NovelToon NovelToon
SISTEM MEMINDAH JIWAKU KE TUBUH GADIS BODOH

SISTEM MEMINDAH JIWAKU KE TUBUH GADIS BODOH

Status: sedang berlangsung
Genre:Kehidupan di Sekolah/Kampus / Transmigrasi / Permainan Kematian / Sistem
Popularitas:1.5k
Nilai: 5
Nama Author: chiisan kasih

Kinara, seorang pejuang akademis yang jiwanya direnggut oleh ambisi, mendapati kematiannya bukanlah akhir, melainkan awal dari sebuah misi mustahil. Terjebak dalam "Sistem Koreksi Generasi: Jalur Fana", ia ditransmigrasikan ke dalam raga Aira Nadine, seorang mahasiswi primadona Universitas Cendekia Nusantara (UCN) yang karier akademis dan reputasinya hancur lebur akibat skandal digital. Dengan ancaman penghapusan jiwa secara permanen, Kinara—kini Aira—dipaksa memainkan peran antagonis yang harus ia tebus. Misinya: meraih Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) sempurna dan "menaklukkan" lima pria yang menjadi pilar kekuasaan di UCN.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon chiisan kasih, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 21

Aku menatap undangan debat di layar ponselku, kemudian ke alarm Sistem yang masih berbunyi pelan, mengingatkanku pada ancaman Serena.

Ancaman itu terasa seperti bayangan dingin di belakang punggungku, musuh yang tidak bisa kuukur. Tapi Rendra, Target 2, adalah musuh yang berdiri di depan mata, menantangku di atas panggung yang telah dia rancang sendiri.

Jika aku gagal mengalahkan Rendra di domainnya retorika dan politik maka kredibilitasku akan hancur sebelum aku bisa mengungkap Serena atau bahkan Bapak Surya (Target 4).

Debat ini bukan hanya tentang menang atau kalah; ini adalah tentang membangun legitimasi dari nol, dari IPK 0.9 menuju reformator.

Sore itu, aku tidak kembali ke apartemen Amara. Aku langsung menuju fakultas, mencari Pak Arka. Dia sedang membereskan buku-buku tebalnya di ruang studi pribadinya, yang dipenuhi asap kopi dan debu buku tua.

“Saya butuh bantuan Anda, Pak,” kataku tanpa basa-basi, meletakkan undangan debat Rendra di mejanya.

“Saya harus berlatih. Tiga hari tidak banyak.”

Pak Arka mengambil kertas itu, matanya menyapu subjek: ‘Integritas Mahasiswa dalam Iklim Politik Kampus’.

“Integritas,” ulangnya, nadanya sarkastik.

“Kata favorit setiap politisi yang tidak jujur. Rendra memilih tema ini karena dia tahu, Amara, integritas adalah satu-satunya hal yang tidak kau miliki, setidaknya di mata publik.”

Aku duduk di kursi di hadapannya. “Itu penilaian yang jujur. Rendra akan menggunakan setiap kegagalan masa lalu Amara untuk meracuni argumen substansialku. Dia akan membalikkan kritikku menjadi serangan balik pribadi.”

“Tepat sekali. Rendra adalah ahli retorika klasik. Dia akan menghancurkan ethos-mu (karakter), sehingga logosmu (logika) menjadi tidak relevan.

Kampus kita, seperti masyarakat kita, mencintai narasi kesucian. Kau adalah dosa yang berjalan. Dia adalah kesucian yang patuh,” jelas Pak Arka, menyalakan lampu meja.

“Latihan kita tidak akan berfokus pada data kurikulum, Amara. Kita akan berfokus pada cara membela hantu masa lalumu.”

Aku mengangguk. “Bagaimana cara menangkis serangan karakter tanpa terlihat defensif atau meminta belas kasihan?”

Pak Arka menyilangkan tangan di dada. “Kau harus mengubah medan pertempuran. Jika Rendra ingin bicara tentang integritas, ubah definisi integritas. Jangan biarkan dia mendefinisikannya sebagai ‘kepatuhan pada sistem.’ Integritas sejati adalah keberanian untuk mengakui ketidaksempurnaan dan tetap berjuang untuk kebenaran yang lebih besar.”

