Selama lima tahun pernikahan, Niken dan Damar tampak seperti pasangan sempurna di mata semua orang. Di balik senyum yang mereka pamerkan, ada luka yang mereka sembunyikan—ketidakmampuan untuk memiliki anak. Niken tetap bertahan, meski setiap bisikan tajam dari keluarga mertua dan orang sekitar menusuk hatinya.
Hingga badai besar datang menghantam. Seorang wanita bernama Tania, dengan perut yang mulai membuncit, muncul di depan rumah mereka membawa kabar yang mengguncang, dia adalah selingkuhan Damar dan sedang mengandung darah dagingnya. Dunia Niken seketika runtuh. Suami yang selama ini ia percayai sepenuh hati ternyata menusuknya dari belakang.
Terseret rasa malu dan hancur, Niken tetap berdiri tegak. Demi menjaga nama baik Damar dan keluarganya, ia dengan pahit mengizinkan Damar menikahi Tania secara siri. Tapi ketegarannya hanya bertahan sebentar. Saat rasa sakit itu tak tertahankan lagi, Niken mengambil keputusan yang mengguncang. Ia memutuskan untuk bercerai.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon YoungLady, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6
☀️☀️☀️
Lampu-lampu neon di dalam bar itu berkelap-kelip, menciptakan atmosfer hangat yang dipenuhi suara musik menghentak, gelak tawa, dan denting gelas bersulang. Aroma alkohol dan parfum bercampur di udara, memabukkan siapa saja yang berdiri di sana. Niken, dengan gaun hitam ketat yang memeluk tubuh rampingnya, duduk di salah satu kursi bar sambil tersenyum puas.
Malam ini adalah malam pertama dia resmi menyandang status janda. Beberapa jam lalu, pengadilan agama mengetukkan palu yang memutuskan pernikahannya dengan Damar, suami yang sudah bersamanya selama lima tahun. Namun alih-alih menangis meratapi nasib, Niken memilih untuk merayakan kebebasannya.
“Cheers, Ken!” seru Fayola, sahabatnya, sambil mengangkat gelas margarita ke arah Niken.
Niken tertawa kecil dan mengangkat gelas wine-nya. Mereka bersulang, dan untuk beberapa detik hanya terdengar suara cairan yang saling beradu. Mata mereka bertemu, dan keduanya tertawa lepas.
“Ah, akhirnya kita bisa bersenang-senang tanpa mikirin siapa yang menelpon, siapa yang nunggu di rumah, siapa yang akan marah-marah,” kata Fayola sambil menggoyangkan tubuhnya mengikuti irama lagu yang diputar DJ.
Niken memejamkan mata sejenak, membiarkan sensasi alkohol dan musik masuk ke dalam dirinya. “Aku sudah lama tidak merasa sebebas ini, La.”
“Nah, makanya! Makanya aku ajak kau ke sini. Ini malamnya kamu, Ken. Malam bebas seorang janda!” seru Fayola sambil tertawa lebar.
Tanpa ragu, mereka memesan beberapa piring makanan ringan — kentang goreng, nachos, onion rings — dan beberapa gelas minuman lagi. Niken yang biasanya menahan diri kini benar-benar melepas semua rem.
Setelah beberapa putaran minuman, mereka berdiri dan ikut menari di lantai dansa. Musik EDM bergema kencang, lampu disko memantulkan warna-warna merah, biru, dan ungu di rambut cokelat panjang Niken. Dia tertawa, memutar tubuh, menggoyangkan pinggul, dan mengikuti irama. Fayola tidak kalah heboh, menari sambil mengibaskan rambutnya, sesekali memeluk Niken dan berteriak senang.
Beberapa pria di lantai dansa melirik mereka, sebagian mencoba mendekat. Tapi Niken tidak peduli. Dia tidak datang untuk mencari pasangan malam ini. Dia datang untuk menikmati dirinya sendiri, menikmati kebebasan yang sudah lama dirindukannya.
Setelah satu jam penuh menari, mereka berdua kelelahan dan kembali ke meja. Nafas mereka terengah-engah, wajah memerah karena efek alkohol dan energi yang dikeluarkan.
“Gila… capek sekali!” Fayola tertawa, menyandarkan tubuhnya di kursi. “Tapi seru kan, Ken?”
Niken mengambil napas dalam-dalam, menyeka keringat di lehernya. “Seru sekali, sumpah. Aku tidak menyangka bisa tertawa lepas malam ini.”
