Daniel Ferondika Abraham adalah cucu pertama pemilik sekolah menengah atas, Garuda High School.
Wajahnya yang tampan membuatnya menjadi idaman siswi sekolahnya bahkan di luar Garuda juga. Namun tidak ada satupun yang berani mengungkapkan rasa sukanya karena sikap tempramen yang di miliki laki-laki itu.
Hal itu tak menyurutkan niat Dara Aprilia, gadis yang berada di bawah satu tingkat Daniel itu sudah terang-terangan mengungkapkan rasa sukanya, namun selalu di tolak.
Mampukah Dara meluluhkan hati Daniel? dan apa sebenarnya penyebab Daniel menjadi laki-laki seperti itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon CutyprincesSs, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 20
AUTHOR
"Gimana persiapan kelas 3 nya? Lancar kan?" tanya Vivi duduk di sofa, sebelah Dara yang memangku laptop. "Lancar kok ma, Dara bakal kejar nilai mulai sekarang." jawab Dara antusias. "Lo yakin dek? Jangan sampai sakit." Davin bersuara dari belakang, lalu duduk di samping Julian yang asik nonton tv.
"Juli pikir-pikir Kak Dara jadi ambis setelah di tinggal bang Daniel tunangan." celetuknya terhenti karena Dara mendorong kepalanya. "Fokus nonton tv aja, nggak usah sebut orang lain." Julian menoleh ke belakang sambil memberengut kesal menatap kakaknya.
"Kdrt lo kak!" Dara malah menjulurkan lidah mengejek adiknya itu.
"Dara, kamu ambil jurusan apa? udah milih? Cambridge atau Oxford?" Ali tiba-tiba keluar dari kamar, rambutnya sedikit basah dan duduk di samping Dara. "Dara ambil education di Oxford pa, fokusnya di Child Development." Davin menegakkan badannya, "Wah gua dukung itu dek," ia tersenyum lebar.
Vivi menoleh melihat anak sulungnya, "Serius Dav? Adik kamu bisa ambil management, bisnis," Vivi menjeda ucapannya, melihat Dara, pembahasan ini mulai seru.
"Iya ma. Dara gak mau kabur kok, cuma pengen sembuh dan netralin hati." Vivi menarik bahu Dara untuk di peluk. "Lagian education itu gak cuma belajar ma, apalagi child development itu fokus ke anak-anak, kasih perhatian, progam belajar, dan juga kasih sayang yang gak pernah mereka dapatkan. Oxford juga punya tempat riset terbaik dan Dara bisa jadi konsultan internasional." Davin menjelaskan gambaran mengenai jurusan yang Dara ambil.
"Anak papa sudah dewasa rupanya." Ali tersenyum bangga, "tapi papa juga meminta satu hal padamu nak." Dara menatap Ali, "Apa itu pa?" Ali menepuk perlahan bahunya. "Teruslah bahagia." Dara mengangguk. "Wah kakak keren, kalau udah kerja di sana jangan lupa sama rakyat jelata di rumah ini ya?" Julian bercanda lagi dan mendapat cubitan kecil dari Vivi. "Kalau lo pinter, gue ajak. Kalau nggak ya good bye!" Dara tertawa menjawab ucapan Julian, menambah kehangatan keluarga mereka malam itu.
Keesokan harinya saat jam istirahat, Dara mengajak Zahra makan di kantin. Namun Dara tidak fokus , ia makan denga posisi tangan kirinya memegang buku latihan dan materi. "Ra, makan dulu elah!" Zahra gemas, mengambil buku itu dari tangan Dara dan menutupnya, sedangkan Dara memutar malas matanya, "Zahra, ujian sebentar lagi, gue harus dapet nilai bagus-" ucapan Dara berhenti saat Zahra menempelkan jari telunjuk nya di bibir Dara. "Stop it! Gue tahu lo mau nglupain Daniel, tapi tubuh lo juga butuh makan, Dara. Gue tahu lo capek kan?" Dara mengembuskan napas, tersenyum lalu menunduk. "Gue cuma muak Zah. Dengan begini, fokus gue nggak akan ke dia terus. Lagipula udah ada Ebie yang lebih pantas." Zahra mengelus dan mengusap bahu sahabat nya, dia tahu perbuatan Daniel sukar di maafkan, bahkan dia sendiri merasa marah dengan Daniel.
Sementara Daniel, semakin hari semakin kehilangan jati dirinya. Dia setiap hari akan pergi ke kantor untuk belajar bisnis dan Ebie pun semakin menempel padanya. Ia sudah tak punya energi untuk berdebat, bahkan, pertunangan mereka sudah berjalan 4 bulan.