“Jadi, saya harus mengakui utang judi online itu?” tanyaku.

“Kau harus memeluknya,” jawab Pak Arka tegas.

“Kau harus berkata, ‘Ya, Amara pernah jatuh. Amara pernah menjadi pecundang. Amara berutang. Dan itu adalah bukti nyata bahwa sistem yang dipuja Rendra ini gagal total.’ Kau harus membuat orang melihat Amara yang lama bukan sebagai musuh, tetapi sebagai korban yang kini bangkit. Itu adalah kekuatan pathos yang tidak dimiliki Rendra.”

Aku menarik napas dalam. Ini terasa sangat rentan, tetapi secara strategis, ini brilian. Rendra mengandalkan rasa malu Amara yang lama. Kinara yang sekarang tidak memiliki rasa malu itu.

“Baik, mari kita mulai latihannya,” kataku. “Berikan saya serangan terburuk yang bisa Rendra lontarkan.”

Pak Arka mengambil pena, matanya berubah menjadi tajam, seperti hakim di ruang sidang. “Amara, Anda menuntut transparansi BEM. Namun, Anda tidak pernah transparan mengenai sumber uang untuk melunasi utang judi online Anda. Apakah uang itu berasal dari orang yang sama yang ingin menghancurkan BEM? Bukankah itu berarti Anda dibayar untuk menjadi kritis?”

Serangan ini sangat mematikan karena menggabungkan utang lama dengan konflik baru, menciptakan narasi konspirasi. Aku harus merespons cepat, tanpa emosi.

“Bapak Rendra,” aku memulai, membayangkan Rendra di hadapanku.

“Pertanyaan Anda sangat menarik karena menempatkan fokus pada dompet pribadi, bukan pada dompet mahasiswa. Mari kita transparan. Sumber uang yang saya gunakan untuk membayar utang adalah dari pekerjaan sampingan yang halal, yang saya lakukan setelah sadar bahwa saya harus bertanggung jawab atas kesalahan pribadi Amara. Tapi, mari kita bandingkan. Utang pribadi saya hanya mengancam satu orang: diri saya sendiri.”

Aku mencondongkan tubuh. “Utang BEM—yang kami pertanyakan kejelasannya—mengancam ratusan mahasiswa yang dananya seharusnya digunakan untuk kepentingan publik. Saya sudah membayar utang saya, Pak Rendra. Apakah Anda sudah membayar utang transparansi Anda kepada mahasiswa?”

Pak Arka menyeringai. “Bagus. Respons yang membalikkan beban pembuktian. Tapi Rendra tidak akan berhenti. Dia akan menyerang logos-mu lagi.

'Amara, Anda berbicara tentang kegagalan sistem pendidikan, padahal Anda sendiri adalah mahasiswa yang malas. IPK 0.9 bukan salah sistem, itu salah kemalasan. Mengapa kami harus mendengarkan keluhan dari mahasiswa yang gagal?'”

“IPK 0.9 bukan kegagalan individu, Pak Rendra, itu adalah gejala,” kataku, suaraku mengeras sedikit.

“Gejala dari sistem yang menuntut kepatuhan buta, bukan pemikiran kritis. Saya mengakui, saya gagal mematuhi sistem Anda. Tapi saya bangga. Kegagalan saya mengajarkan saya sesuatu yang tidak bisa diajarkan oleh IPK sempurna: empati. Saya tahu bagaimana rasanya dibuang oleh sistem. Dan justru karena saya pernah berada di bawah, saya tahu persis bagaimana sistem ini bekerja untuk menahan mahasiswa seperti saya. Mahasiswa yang sempurna seperti Anda, Pak Rendra, tidak pernah tahu bagaimana rasanya berjuang, karena Anda hanya tahu bagaimana cara mematuhi. Dan kepatuhan adalah musuh dari reformasi.”

