Cincin Hitam itu bukan sembarangan perhiasan.
Cincin itu adalah sebuah kunci bagi seseorang untuk merubah hidupnya dalam waktu yang sangat singkat.
karena cincin itu adalah sebuah kunci untuk mewarisi kekayaan dari seseorang yang teramat kaya.
Dan dari sekian banyak orang yang mencarinya cincin itu malah jatuh pada seorang pemuda yang mana pemuda itu akan jadi ahli waris dari kekayaan yang tidak terhingga.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Di Persingkat Saja DPS, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Carl ternyata...
Malam hari, di tempat yang sepi di ujung jalan sebuah gang.
Di sana langkah Carl benar-benar tertahan. Tidak ada jalan lagi baginya untuk melarikan diri dari orang-orang yang mengejarnya.
Ia hanya bisa diam terengah-engah sambil menahan pendarahan di perutnya karena sebuah tembakan.
"Akhirnya anda berhenti juga. Sungguh sangat merepotkan mengejar-ngejar anda sampai ke sini!" Ucap Catarina dengan raut wajah yang tak senang.
Alis mata keduanya makin berkerut ketika berhadapan satu sama lain.
"Tidak aku sangka kalau orang itu akan mengirim orang favoritnya untuk mengejar pak tua ini. Jujur aku sangat senang karena di kejar-kejar perempuan cantik!" Sambil tersenyum sok kuat ia berkata.
Mendengar itu Catarina seketika menjadi sangat jijik hingga ia mendecakkan lidahnya. "Cih!"
"Jangan banyak omong kosong. Katakan saja di mana Cincin itu dan akan saya biarkan anda hidup. Tuan kedua!"
"Hoo~ Tidak aku sangka kalau aku masih di akui sebagai anak kedua dari keluarga. Aku kira aku sudah tidak di anggap!" Seringai di wajahnya makin lebar.
Tentu saja hal itu memang Catarina makin jijik.
"Katakan saja di mana Cincin, aku malas berbicara dengan orang tidak berguna sepertimu!" Dengan ketus ia berkata.
Senyuman Carl makin melebar.
Meksipun terpojok setidaknya ia tahu kalau lawannya tidak akan bisa mendapatkan apa yang di inginkan.
Tentu saja itu menjadi kepuasan tersendiri baginya.
"Sayang sekali, cincin itu telah hilang dan tidak tahu berada di tangan siapa!" Dengan bahu terangkat ia berkata.
Wajah Catarina makin muram.
Tanpa ragu ia mengambil sepucuk pistol kemudian menembak kaki dari Carl hingga Carl berlutut seketika.
Dorr!!
"Ugh!..." Sempat meringis sebentar. Tapi setelah itu ia lanjut tersebut puas seakan dialah yang menjadi pemenang di sini.
Kesabaran Catarina makin menipis di sana hingga ia tak segan-segan untuk menembak lagi. "Karena anda lebih suka mati maka matilah!..."
Ketika ia membidik kepala Carl dan hampir saja menekan pelatuknya tiba-tiba sesuatu yang tidak terduga terjadi.
Bomm!!
Terdengar sebuah ledakan dari arah belakang mereka yang membuat semuanya terkejut hingga langsung menoleh.
Dari arah belakang asap tebal datang dan langsung menutupi pandangan mereka.
"Apa ini!?" Catarina sedikit panik karena tidak bisa melihat apa-apa yang di sebabkan oleh kabut.
Apalagi pada saat ini malam jadi pandangan mereka benar-benar hampir tertutup.
Setelah beberapa saat kabut pun hilang tapi bersamaan dengan kabut yang hilang Carl juga hilang entah kemana.
Tentu saja hal itu memang Catarina marah besar.
"Mana dia!! Cari sekarang juga!" Penuh kemarahan ia berteriak pada semua anak buahnya.
Semua anak buahnya langsung kocar-kacir mencari Carl.
Namun pada saat yang sama Carl sudah berada di tempat yang cukup jauh dari tempat tadi dengan seorang pria yang berdiri di sampingnya.
Pria itu berdiri tegak dengan jas tapi.
Ia tampan meksipun matanya sipit dan selalu tersenyum kapanpun itu.
Ia tidak lain adalah orang yang mengaku sebagai seorang polisi yang sebelumnya menangkap si juragan di kampung.
Namanya Verdian.
"Terimakasih atas bantuanmu. Verdian!"
"Kalau kau tidak datang aku tidak tahu lagi bagaimana nasibku di tangan wanita gila itu!" Ucapnya sambil menghela nafas lega karena akhirnya selamat.
"Itu sudah tugas saya tuan!"
"Ngomong-ngomong karena anda sudah selamat bagaimana kalau kita temui nona Karina sekarang karena beliau sudah menunggu sejak tadi!" Carl langsung mengangguk.