Banyak dari orang luar, kerabat Daniel, Ebie, mengungkap bahwa mereka berdua adalah pasangan yang cocok, di gadang-gadang menjadi keluarga yang berpengaruh dalam dunia pendidikan. Abraham merasa puas dengan itu, namun kejadian di hari itu menjadi penanda terjadinya konspirasi yang muncul di tengah keluarganya.
Abraham sudah rapi dengan catatan di tangannya untuk memulai rapat besar acara amal besar dari yayasan miliknya, namun pintu ruangan kerjanya di ketuk, pria yang sudah melewati usia setengah abad itu segera memintanya masuk. Muncul lah seorang wanita berpakaian sopan dan rapi dengan sebuah amplop coklat di tangan nya.
"Permisi pak, maaf saya ingin melaporkan suatu hal." Abraham segera duduk di kursinya, sementara Rani meletakkan amplop itu di depan Abraham, pria tua itu langsung membuka dan membacanya dengan teliti lembar demi lembar. "Maaf saya baru melaporkan hal ini pak. Saya pikir ini adalah kesalahan saat entry data, namun saya bandingkan dengan nominal bulan-bulan sebelumnya, jumlah selisihnya terlalu besar." Rani menjelaskan dengan tatapan nya yang masih menunduk. "Apakah Daniel sudah tahu hanial ini?" tanya Abraham, suaranya tenang, namun dari sorot matanya terlihat menyimpan beban yang besar. "Belum ada yang tahu pak, saya baru memberitahu anda." Abraham menutup lembaran itu dan memasukkan dalam amplop kembali lalu meminta Rani keluar. "Rahasiakan hal ini dari siapapun, aku yang akan menyelidikinya sendiri. Terima kasih Rani, kau sangat teliti. Keluarlah." Rani menunduk, mundur beberapa langkah lalu keluar dari ruang kerja bos nya.
---
Sementara di ruang rapat Garuda fondation, sudah hadir beberapa petinggi dan donatur penting. Daniel duduk di sebelah paman nya, Arvin, mengenakan jas navy dan raut serius.
Arvin membuka rapat, "Mohon maaf, tuan Abraham tidak bisa hadir karena urusan pribadi mendesak. Saya dan Daniel akan menggantikannya." Daniel duduk dengan tenang memperhatikan proses rapat. Matanya fokus melihat slide presentasi tentang dana dan pengeluaran untuk Mega amal tahunan itu.
Namun fokusnya pecah saat melihat grafik dana pengeluaran logistik. 'Tunggu... Kenapa tak sama?' ia mencatat diam-diam, dan saat rapat selesai, Daniel mencoba membicarakan dengan Arvin. "Om data tadi, beda dari draft yang di tunjukkin kakek ke aku." Arvin tersenyum samar, "Fokus saja ke pekerjaan mu, kakekmu sedang banyak pikiran akhir-akhir ini." Daniel hanya diam, dia akan menanyakan hal ini pada kakek nya pulang nanti.
---
Daniel baru saja pulang setelah selesai rapat Mega amal tahunan, dirinya menyempatkan diri menuju lantai 3 tempat kakeknya bekerja, namun dia tak menemukan siapapun. Art berkata Abraham pergi tanpa sopir di temani seorang kepercayaan lama nya.
"Tuan besar pergi satu jam yang lalu tuan muda, dan meminta untuk tidak memberitahu siapapun." Daniel terdiam, 'Apa kakek pergi karena ada hubungannya sama rapat tadi? berarti ini sudah sangat serius.' monolog nya dalam hati. Ia pun berinisiatif mencari petunjuk sendiri.
Setelah selesai mandi, dia berpakaian santai dan duduk di depan laptop nya sambil membuka beberapa berkas laporan anggaran setiap acara amal. Ia membandingkan dengan salinan data laporan yang hanya bisa di akses oleh Abraham dan di terima nya saat magang satu bulan di kantor.
"Mengapa selisih nya jauh sekali? tapi belum ada bukti kuat." celetuknya menggerakkan jemarinya dengan cepat. Matanya fokus memindai aliran dana selama enam bulan terakhir.
Sampai akhirnya…
“HFA Company…?” gumamnya lirih.
Itu nama vendor baru yang menangani distribusi logistik di tiga cabang kecil yayasan. Tapi anehnya, Daniel belum pernah mendengar perusahaan itu terlibat dalam proyek-proyek besar sebelumnya.
Ia mengetik cepat, mencari lebih jauh. Tak butuh waktu lama untuk menemukan bahwa direktur utama HFA Company adalah Hardi Faisal Atmadja—sepupu jauhnya Ebie dari pihak ayah angkatnya.
Daniel terdiam. Jantungnya berdetak pelan namun berat. Rasa gak enak itu datang lagi. Ada sesuatu yang disembunyikan.
Daniel mulai mengambil keputusan, dia harus ikut menyelidiki walau belum tahu pelakunya, dia gak mau namanya atau nama keluarga Abraham di permalukan jika ini terbongkar ke publik.