Keheningan sejenak memenuhi ruangan. Pak Arka menaruh penanya.

“Itu adalah pukulan telak. Kau menggunakan pengalaman pahit Amara untuk memberikan otoritas moral pada argumenmu. Itu adalah cara yang sangat efektif untuk memenangkan pathos audiens. Kau mengubah kritik sosiologi yang dingin menjadi pengalaman yang bisa dirasakan,” puji Pak Arka.

“Tapi ada satu hal lagi,” lanjutnya, wajahnya kembali serius.

“Rendra adalah politisi kampus. Dia tahu bahwa di Indonesia, politik tidak hanya dimainkan di podium formal, tetapi juga di belakang layar, dengan sentuhan soft power dan jaringan. Apakah kau yakin Rendra hanya mengandalkan masa lalu digital Amara? Bagaimana jika dia memiliki serangan struktural yang baru, yang tidak kau duga?”

Aku merenung sejenak. Rendra adalah Ketua BEM. Dia pasti punya akses ke data dan kebijakan yang aku tidak punya.

“Sistem, apa yang bisa menjadi serangan struktural baru Rendra?” tanyaku dalam hati.

[KINERJA SISTEM: Menganalisis Pola Keputusan Rendra (Target 2). Probabilitas 75% Rendra akan menggunakan klausa anggaran yang sangat teknis, yang baru disetujui BEM, untuk menunjukkan bahwa kritik Anda terhadap transparansi adalah misinformed (salah informasi). Serangan ini akan memperlihatkan kelemahan Anda di domain politik praktis BEM.]

“Dia akan menggunakan detail teknis,” kataku pada Pak Arka.

“Dia akan bilang saya salah paham tentang klausa anggaran yang baru. Dia akan menjebak saya dalam detail administratif untuk membuat saya terlihat bodoh dan tidak siap.”

“Itu adalah taktik khas politisi: membanjiri lawan dengan birokrasi,” kata Pak Arka.

“Jika kau tidak bisa menguasai data itu dalam tiga hari, kau harus menangkisnya dengan prinsip. Prinsip selalu lebih kuat daripada detail kecil yang busuk.”

“Prinsip transparansi total,” aku menyimpulkan.

“Saya tidak akan membantah klausa teknisnya, tetapi saya akan menuntut mengapa klausa itu disembunyikan dari publik di awal. Intinya tetap: kurangnya akses, Pak.”

Kami melanjutkan latihan itu selama dua jam, bolak-balik antara kritik karakter dan serangan kebijakan. Aku merasa lelah secara mental, tetapi setiap respons yang kuberikan terasa semakin tajam, semakin logis, dan yang terpenting, semakin jauh dari Amara yang lama.

“Amara, satu hal terakhir,” kata Pak Arka, menatapku dengan sorot mata yang penuh harap. “Debat ini adalah tentang Rendra dan sistemnya. Tapi jangan lupakan siapa yang menempatkanmu di sana.”

“Maksud Anda, Mastermind dan Serena?”

“Ya. Mereka adalah dalang di balik sistem ini, dan mereka mengawasi setiap langkahmu. Jika kau mengalahkan Rendra, itu akan menjadi pukulan telak pertama pada citra ‘mahasiswa ideal’ yang dipertahankan Serena. Serena adalah Penjaga Data Kelas S.

Dia melihatmu bukan sebagai Amara, tetapi sebagai anomali data yang harus dihapus. Hati-hati. Rendra mungkin hanya pion yang tidak tahu bahwa dia sedang dikorbankan.”

Aku mengemasi tasku. “Saya akan membuat kekalahan Rendra menjadi sangat berharga, Pak. Ini akan menjadi pertunjukan pembuktian bahwa sistem tidak bisa menghancurkan jiwa yang sudah mati.”

Ketika aku meninggalkan gedung fakultas, malam telah larut. Jalanan kampus sepi. Ponselku bergetar. Sebuah pesan teks baru masuk, kali ini dari nomor yang sama yang mengirimiku tautan blog Amara.

