NovelToon NovelToon
Suara Dari Bayangan

Suara Dari Bayangan

Status: sedang berlangsung
Genre:Balas Dendam / Sistem / Peran wanita dan peran pria sama-sama hebat / Keluarga / Romansa / Pembantu
Popularitas:1.4k
Nilai: 5
Nama Author: MOM MESS

“Aku dibesarkan oleh seorang wanita yang tubuh dan jiwanya hancur oleh dunia yang tak memberinya tempat. Dan kini, aku berdiri, tak hanya untuk ibuku… tapi untuk setiap wanita yang suaranya dibungkam oleh bayangan kekuasaan.”

Mumbai, tengah malam. Di ruang pengadilan yang remang. Varsha memandangi tumpukan berkas-berkas perdagangan manusia yang melibatkan nama-nama besar. Ia tahu, ini bukan hanya soal hukum. Ini adalah medan perang.

Di sisi lain kota, Inspektur Viraj Thakur baru saja menghajar tiga penjahat yang menculik anak-anak perempuan dari desa. Di tangannya, peluru, darah, dan dendam bercampur menjadi satu.

Mereka tidak tahu… bahwa takdir mereka sedang ditulis oleh luka yang sama–dan cinta yang lahir dari pertempuran panjang.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon MOM MESS, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Orang yang Sama.

Langit Mumbai mulai redup saat matahari menggelincir perlahan ke ufuk barat. Di dalam mobil, Viraj memutar kunci dan memarkir kendaraan tepat di depan rumah. Kepalanya menunduk, napasnya panjang. Hari ini adalah hari ulang tahun Mahi, dan ia menyimpan rencana kecil untuk membuat kejutan dengan bahan-bahan yang sudah Diwakar beli untuk nya.

Namun sesuatu terasa aneh. Tidak ada cahaya lampu dari dalam rumah. Viraj mengerutkan kening. "Kok gelap?" pikirnya. Ia mendekat pelan, langkahnya melambat. Jantungnya berdebar tak wajar.

Saat mendekati jendela depan rumah, matanya langsung terpaku—jendela itu retak, dan ada pecahan kaca berserakan di luar. Buru-buru ia menunduk dan memeriksa. Ada goresan seperti bekas congkelan.

Detik itu juga perasaannya langsung tidak enak.

“Mahi…” bisiknya, dengan suara tercekat.

Dengan panik, Viraj membuka pintu. Terkunci. Ia memaksa memutar gagang, dan…

brakk!

Ia mendobraknya paksa. Pintu terbuka kasar, dan bau anyir langsung menyeruak dari dalam. Rumah itu gelap. Hening. Tapi bukan hening yang damai. Ini adalah hening yang menakutkan. Viraj menyentuh saklar dan menyalakan lampu ruang tamu. Matanya langsung membelalak.

Tubuh tetangganya—Pak Sharma, yang ia minta menjaga Mahi hari ini—tergeletak di lantai, tak bergerak. Ada luka besar di kepalanya. Darah telah mengering di pelipisnya.

Viraj langsung berlari mendekat. “Pak Sharma?! Pak?!”

Ia memeriksa denyut nadi—tidak ada. Terlambat.

"Ti-tidak... TIDAAAAAK!” jeritnya.

Nafasnya memburu. Tubuhnya gemetar. Ia bangkit dengan langkah tak pasti, menuju satu tempat yang paling ia takutkan, kamar Mahi. Ia mendorong pintu kamar Mahi. Kosong. Tidak ada Mahi di dalamnya. Tempat tidur berantakan. Tirai koyak. Ada botol kecil yang jatuh di lantai—botol bius.

“MAHI!!” teriaknya keras.

Viraj menendang kursi, membuka lemari, mengecek kolong ranjang, kamar mandi. Tak ada. Tidak ada Mahi. Putrinya telah hilang.

Viraj jatuh terduduk di lantai kamar itu. Pandangannya mulai kabur oleh air mata. Tangannya menggenggam bantal kecil milik Mahi—masih hangat. Tangisan tercekat keluar dari tenggorokannya.

"Mahi..."