Fayola memandang sahabatnya dengan senyuman nakal. “Tapi kau jahat, Ken.”
Niken mengangkat alis. “Aku jahat?”
“Ya! Kau jahat. Setelah kau membuat pria itu miskin, kau malah menceraikannya,” ucap Fayola sambil tertawa geli, meminum margarita-nya lagi.
Mata Niken menajam. “Dia yang jahat, La. Aku yang nemenin dia dari nol, aku memberikan dia dukungan, baik materi maupun mental. Aku bantu dia bangun bisnisnya, aku yang ikut pusing saat dia terpuruk, aku yang menahan semua tekanan dari keluarganya.”
Dia mengambil napas, wajahnya terlihat sedikit getir, meskipun senyum sinis masih menghias bibirnya. “Dan setelah dia sukses, dia malah selingkuh. Punya perempuan lain. Dia pikir aku istri bodoh? Mau diperlakukan jahat seperti itu? Dia pantas dibuang. Dia pantas dimiskinkan.”
Fayola mengangguk pelan, kali ini tanpa senyum. Dia mengulurkan tangan, menggenggam tangan Niken lembut. “Aku mengerti, Ken. Kau tidak salah. Dia saja yang tidak tahu diri.”
Niken mendesah, lalu memiringkan kepala sambil tertawa kecil. “Ah sudahlah. Yang penting sekarang aku bebas.”
Fayola tersenyum. “Semoga setelah ini kau bisa mendapatkan jodoh yang jauh lebih baik ya, Ken.”
Mendengar itu, Niken tertawa keras. “Aku tidak mau jatuh cinta lagi, La. Cinta itu hanya membuat kepala pusing. Buat capek hati, capek pikiran.”
Dia memutar gelas wine-nya perlahan, matanya menatap kosong ke arah lantai dansa. “Lebih baik aku isi hidupku dengan bersenang-senang. Menikmati apa yang aku punya. Aku sudah capek memikirkan orang lain. Sekarang saatnya aku memikirkan diriku sendiri.”
Fayola tersenyum miring. “Kadang aku iri padamu, Nik. Kamu kuat sekali. Aku tidak tahu deh kalau aku di posisi kamu, mungkin aku sudah nangis-nangis seminggu di kamar.”
Niken hanya tersenyum tipis. “Kamu tidak tahu saja, La. Malam-malam kemarin aku nangis sendirian, teriak di bawah bantal agar asisten di rumahku tidak mendengar, itu sudah lewat semua. Sekarang aku sudah selesai dengan semua itu.”
Fayola menggenggam tangan sahabatnya lebih erat. “Kalau begitu janji ya, mulai sekarang kau akan happy terus.”
“Janji,” kata Niken sambil tertawa kecil. “Aku mau happy terus. Mau pakai uangku buat jalan-jalan, belanja, makan enak, nonton konser. Pokoknya, hidup buat diri sendiri.”
Mereka tertawa bersama. Malam itu, dua sahabat itu duduk di bar, dikelilingi dentuman musik dan lampu gemerlap, sambil mengukir janji kecil: bahwa setidaknya malam ini, mereka akan menikmati hidup sepenuhnya. Niken tahu, perjalanan ke depannya mungkin tidak akan selalu mulus. Akan ada malam-malam sepi, akan ada momen rindu, ada luka yang kadang masih berdenyut. Tapi untuk malam ini, dia ingin menjadi perempuan yang tertawa bebas, yang tak diikat oleh siapa pun, yang berhak menikmati setiap detik tanpa beban.
Dan di meja kecil itu, di antara gelas-gelas kosong dan sisa makanan ringan, Niken memejamkan mata sebentar, menghirup udara dalam-dalam, dan tersenyum. Ini awal yang baru. Awal hidup untuk dirinya sendiri.
***
Di kamarnya....
Damar termenung seorang diri. Dia mengingat bagaimana sikap mantan istrinya di persidangan. Begitu sombong dan angkuh, seolah dia bisa hidup sendiri tanpa kehadiran Damar di sisinya.
Damar paham betul kalau Niken sangat mencintainya. Begitu bucin, sampai rela melakukan segalanya untuknya. Tiba-tiba meminta cerai hanya karena Damar berselingkuh dengan wanita lain? Damar yakin, cepat atau lambat wanita itu akan merengek minta rujuk.
"Lihat saja nanti Ken, aku akan lebih sukses dari sebelumnya. Dan kau akan mencari, memohon untuk kembali bersamaku." lirih Damar.
Bersambung....