40 Hari Sebelum Aku Mati

40 Hari Sebelum Aku Mati

BAB 1. Mati untuk hidup

“Kriiiiiiiiiing…” mimpi indah Karina buyar seketika, saat ponselnya berdering mengumumkan bahwa ini sudah pukul 5 pagi. Ia memincingkan matanya sementara tangannya mencari-cari dimana ia meletakan benda kecil, asal suara itu. Mulutnya monyong-monyong karena tak juga menemukan yang ia cari.

“Rin, bangun!! Berisik itu Hp nya...!!” teriak ibu Nurma, mamanya, dari dapur.

“Iya ma…” sahutnya dengan suara yang masih parau. Hap, akhirnya ketemu, berada dibawah bantal lalu ia matikan alarm ponselnya, mereegangkan badanya yang masih terbungkus dalam selimut.

Ah, pagi yang dingin, hari pertama di bulan April. Hari ini akan jadi hari yang sibuk bagi Karina, siswi kelas XII di sebuah SMA Negeri di Jakarta. Pagi setelah sekolah ia harus langsung bimbingan belajar, persiapan untuk ujian akhir nasional. Belum lagi sore ini ia ada janji dengan ibunya untuk membantu mengurus pesanan bunga di floris milik ibunya. Ah, memikirkannya saja sudah membuat bahunya pegal, dipijatnya bahunya sendiri dengan tangan yang dilipat meraih belakang lehernya.

“Karina, sudah jam berapa ini,” ibunya membuka pintu kamar mengejutkanya, “kamu mau merem terus?”

“iya mamaku sayang, ini udah melek” Karin memelototkan matanya, mulutnya meringis meledek ibunya.

“mandi, sarapan. Se-Ka-Rang!!”

“Siap mama!!”

Ibu Nurma hanya geleng-geleng melihat kelakuan anaknya. Segera Karin beranjak dari tidurnya menuju kamar mandi.

Tak butuh waktu lama, Karin keluar dari kamarnya dengan seragam sekolahnya rapi dan rambut yang masih basah terurai.

“Sarapan apa hari ini mama sayang?”

“Liat sendiri aja sih ngapain nanya” samber Dimas, adik semata wayangnya yang sudah terlebih dulu duduk dan menikmati sepotong tempe goreng.

“Apaan sih lu, orang gue nanya mama.”

“Kan keliatan ini dimeja, ngapain nanya.”

“Lah suka-suka gue dong mau nanya apa gak.”

“hustt…, kalian tuh ya pagi-pagi udah ribut” lerai mamanya. Menyiapkan segelas susu hangat untuk masing-masing anaknya.

“Sudah, duduk Karin. Kita sarapan” perintahnya pada Karin yang masih monyong kesal dengan adiknya. Ini adalah kebiasaan merka bertiga setiap pagi, harus sarapan bersama sebelum mereka melakukan aktifitasnya masing-masing. Tidak lupa ibunya selalu menyisipkan nasihat untuk kedua anaknya.

Seperti pagi itu, Ibu Nurma yang juga sudah rapi bersiap untuk bekerja menyempatkan untuk tetap memasak dan menyiapkan sarapan serta bekal untuk Karin dan Dimas.

"Dimas hari ini ada ulangan kan?" Dimas mengangguk. "Kerjakan betul-betul. Jangan buru-buru, jangan asal kerjain. Ujianmu sudah dekat, nilai raportmu jangan sampai jeblok kya semester kemarin" lanjut bu Nurma.

"Siap bu komandan!" sahut Dimas meledek.

“Jangan lupa sore ini bantu mama di floris ya Rin.”

“He eh ma. Karin gak lupa” Karin mengunyah sarapannya sambil mengangguk. “Memangnya siapa sih ma yang meninggal, kok banyak pesanan karangan bunga hari ini?”

“Mama juga gak tau Rin, yang jelas ada lima pesanan untuk alamat yang sama.”

“Pejabat ya ma?” Dimas bertanya sebelum meneguk habis segelas susu hangat.

“Sepertinya ibu dari seorang pejabat atau pengusaha. Kurang tau juga mama. Ini, nanti kamu buatkan dulu tulisan ini sebelum berangkat sekolah ya. Kalau sudah, simpan di folder biasanya di laptop mama.” Ibu Nurma menyerahkan sebuah tulisan nama dalam secarik kertas. Ibu Surya Dinata, nama yang tertulis disana.

Tugas Karin sebelum berangkat sekolah adalah membuat tulisan untuk dicetak ke sterofoam papan karangan bunga. Ibu Surya Dinata, dibacanya sekali lagi tulisan itu. Nama yang rasanya tidak asing bagi Karin, namun ia tidak yakin mengenal nama itu.