Tetangga mulai berdatangan. Beberapa wanita menutup mulut melihat kondisi di dalam rumah. Viraj berlari keluar, bertanya pada satu persatu warga. Namun tidak ada yang melihat Mahi. Viraj mengambil ponselnya dengan tangan gemetar dan menghubungi Diwakar.

"Hallo?"

"DIWAKAR... MAHI... PUTRIKU."

"Viraj, tenangkan dirimu. Ada apa dengan Mahi?"

“AKU TIDAK MENEMUKAN MAHI."

"Apa maksudmu, Viraj?" Tanya Diwakar panik sambil mengambil jacket, dan kunci motor.

"Seseorang... Seseorang sudah masuk ke dalam rumahku. Membunuh Pak Sharma, dan membawa putriku pergi. TOLONG MAHIKU DIWA!" Tangis Viraj pecah. "Baiklah. Aku akan segera kesana setelah menghubungi unit."

Panggilan berakhir. Viraj melempar ponselnya ke lantai dan berdiri lagi. Matanya menatap liar ke segala arah. Tak ada jejak. Tapi ia tidak bisa duduk diam. Tidak mau tinggal diam, dia langsung masuk ke dalam mobil. Melaju kencang keliling kota Mumbai. Menyusuri gang-gang kecil, jalan utama, stasiun, bahkan pelabuhan. "MAHII!!" Tidaka ada petunjuk. Tidak ada jejak. Viraj kembali ke rumah dengan tubuh lemas dan hati yang hancur.

Saat Viraj tiba, ia turun dan langsung terduduk lemas di samping mobil. Hatinya hancur. Pria itu lemah tak berdaya. Diwakar yang melihat Viraj langsung menghampirinya.

"Putriku, Diwa..."

"Kita pasti menemukannya. Kami menemukan CCTV manual di kamar Mahi. Apa CCTV itu terhubung dengan ponsel mu?"

Viraj langsung cepat-cepat mengambil ponselnya. Ia mempercepat rekaman ke beberapa jam yang lalu, hingga... Layar menunjukkan lima orang bertopeng masuk ke kamar Mahi. Terlihat Mahi sempat bangun, dan dengan tegas bertanya, "Kalian siapa?" Tapi para penjahat itu langsung menampar Mahi hingga pingsan. Setelah itu mereka membungkus Mahi menggunakan selimut dan membawanya pergi.

Viraj membeku. Amarahnya mendidih melihat putrinya di pukul seperti itu. Rahangnya mengeras. Ia mem-pause video dan mendekatkan wajahnya ke layar ponsel, meneliti gerakan pelaku. Salah satu dari mereka tak sengaja membuka maskernya sebagian. Wajahnya terlihat. Ia kembali memperhatikan dari jendela di kamera itu. Mobil khusus dengan gantungan patung Dwa Ganesha yang mencolok. Itu mobil travel khusus bandara.

Bandara Internasional Chhatrapati Shivaji. Pukul 22.07 malam.

Hujan deras. Langit menggelegar.

Beberapa polisi berpakaian sipil berjalan cepat memasuki ruang kontrol keamanan bandara, menunjukkan foto wajah pelaku dan mobil kepada petugas bandara.

“Apakah ada mobil yang masuk dengan plat nomor seperti ini?” tanya Jagad.

Petugas menggeleng. “Maaf, Pak. Beberapa hari ini kami tutup beberapa jalur penerbangan sejak sore. Ada badai kecil dan sistem radar mati sementara.”

"Itu artinya mereka tidak jadi terbang." sahut Viraj.

"Kami juga tidak bisa mengakses penerbangan dengan jalur VIP atau lapangan udara pribadi, " sambung petugas. Viraj dan Jagad tersenyum lalu pergi.

Saat tim hendak berbalik, mata Viraj membelalak.

Mobil dengan gantungan patung Dwa Ganesha melintas pelan di jalan luar bandara. Warna yang sama. Dengan plat yang sama.

Tanpa berpikir dan aba-aba. Viraj langsung berlari dengan cepat. Berhenti di tengah jalan tepat di depan mobil itu.

Rem mobil menjerit. Supir kaget dan keluar dari jendela. Viraj langsung berjalan dengan ketukan sepatu amarah mendekati mobil.

“Ada apa ini, Pak?!”

Viraj tidak menjawab. Ia langsung membuka pintu mobil, menarik supir keluar dan menghempaskannya ke aspal.

