah, bukan pula sedih. Itu teriakan panik, campuran antara kesadaran dan penyesalan. Tangannya gemetar saat ia menyusuri rambutnya sendiri, napasnya tak beraturan.

“Apa yang baru saja gue lakuin…?” gumamnya lirih, nyaris tak percaya.

Ia menyandarkan punggungnya ke pintu, perlahan meluncur turun hingga duduk di lantai. Dadanya sesak. Ciuman itu, kehangatan itu tatapan Narendra yang begitu yakin, semuanya berputar di kepalanya seperti rekaman yang tak mau berhenti.

Itu bukan sekadar khilaf.

Itu pilihan.

Dan itulah yang paling menakutkan.

Livia menutup wajahnya dengan kedua tangan. Reno dan Dafa terlintas di benaknya, dua orang yang selama ini menjaganya tanpa syarat, yang selalu mengingatkan batas, yang tak pernah lelah melindunginya dari pilihan-pilihan salah.

Ia bahkan tak berani membayangkan reaksi mereka jika tahu ia menjalin hubungan dengan pria beristri. Atasannya pula.

“Gue gila…” bisiknya parau.

Namun di balik rasa bersalah itu, ada denyut lain yang tak bisa ia sangkal, getar halus yang masih tertinggal di dadanya, rasa hangat yang belum sepenuhnya padam. Itulah yang membuatnya semakin takut.

Malam itu, Livia tak tidur. Ia duduk sambil memeluk lututnya di sofa, menatap gelap jendela apartemennya, sadar satu hal yang tak bisa ditarik kembali: Ia baru saja melangkah ke dalam bahaya, dan kali ini ia tak yakin ingin sepenuhnya keluar.

Sementara itu, Narendra mengemudikan mobilnya ke jalan pulang dengan perasaan yang tak biasa, hatinya ringan, hangat, nyaris seperti melayang. Lampu-lampu jalan terasa lebih terang malam itu. Sesekali tangannya terangkat, menyentuh bibirnya sendiri, seolah masih bisa merasakan jejak rasa manis yang tertinggal.

Livia.

Nama itu berputar pelan di kepalanya, membuat sudut bibirnya terangkat tanpa sadar. Baru kali ini ia merasakan degup seperti ini, bukan sekadar ketertarikan, melainkan sesuatu yang lebih dalam, lebih hidup. Ada kegelisahan, ada keberanian, ada rasa ingin melindungi sekaligus menantang.

Ia mencoba membandingkan, dan tanpa sengaja, pikirannya melayang pada Veronica. Dulu, semuanya terasa berbeda. Hubungan itu dibangun di atas kewajiban, kebiasaan, dan waktu. Bukan tanpa cinta, namun cinta yang tenang, dingin, sering kali sunyi. Ia jarang merasa diperhatikan, jarang merasa dibutuhkan. Terlalu lama menunggu, terlalu sering ditolak, hingga hatinya perlahan mati rasa.

Mungkin, pikirnya, ia memang sudah terlalu lama diabaikan.

Dan Livia datang dengan caranya sendiri, wanita itu terlihat liar, tapi dia jujur, meskipun berbahaya, tapi dia bisa membangunkan sesuatu yang selama ini terkubur. Bersamanya, Narendra merasa diinginkan. Diperlukan. Dan tentunya lebih hidup.

Namun di balik kebahagiaan itu, ada bayangan yang tak bisa ia usir: rumahnya yang begitu dingin, janji pernikahan, dan batas yang telah ia lewati.

Narendra menarik napas panjang, memejamkan mata sejenak saat mobil berhenti di lampu merah.

“Ini gila,” gumamnya lirih.

Tapi hatinya menjawab jujur untuk pertama kalinya setelah sekian lama, ia merasa jatuh cinta lagi.

Sesampainya di rumah, suasana kembali sunyi. Lampu-lampu redup, dan dari balik pintu kamar utama terdengar napas Veronica yang sudah tertidur lelap. Narendra tak masuk ke sana. Seperti malam-malam sebelumnya, langkahnya berbelok menuju kamar tamu, ruang yang lebih sering ia huni daripada kamar pernikahannya sendiri.

Ia duduk di tepi ranjang, melepas jam tangan, lalu menatap layar ponselnya cukup lama. Nama Livia tertera di sana. Jari-jarinya bergerak cepat, seolah takut jika terlalu lama berpikir, ia akan mengurungkan niatnya.

📩Narendra:

"Aku sudah sampai rumah? Kamu jaga diri baik-baik, Pastikan pintu terkunci."

Tak lama, pesan itu terkirim. Ia menarik napas, lalu menambahkan pesan lain—kali ini lebih panjang, lebih tegas.

📩Narendra:

"Mulai sekarang, aku ingin kamu jaga diri. Jangan lagi pergi ke club sendirian. Kalau pun kamu mau pergi, aku harus tahu. Aku tidak mau kejadian-kejadian buruk terulang."

Narendra terdiam sejenak, menyadari kalimat-kalimatnya terdengar seperti aturan, bahkan tuntutan. Namun anehnya, ia tak menariknya kembali. Ada rasa protektif yang mendadak tumbuh, bercampur cemburu yang belum sempat ia pahami sepenuhnya.

Ia kembali mengetik pesan pada Livia: 📩Narendra:

"Ini bukan larangan tanpa alasan. Aku hanya khawatir."

Layar ponsel kembali gelap. Belum ada balasan. Kemudian Narendra berbaring, menatap langit-langit kamar tamu yang terasa asing sekaligus akrab. Di kepalanya, bayangan Livia kembali hadir, tatapannya, keberaniannya, dan caranya menantang batas.