“Mama gak kenal nama ini? Atau pernah denger dimana, gitu?” selidiknya meyakinkan diri, barangkali ibunya juga merasakan hal yang sama. Ibu Nurmo berfikir sejenak, disipitkan matanya seolah mencari sebuah memori, tapi kemudian ia menggelengkan kepalanya.

“Mama gak ingat. Lagian nama orang yang pasti ada yang sama atau mirip” jawab bu Nurma sambil beranjak meninggalkan meja belajar, memberekan sisa-sisa sarapanya dan anak-anaknya.

Ibu Nurma adalah seorang ibu tunggal untuk kedua anaknya, Karina kelas XII dan Dimas kelas VII. Seorang ibu hebat yang sejak anak-anaknya masih kecil bekerja keras menghidupi anak-anak tanpa kehadiran seorang suami. Budiman Arya, nama laki-laki yang sempat dipanggil Karin sebagai papa, kini pergi entah kemana setahun setelah Dimas lahir. Meninggalkan mereka yang berjuang melayan kerasnya hidup tanpa kabar. Dan bagian yang tersulit yang harus mereka hadapi adalah berjuang melawan kenangan dan ketidaktahuan akan apa yang sebetulnya membuat papanya pergi meningglkan mereka begitu saja. Beruntung sebelum papanya pergi, ibu Nurma sempat membuat usaha floris yang diberi nama Paradise, usaha yang akhirnya mampu membuat ibu Nurma menyibukan diri dan melupakan kesedihan atas kepergian suaminya entah kemana, dan juga usaha yang mampu menghidupi keluarganya.

**

Pembahasan di bimbel hari ini sedikit membosankan, bagi Karina.  Mengulang sedikit materi tentang Metabolisme Sel. Ah.., baru semalam ia belajar dan membaca materi ini, hari ini harus ia ulangi lagi. Membosankan, batin Karin. Sementara udara hari ini sangat panas, lembab dan lengket rasanya.

Dalam ruangan seukuran 4x7 meter, diisi delapan anak termasuk dirinya dan Nia, teman baiknya disekolah yang sama, mereka belajar dalam mempersiapkan ujian akhir bulan depan. Udara panas yang membuat AC di ruangan itu rasanya tidak mempan dikulit sama sekali, menghadirkan rasa kantuknya tanpa bisa ditolak. Berkali-kali Karin menguap dan mengusap matanya untuk membuatnya sedikit terbuka, berharap rasa kantuknya pergi dan ia bisa sedikit menegakan kepala mendengarkan bu Sinta, tutornya hari itu. Tersisa 30 menit terakhir, tetapi entah kenapa mata Karin tak bisa diajak kerjasama kali ini. Usahanya tidak berhasil, ia akhirnya menyerah dan tertunduk diatas meja, mencuri kesempatan untuk sebentar memejamkan matanya.

“Rin, jangan tidur.” Nia berbisik-bisik sambil melemparkan gulungan kertas kecil, mengenai rambut Karin yang tak menyahut sedikitpun.

“Rin...!!” Karin tak bergeming. Sementara Nia hanya bisa menghela nafas melihat sahabatnya itu. Ia menyerah, membiarkan Karin tertunduk tidur hingga akhir pembelajaran. Untungnya, mereka duduk dideretan belakang, sehingga bu Nia tidak terlalu memperhatikan salah satu muridnya sudah tumbang diatas mejanya.

“Karinaaa…!!” Nia menimpuk lembut tubuh Karin yang sudah terbuai lelap, menyenderkan kepalanya diatas mejanya.

“Bangun Rin, udah selesai, ayo pulang!!” kali ini Nia menggoyang goyang kepala Karin, membuat Karin kaget dan mendongak linglung.

“Hah, udah selesai??” Nia melipat kedua tangannya di depan dada, menggeleng-gelengkan kepalanya melihat Karin yang baru tersadar dari tidurnya.

“Udah selesai, udah ditambah stengah jam malah” sahut Nia. Karin terkaget.

“Hah, nambah jam??” Karin mengecek jam di ponselnya. “Aduh, ada janji sama mama”.

Buru-buru ia rapikan buku dan tasnya, lalu berlari keluar kelas hendak menuju halte bis di samping gedung bimbelnya.

“Ni, gue duluan ya, ada janji sama mama” Nia tak sempat menjawab, Karin sudah berlalu pergi. Nia hanya melongo melihat sahabatnya itu. Lalu melepas pandanganya dengan menggelengkan kepala.