“DI MANA MAHI!?” bentaknya, tangannya mencengkeram kerah supir.

“A... A... saya nggak tahu siapa itu!” teriak supir ketakutan.

Viraj mengangkat tangan, siap menghantam lagi.

“VIRAJ!!” teriak Diwakar dari belakang. “Cukup!” Diwakar menarik Viraj untuk menghentikannya. Viraj mendesis marah, tapi akhirnya menahan diri. Supir itu diberdirikan, dan Diwakar mengambil alih interogasi.

“Siapa yang kau antar?"

"Saya tidak tau Sir. Mereka booking saya lewat aplikasi travel pribadi. Mereka meminta saya mengantar ke lapangan kecil."

“Ada anak kecil di dalamnya?"

"Ya, Sir. Dalam perjalanan mereka sempat meminta ku untuk berhenti di sebuah perumahan. Mereka bilang... Mereka ingin menjemput anak Tuan mereka."

"DIA PUTRIKU." Bentak Viraj yang ingin menghajar supir itu tapi di tahan oleh Diwakar.

“Sir... Saya berani bersumpah kalau saya tidak tau apa-apa soal ini. Saya hany supit yang di minta menjemput dan mengantar. Dan saya juga gak tau kalau itu adalah penculikan."

“Lapangan yang kau maksud itu di mana?"

“Di luar kota, arah timur, di distrik Dadra. Saya cuma tahu dari GPS.”

"Bagus. Bisa kau antarkan kami ke sana?"

"Bisa, Sir."

Beberapa polisi langsung bergerak ke mobil patroli. Mengikuti mobil travel sebagai petunjuk arah. Tapi Diwakar masih menahan Viraj yang kini berlutut di tanah, tubuhnya gemetar karena kelelahan dan ketegangan.

“Apakah aku bisa menemukan Mahi, Diwa,” lirihnya.

“Bisa. Kita pasti akan menemukan Mahi,” jawab Diwakar, menaruh tangan di bahu Viraj. “Tapi kamu harus kuat. Jangan biarkan emosi kamu jadi kelemahan mereka.” Viraj menatapnya dengan mata merah, penuh duka dan murka.

Markas Polisi, 00.23 dini hari.

Viraj dan Diwakar kembali, menunggu kabar dari tim yang dikirim ke lapangan penerbangan pribadi. Mereka duduk di ruang monitor, menatap layar peta digital yang menampilkan pergerakan unit-unit lapangan.

“Apa hasil pelacakan lapangan itu?” tanya Viraj.

Seorang teknisi IT menjawab, “Kami baru saja mengakses data kepemilikan... lapangan itu bukan milik umum. Itu milik pribadi.”

“Siapa pemiliknya?” Diwakar bertanya cepat.

Teknisi itu menelan ludah. “Devraj Malhotra.” Semua yang ada di ruangan itu terdiam.

1
sknrts
heh??? daddy??😭🙏🏻
angradarma
Dek. lu masih ingat gua gak?
angradarma
KEJUTAN ANJAY
Yeonjun’s wife
HERNANDES IS BACK
Yeonjun’s wife
WHAT— ini serius atau borongan?!??
Yeonjun’s wife
Langsung ingat karakter Arjun Sarkar😭🙏
Yeonjun’s wife
Ceritanya seru, aku suka banget terutama untuk karakter Varsha😍👍keren abizzzzz, btw semangat buat author udh buat karya sekeren ini. Tetap jaga kesehatan tor, wi lop yu 😘🔥
angradarma
Sejauh ini ceritanya seru banget. Penulisan rapi, dan mudah di mengerti. Tinggal typonya aja yang di perbaiki lagi ya tor😁btw suka juga sama alur ceritanya yang menceritakan tentang wanita2 hebat♥️semangat terus tor.
angradarma
makin seru aja nih. lanjut dong tor🙏
angradarma
LANJUT PLEASE. MANA BOLEH LAGI SALTING GINI DI POTONG!🙄
satya
Good job👍🔥
Doni Nanang
keren lanjutkan..
jangan lupa mampir ya kak...
Yeonjun’s wife
LANJUT PLEASE
Yeonjun’s wife
KETEN BANGET🔥
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!