Mereka berdua pun berangkat ke tempat Karina sedang menunggu yang lokasinya sendiri tidak terlalu jauh dari sana.
Ia sekarang sedang menunggu di belakang sebuah gedung tinggi yang gelap dengan banyak sekali orang-orangnya ada di sekitar.
Sambil duduk menunggu ia memainkan hpnya.
Tak lama kemudian Verdian dan Carl datang.
"Nona. Saya sudah membawa tuan kedua ke sini!" Dengan ramah ia berkata pada majikannya yaitu Karina.
Carl langsung maju kemudian duduk di hadapan Karina sambil melontarkan berkata. "Haahh... Akhir-akhir ini hidupku sulit sekali. Banyak musuh yang mengejar-ngejarku karena Cincin itu!" Ia menghela nafas begitu panjang.
"Iyakah?... Memang berapa banyak yang mengejar-ngejarmu. Paman!?" Tanya Karina sambil meletakkan hpnya.
"Banyak. Bahkan perguruan tempatku menuntut ilmu beladiri pun sekarang mengincar cincin itu dan yang datang adalah Juniorku sendiri!"
"Apa dia tangguh?!"
Sambil geleng-geleng kepala si Paman menjawab. "Tidak juga. Tapi ia licik dan licin. Kalau dia ikut mengincar Cincin itu maka masalahnya mungkin akan sulit!"
"Ngomong-ngomong... Cincin itu sudah tidak ada padaku lagi. Jadi aku mau tahu apa Cincin yang satunya lagi masih kamu pegang!?" Si taman tampak sangat tegang.
Ia khawatir kalau Cincin yang satunya lagi hilang makan itu akan jadi masalah besar untuk mereka.
Karena tanpa siapapun ketahui sebenarnya cincinnya ada dua.
Satu adalah Cincin Hitam sedangkan yang satunya lagi adalah Cincin putih yang sekarang ada di tangan Karina.
Cincinnya langsung di keluarkan agar si Paman tenang.
"Syukurlah kalau begitu!"
"Sekarang yang perlu kita lakukan adalah mengambil kembali Cincin Hitamnya agar warisan itu jadi milikmu!" Karina yang tidak setuju langsung menggelengkan kepalanya.
Mata si paman langsung mengernyit karena bingung.
"Kenapa tidak?!"
"Karena aku sengaja meninggalkannya pada seorang pemuda untuk di jaga. Akan bahaya sekali kalau kita memegang kedua Cincinnya secara bersamaan!"
"Kalau ayahku menangkap kita maka kedua Cincin itu akan jatuh padanya!" Ekspresi si Paman berubah terkejut.
Ia teringat kalau Cincin sekarang sedang berada di tanganku.
"Maksudnya kamu sengaja meninggalkan Cincinnya pada Pemuda yang ceroboh itu!?" Kali ini mata Karina yang mengernyit.
"Apa paman sudah tahu!?"
"Ya. Tepat sebelum aku di kejar-kejar tadi aku melihat seorang pemuda menjatuhkan Cincinnya!"
Ekspresi Karina langsung jatuh.
Ia muram karena kesal. "Bisa-bisanya di seceroboh itu. Dua kali dia menjatuhkan Cincinnya di depan umum!"
Karina hanya bisa mengelus-elus keningnya.
Ia kini mulai ragu untuk tetap meninggalkan Cincin itu padaku.
"Apa sebaiknya kita ambil kembali Cincin itu!?" Usul si Paman dengan serius.
Untuk sesaat Karina terdiam untuk mempertimbangkan banyak hal.
"... Tidak. Kita tinggalkan Cincin itu padanya untuk sementara!" Si Paman hanya bisa mengangguk.
Ia akan ikut apapun kemauan dari Karina.
Bisa di bilang si Paman ini adalah orang kedua yang berdiri bersama Karina untuk melawan ayahnya.
Yang satunya lagi adalah kakek dari keluarga ibunya.
Di waktu yang bersamaan aku sedang berbaring di kamarku.
Ruangannya gelap karena lampu sudah dimatikan.
Hanya ada ada sedikit cahaya yang masuk lewat celah-celah.
Kala itu aku sedang banyak pikiran hingga tidak bisa tidur sama sekali meskipun sudah beberapa menit berbaring.
Tanpa sadar aku mulai melamun.
Setelah sadar aku malah kepikiran dengan Cincin Hitam yang di titipkan padaku oleh Karina yang tergeletak di atas meja di samping kasur.
Karena gabut aku mengambil Cincin itu dan menatap kotaknya untuk beberapa saat sambil mengira-ngira masalah seperti apa yang ada di balik ini hingga Karina menitipkan cincinnya padaku.
Cukup lama aku merenung hingga akhirnya aku bisa tidur.