Karin sedikit berlari, turun dari lantai 2 tempat ia belajar menuju pintu keluar disisi kanan gedung. Lalu berjalan ditrotoar menuju halte bis disebrang jalan utama depan gedung. Ia mengecek ponselnya, mencari barangkali mama mengirim pesan karena keterlambatanya. Sambil sesekali melihat ponsel, ia berjalan menyeberangi jalan. Matanya terpaku pada sebuah pesan dari nomer tak ia kenal. Dibuka pesan itu dan ia mendapati sebuah tulisan,

“Karina, ini papa.” Deg, jantungnya seolah berhenti sejenak, lalu kembali berdetak dengan irama yang jauh lebih cepat. Papa?? Pipinya terasa panas, kaki dan tanganya kaku tak mampu ia gerakan. Lalu tiba-tiba,

Criciiiiit, braaaak !!

Suara deritan rem dan ban mobil menyeruak hiruk pikuk jalanan sore itu.

Mobil itu, berwarna putih dan berpenampilan sporty, membuat tubuh Karin melayang, terlempar beberapa meter keatas, lalu terhempas keras keatas jalanan yang masih terasa panas. Pipinya menyentuh aspal, darah mengucur dari kepala, hidung dan telinganya. Disambut jeritan semua orang yang menyaksikan peristiwa itu.

Mata Karin kabur, bayangan pepohonan dibahu jalan ia lihat membayang bergoyang goyang. Samar-samar suara orang-orang yang mendekatinya masih tertangkap telinganya. Ada suara laki-laki yang menghubungi ambulan, ada suara ibu-ibu yang menangis sambil beristgfar. Dan, ada suara Nia, menjerit memanggil namanya. Lalu, ada seorang laki-laki yang turun tergopoh-gopoh dari mobil itu mendekati tubuhnya yang terkapar ditengah jalan. Lalu, gelap. Semuabtak terlihat, semua membisu.

Terpopuler

Comments

Soraya

Soraya

mampir thor

2025-08-08

1

lihat semua
Episodes
1 BAB 1. Mati untuk hidup
2 BAB 2. Hidup Dengan Yang Mati
3 BAB 3. Bidadari Karina
4 BAB 4. Seandainya Ada Papa
5 BAB 5. Langkah Awal
6 BAB 6. Yang Pulang Tak Berarti Kembali
7 BAB. 7 Perjalanan Pertama.
8 BAB 8. Oma Itu Siapa?
9 BAB 9. Oma Surya VS Nenek Dini
10 BAB 10. Ketahuan
11 BAB 11. Nia dan Putri #1
12 BAB 12. Keikhlasan Mama
13 BAB 13. Sebuah Foto
14 BAB 14. Nia Dan Putri #2
15 BAB 15. Sebuah Kunci
16 BAB 16. Foto Keluarga
17 BAB 17. Persahabatan
18 BAB 18. Jalan Buntu
19 BAB 19. Ratusan Juta Rupiah
20 BAB 20. Rumah Itu Pemberian Papa
21 Bab 21. Lapor Mama!
22 BAB 22. Demam
23 BAB 23. Kotak Kardus
24 BAB 24. Parcel Mama
25 BAB 25. Nek Mojang
26 BAB 26. Es Buah Pak Bewok
27 BAB 27. Pak Bewok
28 BAB 28. Nenek Nia Dan Nenek Karina
29 BAB 29. Berbagai Kejutan
30 BAB 30. Segelas Es Buah
31 BAB 31. Mencari dan Menemukan
32 BAB 32. Rahasia Masing-masing
33 BAB 33. Merubah Yang Tak Bisa Dirubah
34 BAB 34. Ada Yang Menghindar
35 BAB 35. Bapak itu Papa
36 BAB 36. Dedikasi Budiman
37 BAB 37. Kecelakaan
38 BAB 38. Rasa Bersalah
39 BAB 39. Manusia-Manusia Istimewa
40 BAB 40. Keputusan Yang Salah
41 BAB 41. Seperti Bongkahan Salju.
42 BAB 42. 'Menang'
43 BAB 43. Semangat Lagi
44 BAB 44. Pertemuan Diam-Diam
45 BAB 45. Candra Kirana
46 BAB 46. Tangan Kosong
47 BAB 47. Ke-keluarga-an
48 BAB 48. Keributan
49 BAB 49. Intrik
50 BAB 50. Hampers Datang Lagi
51 BAB 51. Peringatan
52 BAB 52. "Seandainya Karin tau dia adalah..."
53 BAB 53. Pundung
54 Mencari Dimas
55 "Hati-Hati Di Jalan Ya Pah"
56 Dia Adalah...
57 Secercah Cahaya
58 Pesan itu...
59 "Dasar Perempuan!"
60 Pertemuan
61 Ayah, dan Anak
62 Perjuangan Belum Berakhir
63 Sebuah Kisah Cinta
64 Mang Daryo Memanggil
65 Mang Daryo Sakit
66 Warisan dan Harapan
67 Kirana dan Bu Dini
68 Pertemuan mengharukan #1
69 Planing
70 De Javu
71 Dalam Rumah Duka
72 Permintaan Terakhir
73 Isi Hati Nurma
74 Janji Temu
75 Membereskan Kenangan
76 Putri Yang Mulai Melemah.
77 Warisan Papa
78 Mari Ke Bandung.
79 Nasihat
80 Memantapkan Hati
81 Sebuah Perpisahan?
82 Mari Bersiap
83 Sepasang Suami Istri.
84 Legowo
85 Takdir Tetaplah Takdir.
86 Wasiat
87 Untuk Kalian Semua Yang Aku Sayang
88 Karya Ke Dua
Episodes

