Clarissa, yang terikat oleh sistem terpaksa harus menjalani dua kehidupan lagi agar dia bisa mati dengan tenang.
Setelah dalam kehidupan sebelumnya, suskses sebagai wanita karir yang dicintai oleh keluarga dan semua orang, kini dia terlempar ke jama di era 80 an yang terlahir sebagai bayi dari keluarga buruh tani miskin yang tinggal di desa Sukorejo.
Misi kali ini adalah mengentaskan keluarganya dari kemiskinan dan menjadi wanita suskse seperti sebelumnya.
Mampukah Clarissa yang kini bernama Lestari,seorang bayi dengan otak dan pemikiran wanita dewasa,yang sudah pernah jatuh bangun dalam menjalankan usahanya mampu menyelesaikan misinya?
Kehidupan di era 80 an tidaklah mudah, keterbatasan alat dan juga masih tingginya praktek KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) membuat hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi Lestari yang dalam kehidupan sebelumnya banyak ditunjang oleh kemajuan teknolgi dan percepatan informasi.
Penasaran...
ikuti terus kisa Lestari dalam cerita ini!
HAPPY READING...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon julieta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BERTEMU KELUARGA SRIKANDI
Pagi hari jalanan sangat sepi sehingga mereka bisa sampai kota hanya dalam waktu satu setengah jam, bertepatan dengan matahari yang baru saja muncul.
Supardi dan Srikandi pun berpisah dengan Suparman setelah menyerahkan ongkos perjalanan dan berpisah didepan pasar yang sudah ramai dengan aktivitas para pedagang dan pembeli yang sudah memadati pasar induk dikota T tersebut.
Karena masih terlalu pagi, pasangan suami istri itupun berjalan keliling untuk membeli kue buat oleh-oleh ketiga anak mereka yang tak ada didesa sambil melihat-lihat kondisi pasar yang ada dikota, mengisi waktu sambil menunggu dealer buka.
Tari yang digendong menghadap kedepan, bisa melihat banyak sekali jajanan pasar yang belum pernah dia rasakan.
“Beli...beli...”, ucapnya sambil menunjuk setiap kali ada makanan yang dirasa cukup menarik dan terlihat lezat dimatanya.
Karena sekarang memiliki uang, Srikandi pun tak pelit dan dia membeli satu macam setiap varian yang bayi perempuannya tunjuk, membuat Tari bertepuk tangan kegirangan.
Pasar pagi ini cukup ramai dan padat sehingga Srikandi berjalan dengan hati-hati agar Tari tak sampai tergencet pengunjung yang datang untuk membeli barang.
Sepasang suami istri berjalan cukup lambat sambil melirik kanan dan kiri, melihat apakah ada barang bagus atau makanan yang enak untuk dibeli sebagai oleh-oleh untuk ketiga anaknya yang ada dirumah.
Begitu berada didepan penjual aneka jajanan pasar yang cukup lengkap, Srikandi pun berhenti, sementara Supardi memilih untuk melihat ke bagian samping si penjual kue untuk melihat beberapa pisau dan alat potong yang dijual disana.
“Suka kue ya dik? Mau yang ini...”, ucap seorang wanita paruh baya sambil mengambilkan kue bolu berbentuk boneka beruang dengan memakai rok yang cantik, yang langsung diterima dengan gembira oleh Tari.
“Enak...enak...telimakasih nenek”, ucap Tari sopan.
Wanita paruh baya yang masih terlihat cantik itu tersenyum ramah sambil menatap bayi yang dengan rakus memakan kue bolu ditangannya hingga Srikandi yang sedari tadi melihat kesamping kiri, memilih kue untuk dia bawa pulang nanti tak memperhatikan anaknya tiba-tiba menegakkan badannya.
“Lho, dikasih siapa kue ini dek?”, tanya Srikandi sambil menoleh kekanan untuk melihat dan mengucapkan terimakasih kepada orang yang telah memberikan kue untuk anaknya.
Deg,
Tubuh Srikandi dan wanita itu membeku ditempat, netra keduanya pun saling bertatapan dengan banyak kerinduan tersirat didalamnya.