Pesan itu singkat, anonim, dan sangat spesifik:

"Rendra akan menggunakan fakta bahwa kau mencoba mencuri data internal BEM. Hati-hati dengan presentasi datamu. Dia punya mata di mana-mana."

Aku terdiam. Aku memang mencoba meretas beberapa data kecil tentang anggaran BEM. Itu adalah tindakan yang sangat rahasia, hanya diketahui oleh Sistem dan aku. Jika Rendra mengetahui ini, dia akan menggunakan upaya peretasan ini sebagai bukti bahwa Kinara/Amara adalah penjahat, bukan reformator.

Siapa yang mengirimkan pesan ini? Orang yang sama yang memberi petunjuk tentang Serena? Jika ya, itu berarti sekutu rahasia ini memiliki akses yang jauh lebih dalam ke jaringan internal Rendra daripada yang kukira. Atau, lebih menakutkan, mungkinkah pesan ini adalah jebakan yang lebih rumit lagi?

Aku buru-buru memanggil Sistem.

“Sistem, lacak sumber pesan anonim ini. Bandingkan pola bahasa dengan Targets atau Antagonis yang ada.”

[KINERJA SISTEM: Analisis Pola Bahasa. Pola bahasa sangat formal namun protektif. Tidak cocok dengan gaya Serena (agresif manis), Pak Arka (filosofis), Dimas (jurnalistik), atau Bapak Surya (korporat). Terdapat kesamaan tipis dengan pola command structure (struktur perintah) Rendra, namun dengan sentuhan personal yang lebih tinggi.]

Sebuah kesamaan dengan pola Rendra? Mungkinkah Rendra yang mengirimnya? Mustahil. Dia sedang mencoba menghancurkanku.

Kecuali...

Kecuali pengirim pesan ini adalah seseorang yang bekerja sangat dekat dengan Rendra. Seseorang yang loyal pada Rendra, namun mulai melihat sisi gelap kepemimpinannya.

Aku memikirkan Tania, tangan kanan Rendra. Dia terlihat goyah di kafetaria. Dia yang memiliki akses ke informasi operasional BEM. Dia yang mungkin mulai mempertanyakan otoritas Rendra.

Peringatan ini sangat berharga. Jika aku tahu Rendra akan menggunakan serangan itu, aku bisa menyiapkannya. Aku bisa mengakui upaya peretasan, tetapi lagi-lagi, membalikkan narasinya: ‘Saya harus meretas, karena pintu transparansi yang Anda banggakan terkunci rapat.’

Aku menatap ke langit malam. Pertarungan integritas telah menjadi pertarungan strategi tingkat tinggi. Dan di tengah semua ini, aku menyadari satu hal yang paling mengerikan: entah itu Rendra, Serena, atau sekutu rahasia ini, semua orang kini mulai melihat Kinara yang tersembunyi di balik tubuh Amara. Mereka tidak lagi melihat pecundang yang mabuk; mereka melihat ancaman yang sangat cerdas.

“Tiga hari,” bisikku pada diri sendiri. “Aku akan menggunakan tiga hari ini untuk merancang kehancuran yang elegan bagi Rendra. Dan saat aku menang, Serena akan tahu: anomali data ini akan segera menghapus seluruh sistemnya.”

Aku berjalan menuju apartemen, merasakan ketegangan yang merayap. Aku sudah siap menghadapi Rendra di panggung debat, tetapi kini, aku harus berhati-hati agar tidak menjebak diriku sendiri dalam jaring yang lebih besar yang dibuat oleh sekutu yang tidak kukenal.

Debat ini akan menjadi penentu. Dan aku harus menang, bahkan jika itu berarti menggunakan setiap kelemahan Amara yang paling memalukan sebagai baju zirah.

1
Tara
ini system kok kaga bantuin. kasih solusi kek bukan cuman ngancam aja🤭😱🫣
Tara: betul betul betul...baru kali ini ada system absurd😱😅🤔🫣
total 2 replies
Deto Opya
keren sekali
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!