NovelToon NovelToon
40 Hari Sebelum Aku Mati

40 Hari Sebelum Aku Mati

Status: sedang berlangsung
Genre:Teen / Fantasi / Reinkarnasi / Teen School/College / Mengubah Takdir / Penyelamat
Popularitas:2.6k
Nilai: 5
Nama Author: Tiga Dara

Bagaimana rasanya jika kita tahu kapan kita akan mati?
inilah yang sedang dirasakan oleh Karina, seorang pelajar SMA yang diberikan kesempatan untuk mengubah keadaan selama 40 hari sebelum kematiannya.
Ia tak mau meninggalkan ibu dan adiknya begitu saja, maka ia bertekad akan memperbaiki hidupnya dan keluarganya. namun disaat usahanya itu, ia justru mendapati fakta-fakta yang selama ini tidak ia dan keluarganya ketahui soal masa lalu ibunya.
apa saja yang tejadi dalam 40 hari itu? yuk...kita berpetualang dalam hidup gadis ini.

hay semua.... ini adalah karya pertamaku disini, mohon dukungan dan masukan baiknya ya.

selamat membaca....

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tiga Dara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 21. Lapor Mama!

Hari senin sepertinya hari yang tidak disuka oleh beberapa orang, tak terkecuali Karina. Rasa lelahnya seperti belum juga menghilang dari tubuhnya, setelah rentetan perjalanannya diakhir pekan kemarin yang tak hanya menguras tenaga. Tetapi juga menguras emosinya. Hari ini sudah harus kembali berkutat dengan rutinitas sekolahnya. Apalagi, Karin sudah berada di kelas XII, kelas terakhir jenjang SMA. Ia tak lagi bisa sesuka hati bolos demi bisa berlama lama diatas kasur saat badan sedang kurang bersahabat seperti saat kelas sebelumnya.

Pagi itu, ia benar benar harus memaksa tubuhnya untuk bergerak bersiap menjalani hari, bangun pagi dan sarapan. Untungnya, hari ini ibunya membuatkan sarapan kesukaan Karina, sup asparagus dengan roti panggang, sedikit memberi suntikan semangat baginya memulai aktifitas hari ini.

“Habiskan sarapanmu Rin, badanmu mulai kurusan. Kamu terlalu banyak kegiatan.”

“Masa sih ma kurusan? Bagus lah, gak perlu diet.”

“Heh, gak boleh. Mama gak suka. Gak ada diet dietan.”

Karin tertawa karena berhasil meledek ibunya yang sudah bersiap juga untuk bekerja. Sementara adiknya, Dimas sudah hampir menghabiskan sarapannya.

“Kamu jangan terlalu fokus sama misimu mencari papamu. Nanti sekolahmu terganggu. Ingat, mama hanya kasih ijin kamu melakukan semua itu asal sekolahmu gak jadi terbengkalai.”

“Iya mama, Karin janji. Sekolah tetap prioritas.”

‘Demi membuat mama bahagia, setidaknya saat ini’ lanjut Karina dalam hati. Baginya, sekolah sudah lagi tak menarik baginya. Toh ia tidak akan hidup sampai kelulusan, pikirnya.

“Ma, hubungan mama sama nenek, seberapa buruk sih?”

Bu Nurma melirik cepat anak gadisnya, sambil merapikan catatan-catatan kecil yang berserakan dimeja, bekas mama bekerja malam tadi kedalam pouch. Lalu meletakan pouch itu kedalam tas. Karina terdiam menunggu jawaban ibunya.

“Nenek yang mana maksut kamu?”

“Ya orang tua papa.”

Bu Nurma menarik nafas panjang, lalu duduk dimeja makan mendekati anak-anaknya.

“Jujur, mama memang tidak terlalu mengenal mereka. Sejak awal mama pacaran sama papa, keluarga papa memang tidak menyetujui hubungan kami. Bahkan setelah menikah, mereka tidak merestui. Mama menikah dengan papa, tanpa kehadiran keluarga papa.”

Karina dan Dimas terdiam, mereka betul-betul menyimak cerita ibunya. Ini adalah kali pertamanya bu Nurma membicarakan perihal kehidupan masa lalunya. Sesuatu yang tidak pernah didengar oleh anak-anaknya.

“Papamu sejak awal selalu memastikan bahwa ia akan berusaha membuat keluarga papamu bisa menerima mama. Itulah yang membuat mama bersedia menikah dengan papa. Apalagi, mama sudah yatim piatu sejak kecil. Kehadiran papa sangat berarti mama.”

Bu Nurul menyeruput teh hangat di sela-sela ceritanya. Memberinya jeda untuk sekedar menarik nafas menetralkan gemuruh di dadanya. Mengenang masa lalu yang sudah ia kubur rapat selama ini, bukanlah hal yang mudah baginya. Namun ia sadar betul, memang akan ada waktunya ia menggali cerita itu untuk dihadirkan kepada anak-anaknya. Dan ternyata, inilah waktunya.