“Ibu, sudah waktunya ibu dan nenek belbaikan. Kalian beldua sama-sama menyimpan lasa lindu dihati tapi telalu gengsi untuk mengakui”, guman Tari dalam hati.
Srikandi yang mendengar ucapan bayinya merasa malu karena dia tak menyangka jika rahasia hatinya bisa anak perempuannya ketahui.
Sementara Sulastri, yang seperti mendengar suara bayi yang tadi diberinya kue sedikit terkejut setelah sadar jika bayi itu tak berbicara dan saat ini tengah asyik menikmati kue bolu berbentuk beruang yang kini hanya menyisakan badannya saja sebab kepala, tangan dan kakinya sudah masuk kedalam mulut Tari yang kini sudah mengembung, seperti hamster yang kebanyakan makan.
“Ck, pelmasalahan olang dewasa sungguh lumit. Kenapa tidak belbaikan saja. Bukankah sudah beltemu dan juga saling menyimpan lasa lindu”, Tari kembali menggerutu dalam hati sambil sesekali mata bulatnya melirik kearah ibu dan neneknya.
Supardi yang baru saja bergabung dengan keduanya, mendengar suara hati bayinya dan kondisi canggung istri serta ibu mertuanya pun berusaha untuk menjembatani komunikasi diantara keduanya.
Setelah membayar semua kue yang telah istrinya pilih, Supardi berjalan maju dan mengambil satu tangan Sulastri dan dicium punggung tangannya dengan sopan. “Bu...”, sapanya.
“Kita sebaiknya duduk diwarung nasi disana sambil berbincang”, ucap Supardi yang langsung membawa keduanya menuju warung nasi pecel yang tak jauh dari tempat mereka berdiri tadi, sebelum istri dan ibu mertuanya memberi penolakan.
Begitu tiba didalam warung, Supardi segera memesan dua gelas teh manis panas dan satu gelas kopi hitam.
Supardi yang mengetahui kegelisahan hati istrinya, mengusap punggung tangan Srikandi yang mencengkeram bangku yang tengah dia duduki dengan lembut.
“Bu...”, ucap Srikandi dengan suara tercekat.
Belum sepenuhnya Srikandi menyelesaikan ucapannya, Sulastri lebih dulu memotongnya. “Ayo pulang. Bapak dan kakakmu pasti senang melihatmu datang. Apalagi, bayi perempuan mu ini, mereka belum pernah lihat”, ucapnya..
Srikandi yang merasa jika ini sudah waktunya dia untuk berbaikan dengan keluarganya dan melepaskan semuanya pun menganggukkan kepala. “Baik bu, setelah menyelesaikan beberapa urusan disini, aku dan mas akan mampir kerumah sebelum pulang”.
Sulastri yang masih bingung harus berkata apa lagi, hanya mengangguk dengan ekpresi sedikit puas, melihat anaknya tak menolak untuk pulang kerumah.
Jika diingat kembali, Srikandi terakhir kali mengunjungi orang tuanya setelah Narto lahir. Itu berarti, sudah hampir enam tahun dia tak mengunjungi kedua orang tuanya.
Biasanya, meskipun sambutan kedua orang tuanya dingin, tiap tahun, setiap kali lebaran Srikandi dan suaminya akan datang untuk berkunjung bersama anak-anak mereka.
Hanya saja, selain kesulitan untuk membawa ketiga anaknya pergi naik angkutan umum kekota ketika lebaran, masalah ekonomi yang semakin sulit menjadi penyebab utamanya sehingga mereka tak lagi bisa mengunjungi ibu dan ayah Srikandi dikota.
Kini, dia telah bertemu ibunya dipasar tanpa sengaja. Diajak untuk pulang, tak ada alasan bagi Srikandi untuk menolak. Apalagi keluarganya juga belum pernah melihat bayinya perempuannya sehingga ini akan mereka buat sebagai kunjungan untuk memperkenalkan anggota baru keluarga mereka.
Setelah menghabiskan segelas teh panas yang menantunya pesankan, Sulastri pun pamit undur diri. Dia berencana untuk memasak masakan kesukaan Srikandi begitu sampai dirumah. Maka dari itu, diapun segera berkeliling, membeli bahan makanan dan lauk yang akan dia masak nanti.