Updated 88 Episodes

1
BAB 1. Mati untuk hidup
2
BAB 2. Hidup Dengan Yang Mati
3
BAB 3. Bidadari Karina
4
BAB 4. Seandainya Ada Papa
5
BAB 5. Langkah Awal
6
BAB 6. Yang Pulang Tak Berarti Kembali
7
BAB. 7 Perjalanan Pertama.
8
BAB 8. Oma Itu Siapa?
9
BAB 9. Oma Surya VS Nenek Dini
10
BAB 10. Ketahuan
11
BAB 11. Nia dan Putri #1
12
BAB 12. Keikhlasan Mama
13
BAB 13. Sebuah Foto
14
BAB 14. Nia Dan Putri #2
15
BAB 15. Sebuah Kunci
16
BAB 16. Foto Keluarga
17
BAB 17. Persahabatan
18
BAB 18. Jalan Buntu
19
BAB 19. Ratusan Juta Rupiah
20
BAB 20. Rumah Itu Pemberian Papa
21
Bab 21. Lapor Mama!
22
BAB 22. Demam
23
BAB 23. Kotak Kardus
24
BAB 24. Parcel Mama
25
BAB 25. Nek Mojang
26
BAB 26. Es Buah Pak Bewok
27
BAB 27. Pak Bewok
28
BAB 28. Nenek Nia Dan Nenek Karina
29
BAB 29. Berbagai Kejutan
30
BAB 30. Segelas Es Buah
31
BAB 31. Mencari dan Menemukan
32
BAB 32. Rahasia Masing-masing
33
BAB 33. Merubah Yang Tak Bisa Dirubah
34
BAB 34. Ada Yang Menghindar
35
BAB 35. Bapak itu Papa
36
BAB 36. Dedikasi Budiman
37
BAB 37. Kecelakaan
38
BAB 38. Rasa Bersalah
39
BAB 39. Manusia-Manusia Istimewa
40
BAB 40. Keputusan Yang Salah
41
BAB 41. Seperti Bongkahan Salju.
42
BAB 42. 'Menang'
43
BAB 43. Semangat Lagi
44
BAB 44. Pertemuan Diam-Diam
45
BAB 45. Candra Kirana
46
BAB 46. Tangan Kosong
47
BAB 47. Ke-keluarga-an
48
BAB 48. Keributan
49
BAB 49. Intrik
50
BAB 50. Hampers Datang Lagi
51
BAB 51. Peringatan
52
BAB 52. "Seandainya Karin tau dia adalah..."
53
BAB 53. Pundung
54
Mencari Dimas
55
"Hati-Hati Di Jalan Ya Pah"
56
Dia Adalah...
57
Secercah Cahaya
58
Pesan itu...
59
"Dasar Perempuan!"
60
Pertemuan
61
Ayah, dan Anak
62
Perjuangan Belum Berakhir
63
Sebuah Kisah Cinta
64
Mang Daryo Memanggil
65
Mang Daryo Sakit
66
Warisan dan Harapan
67
Kirana dan Bu Dini
68
Pertemuan mengharukan #1
69
Planing
70
De Javu
71
Dalam Rumah Duka
72
Permintaan Terakhir
73
Isi Hati Nurma
74
Janji Temu
75
Membereskan Kenangan
76
Putri Yang Mulai Melemah.
77
Warisan Papa
78
Mari Ke Bandung.
79
Nasihat
80
Memantapkan Hati
81
Sebuah Perpisahan?
82
Mari Bersiap
83
Sepasang Suami Istri.
84
Legowo
85
Takdir Tetaplah Takdir.
86
Wasiat
87
Untuk Kalian Semua Yang Aku Sayang
88
Karya Ke Dua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!