“Mama bahkan hanya pernah beberapa kali bertemu dengan nenekmu. Itu juga cuma sebentar. Jadi mama tidak begitu mengenal nenekmu dengan baik.”

“Kalau papa, orangnya gimana menurut mama?”

Dimas menyela cerita ibunya. Sarapannya sudah selesai. Ia fokus mendengar cerita ibunya.

“Mama gak bisa cerita banyak soal papamu. Sampai sebelum papamu pergi, mama mengenalnya sebagai suami dan ayah yang sangat baik. Itu saja. “

Terjeda, ada banyak hal yang sebetulnya ingin mereka tanyakan, tapi mereka memilih diam. Mereka tau bahwa ibunya tidak pernah mau bercerita banyak soal masa lalunya, dan mereka tak mau memaksakan itu.

“Kalian bertemu siapa saja kamaren di Bandung?”

“Kami bertemu aki Daryo. Mama ingat nama itu?”

Nurma tersenyum mendengar nama itu disebut. Ingatannya meluncur cepat ke masa itu. Seorang tetangga baik hati, yang tidak hanya sering membantunya, tapi juga saksi perjalanan dari kisah hidupnya.

“Jadi mang Daryo masih hidup?”

“Masih ma. Beliau yang menjaga rumah nenek. Sementara nenek sekarang hidup di panti wreda. Rumah lama kita, sudah dibeli oleh nenek. Sekarang jadi toko kue. Kata ki Daryo, nenek sengaja buat toko kue di sana, supaya kalau kita nyariin, gampang ketemunya.”

“Kenapa dia pikir kita bakal nyariin dia?”

Karina ganti terdiam. Ia ragu-ragu untuk menceritakan bahwa perpisahan ayah dan ibunya adalah ulah dari mertuanya sendiri. Karina tak mau jika ia terkesan memberikan pembelaan atas kesalahan yang sudah neneknya lakukan.

“Mama pergi dari rumah itu karena papamu yang minta. Jadi jangan harap mama akan mencari papamu atau kembali kerumah itu.”

Dimas pun tak berani angkat bicara. Ia tidak berani mengatakan apapun mendahului kakaknya.

“Gak ada yang kalian sembunyikan dari mama kan?”

“Engga....”

Karin dan Dimas menjawab bersamaan, sambil saling tatap dengan rasa canggung.

“Kemarin kita beneran cuma ketemu sama ki Daryo aja ma. Kalau yang minggu kemaren, kita ketemu nenek. Tapi kita juga baru tau dari ki Daryo kalau dia nenek kita.”

“Waktu ketemu nenek, ngobrol apa?”

“Kita ketemu nenek di rumah sakit ma. Nenek dirawat, jadi kita gak bisa ngobrol banyak. Tapi kita diterima dengan baik kok walaupun beliau juga gak banyak bicara. Yang pasti, beliau tau kalau yang beliau lakukan ke mama dulu adalah sebuah kesalahan.”

Nurma mengangguk-angguk pelan sambil menyesap teh hangatnya. Ada yang sedang berusaha ia redam. Sebuah rasa aneh yang selama ini sudah ia usahakan untuk berdamai. Bagaimanapun ibu mertuanya, ia tetaplah nenek bagi anak-anaknya. Dan Nurma merasa tidak berhak untuk menghalangi hubungan itu.

“Ya sudah, intinya mama gak mau sekolahmu terganggu. Kamu bentar lagi ujian. Fokus ke sana dulu, jangan sampai ujianmu terganggu.”

Nurma berdiri, membereskan sisa-sisa sarapan dan membawa piring-piring kotor ke wastafel di dapur.

“Kak, kenapa gak jujur aja si sama.”

Dimas berbisik saat ibunya mencuci piring bekas sarapan hari itu.

“Jujur soal apa?”

“Ya semuanya. Soal nenek. Soal papa dan rumah ini. Mama berhal tau kak.”

Masih berbisik. Sesekali mereka melempar pandangan kearah ibunya takut mendengar apa yang ia bicarakan.

“Jangan sekarang. Dan kalau bisa jangan kita yang bilang.”

“Trus siapa? Kapan?”

“Mama berhak dengar langsung dari papa. Makanya sekarang kita harus pikirin gimana caranya bis segera ketemu sama papa. Cuma papa yang bisa perbaiki kondisi ini.”

“Karin, mama lupa bilang. Mama udah daftarin kamu bimbel. Itu, yang deket sekolahmu. Jadi pulang sekolah kamu bisa langsung ke bimbel sendiri. Tapi tetep harus makan siang dulu ya. Mama sama tante Nurul udah daftarin kamu sama Nia. Mulai minggu depan ya.”

Nurma bicara tanpa menoleh, membuat Karin terhenyak kaget.

Ah... Bimbel itu, bisiknya dalam hati. Tempat dimana awal mula 'mimpi buruk' ini terjadi

***

1
Soraya
apa mungkin Pak bewok penjualan es itu budiman
Soraya
mampir thor
🔥_Akane_Uchiha-_🔥
Sangat kreatif
mamak
keren mb Dy,
Tiga Dara: hey... sapa nih??
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!