Malam itu, untuk pertama kalinya, ia tidur dengan senyum tipis di wajahnya.

Tak menyadari bahwa aturan yang ia buat barusan… bisa menjadi awal dari konflik yang jauh lebih besar.

Sedangkan di tempat lain, Livia menatap layar ponselnya lama. Satu per satu pesan Narendra ia baca ulang, dan semakin dibaca, alisnya makin berkerut.

“Nggak boleh ini… nggak boleh itu… Gila banget ini orang.” gumamnya kesal.

Ia mendengus pelan, lalu melempar ponsel ke sofa. Baginya, pesan-pesan itu terdengar seperti aturan sepihak. Seolah Narendra baru saja menarik garis tak kasat mata di sekeliling hidupnya, membatasi ruang geraknya, kebiasaannya, bahkan caranya bernapas.

“Lo siapa sampai ngatur hidup gue?” lirihnya, separuh marah.

Livia bangkit, berjalan mondar-mandir di ruang tamu apartemennya. Ia bukan perempuan yang suka dikekang. Kebebasan adalah satu-satunya hal yang selama ini ia pertahankan mati-matian dari masa lalu, dari luka, dari lelaki-lelaki yang mengira bisa memilikinya.

Dan sekarang… Narendra melakukan itu.

Secara paksa.

Namun anehnya, di balik rasa kesal yang menggelegak itu, ada sesuatu yang lain. Halus. Hangat sekaligus Mengusik debaran hatinya.

Dadanya berdebar tanpa aba-aba.

Ia kembali meraih ponsel, membaca kalimat terakhir Narendra: Aku khawatir.

Livia terdiam.

Bukan larangan-larangan itu yang membuatnya goyah melainkan fakta bahwa ada seseorang yang kali ini benar-benar peduli. Yang ingin tahu ia aman atau tidak. Yang takut kehilangannya.

Perasaan itu membuat bibirnya melengkung tipis, meski ia berusaha menahannya.

“Dasar nyebelin…” gumamnya, kali ini lebih pelan.

Ia tahu ini berbahaya. Terlalu cepat. Terlalu dalam. Namun setelah sekian lama, Livia merasakan sesuatu yang manis tumbuh di lubuk hatinya, sebuah rasa berbunga-bunga yang tak ia undang, tapi diam-diam ia nikmati.

Dan itulah yang paling membuatnya takut.

----

Keesokan paginya, rumah mewah itu terasa berbeda, setidaknya bagi Narendra. Ia turun ke ruang makan dengan wajah yang lebih cerah dari biasanya. Bahkan langkahnya ringan, pundaknya tak lagi setegang hari-hari sebelumnya. Ia duduk, menyentuh ponselnya sekilas, memastikan tidak ada pesan baru, lalu tersenyum kecil tanpa sadar.

Sarapan terasa lebih hangat pagi itu. Bukan karena menu di meja, melainkan karena pikirannya terus melayang pada Livia, cara gadis itu menatapnya, nada suaranya yang berani, dan perasaan aneh yang membuat dadanya terasa penuh.

Namun kebahagiaan kecil itu terhenti ketika suara roda kursi terdengar mendekat.

Veronica muncul dari arah koridor, dengan riasan rapi dan gaun sederhana yang membuatnya tampak elegan seperti biasa. Ia berhenti di dekat meja makan, menatap Narendra cukup lama, seolah menangkap sesuatu yang asing di wajah suaminya.

“Kamu kelihatan… senang, hari ini.” ucap Veronica akhirnya, nada suaranya datar, tapi matanya menyelidik.

Narendra mengangkat wajahnya. “Hm?” Ia tersadar, lalu berdehem kecil. “Oh. Tidak. Biasa saja.”

Veronica mengangguk pelan, lalu berkata, “Siang ini… aku ingin makan di luar. Bersama kamu.”

Kalimat itu meluncur begitu saja, namun membuat Narendra terdiam sejenak. Jarang sekali Veronica meminta waktu seperti itu, bukan untuk urusan sosial, bukan acara formal, melainkan hanya makan bersama.

“Siang ini?” tanya Narendra, berusaha terdengar biasa.

“Iya,” jawab Veronica singkat. “Aku sudah lama tidak makan siang denganmu. Kita bisa ke restoran favoritmu. Atau mana saja.”

Narendra menatap meja, lalu kembali menatap istrinya. Ada perasaan campur aduk yang tak bisa ia namai, antara kewajiban, rasa bersalah, dan bayangan lain yang diam-diam mengusik.

Ia akhirnya mengangguk.

“Oke. Siang nanti aku usahakan.”

Veronica tersenyum tipis, senyum yang tampak seperti kemenangan kecil.

Namun saat Narendra kembali menunduk, senyum di wajahnya perlahan memudar. Dalam benaknya, bukan nama Veronica yang berputar, melainkan satu nama lain yang tak seharusnya hadir.

Dan ia sadar, hari ini akan menjadi ujian yang jauh lebih berat dari yang ia duga.

...🥂...

...🥂...

...🥂...

...Bersambung......

1
kalea rizuky
jangan jd pelakor
septi fahrozi
semakin penasaran jadinya ngapain mereka... 🤣🤣
Priyatin
ho ho ho kok semakin rumit hubungannya othor😰😰😰
Priyatin
lama kali nunggu up nya thor.
lanjut dong🙏🙏🙏
Wita S
kerennn
Wita S
ayoo up kak...ceritanya kerennnn
Mian Fauzi: thankyou 🫶 tp sabar yaa...aku masih selesain novelku yg lain hehe
total 1 replies
Siti Naimah
ampun deh...belum apa2 Livia sudah mendapat kekerasan dari dimas.sebaiknya sampai disini saja livia.gak usah diterusin
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!