Melihat jika hari sudah mulai siang, Supardi pun segera mengajak istrinya pergi ke dealer terdekat yang ada disekitaran pasar.
Sang pamuniaga yang melihat pelanggan pertama mereka datang setelah dia membuka toko segera menyambutnya dengan ramah.
“Silahkan masuk bapak, ibu, apa ada yang bisa kami bantu?”, sapanya ramah.
“Saya ingin cari motor pak, bisa minta tolong ditunjukkan barangnya yang ready mana saja ya”, ucap Supardi sambil melihat-lihat motor yang ada didalam dealer.
Semua motor yang dipajang didalam dealer pramuniaga itu tunjukkan dan jelaskan mulai dari spesifikasinya hingga harganya, membuat Supardi dan Srikandi mulai menghitung dan menimbang akan membeli motor yang mana untuk bisa memenuhi kebutuhan mereka nanti.
“Jadi, semua motor yang ada disini belum ready ya pak?”, tanya Supardi memperjelas.
“Benar pak, semua motor disini masih harus kami pesan ke provinsi. Paling cepat lima hari sudah ada barangnya. Jika ada hal tak terduga dijalan, sekitaran satu mingguan barang baru bisa tiba disini”, ucap sang pramuniaga menjelaskan.
Supardi yang tengah berpikir akan membeli motor yang mana tiba-tiba dikejutkan oleh suara yang datang dari arah belakang tubuhnya, seorang pria berkumis dengan pakaian rapi yang bisa dia duga sebagai pemilik dealer datang menyapanya.
“Maaf kalau boleh saya tahu, bapak berencana ingin membeli motor ini dengan cara apa, kredit atau cash?”, tanyanya sambil menyodorkan selebaran berisi informasi pembelian motor yang bisa diangsur secara kredit.
“Saya sih inginnya cash saja pak, biar nggak kepikiran setiap bulannya”, ucap Supardi sambil mengembalikan selebaran promosi tersebut dengan sopan.
Mendengar jika konsumen ingin membeli motor secara cash, kedua mata pria berkumis tersebut berbinar cerah.
“Jika bapak ingin membeli cash dan ingin motor yang sudah ready, kebetulan kami ada barang yang baru dikebalikan oleh konsumen. Plat nomor dan surat-suratnya juga sudah jadi, kita tinggal balik namakan saja. Masih baru gresss, hanya saja konsumen ingin ganti model lain”, ucapnya memperomosikan.
“Apa saya bisa melihat barangnya?”, tanya Supardi langsung.
“Mari ikut saya...”, ucapnya bersemangat.
Melihat motor pria merk h***a GL berwarna hitam yang terlihat gagah\, entah kenapa Supardi tiba-tiba merasa jatuh cinta pada pandangan pertama\, begitu juga dengan Tari yang langsung berguman dalam hati. “Sangat bagus! masih balu\, melum pelnah dipakai. Kalena pelnah dikembalikan oleh konsumen\, ayah bisa menego halganya. Aku lasa\, jika ayah pintal belnego\, tiga latus libu sudah dapat”.
Mendengar ucapan bayinya yang juga suka dengan motor yang ditawarkan, Supardipun segera mengeluarkan penawaran.
Meski tak bisa mendapatkan harga tepat tiga ratus ribu, setikdanya Supardi bisa mendapatkan motor tersebut dengan harga tiga ratus tiga ribu, harga yang cukup normal baginya.
Dengan koneksi yang dimiliki pemilik dealer, balik nama BPKB dan STNK bisa langsung dilakukan dalam waktu satu jam saja, membuat Supardi dan Sulastripun bisa membawa pulang motor dan surat-suratnya sekalian tanpa harus balik lagi ke kota untuk mengurusnya.
Setelah membeli dua helm, karena sudah berjanji kepada Sulastri, keduanya pun segera melajukan motor baru mereka menuju kediaman orang tua Srikandi yang berada dua ~~~~kilo dari pasar pusat kota T.
di tunggu upnya thor