Dibesarkan oleh keluarga petani sederhana, Su Yue hidup tenang tanpa mengetahui bahwa darah bangsawan kultivator mengalir di tubuhnya. Setelah mengetahui kebenaran tentang kehancuran klannya, jiwanya runtuh oleh kesedihan yang tak tertahankan. Namun kematian bukanlah akhir. Ketika desa yang menjadi rumah keduanya dimusnahkan oleh musuh lama, kekuatan tersegel dalam Batu Hati Es Qingyun terbangkitkan. Dari seorang gadis pendiam, Su Yue berubah menjadi manifestasi kesedihan yang membeku, menghancurkan para pembantai tanpa amarah berlebihan, hanya kehampaan yang dingin. Setelah semuanya berakhir, ia melangkah pergi, mencari makna hidup di dunia yang telah dua kali merenggut segalanya darinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Puvi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Goa dalam Sunyi yang Mengajar
Sebulan telah berlalu sejak Su Yue meninggalkan lembah abu dan kenangan. Sebulan berjalan tanpa tujuan, melintasi pegunungan terjal, menyusuri sungai sunyi, dan menghindari jejak manusia. Dia hidup seperti bayangan, memakan akar-akaran dan buah liar, minum dari embun pagi. Pakaiannya yang compang-camping telah dicuci oleh hujan dan dikeringkan oleh angin berkali-kali, namun noda darah di pinggirannya seakan telah menyatu dengan kain, menjadi bagian dari dirinya. Wajahnya yang dulunya pucat kini diselimuti debu dan kelelahan, tetapi mata birunya yang seperti es tetap jernih, memancarkan kesedihan yang telah mengkristal menjadi ketahanan yang dingin.
Hatinya bagai danau beku. Setiap langkahnya adalah upaya untuk memahami beban yang dipikulnya. Mengapa dia harus hidup? Pertanyaan itu berdenyut di kepalanya seperti luka yang tak kunjung sembuh. Dia tidak menangis lagi. Air matanya telah habis terkikis oleh angin pegunungan yang menggigit. Yang tersisa hanyalah kehampaan yang luas, dan di dasar kehampaan itu, sebuah keinginan samar untuk menemukan jawaban, atau setidaknya, sebuah alasan untuk terus bernapas.
Pada suatu sore, langit mendadak gelap oleh awan kelam. Petir menggeram di kejauhan, dan hujan deras tiba-tiba turun membasahi bumi. Su Yue berlari mencari tempat berlindung, dan di balik lebatnya rerimbunan akar pohon beringin raksasa, dia menemukan celah sempit yang tersembunyi. Dengan insting, dia menyusup masuk.
Dia menemukan sebuah goa.
Bukan goa alam biasa. Udara di dalamnya kering dan statis, seakan waktu berhenti berdetak. Ada jejak tangan manusia, atau sesuatu yang pernah mirip manusia, di dinding batu. Su Yue melangkah hati-hati, sinar lemah dari luar hanya menerangi beberapa langkah di depannya. Batu Hati Es Qingyun di dadanya tiba-tiba memancarkan cahaya biru pucat yang lembut, menerangi jalan.
Goa itu tidak dalam, namun di ujungnya, terdapat sebuah ruang kecil. Di sana, bersandar di dinding batu, duduk sebuah rangka kerangka. Tulang-tulangnya berwarna seperti giok kuno, berkilau lembut dalam cahaya biru dari kalungnya. Pakaian yang menyelimuti kerangka itu telah lapuk menjadi debu, meninggalkan kain yang melekat seperti sarang laba-laba. Di pangkuan kerangka itu, terbaring sebilah pedang lurus dengan sarung sederhana. Warnanya biru tua, hampir hitam, tetapi memantulkan cahaya kalung Su Yue dengan kesan dingin yang menusuk. Di samping kerangka, terdapat sebuah buku kulit kuno yang tebal dan sebuah botol kaca kecil berisi beberapa butir pil berwarna mutiara pucat.
Su Yue mendekat. Tidak ada rasa takut. Kematian telah menjadi teman akrabnya. Dia membungkuk memberi hormat kepada yang terdahulu, lalu dengan hati-hati mengambil buku itu.
Judulnya tertulis dengan tinta perak yang hampir memudar: "Catatan Perjalanan Esensi Musim Dingin Abadi".
Dia membuka halaman pertama, dan dunia baru, yang gelap dan kejam, terbentang di depan matanya.
Buku itu ditulis oleh kultivator bernama Han Xing, seorang pertapa sepi yang mengikuti Jalan Es Musim Dingin. Tulisannya lugas, penuh dengan kekecewaan dan peringatan akan kerasnya dunia kultivasi.
Di dalamnya, Su Yue pertama kali secara resmi memahami hierarki kekuatan yang mengatur alam semesta barunya. Setiap tingkat adalah jurang pemisah, setiap tahap adalah tembok raksasa. Dan di setiap langkah, terdapat bahaya yang siap merenggut nyawa.
Tingkat-tingkat itu adalah:
Qi Refining (Penyulingan Qi): Tahap paling dasar, menarik energi langit dan bumi (Qi) ke dalam tubuh, menyaringnya, dan mengedarkannya melalui meridian. Dibagi menjadi sub-tahap Awal, Menengah, Akhir, dan Puncak. Di tahap ini, tubuh dimurnikan, umur bertambah sedikit. Banyak yang terjebak selamanya di sini.
Foundation Establishment (Pembangunan Fondasi): Memadatkan Qi yang disuling menjadi fondasi spiritual di dantian bawah. Fondasi yang kokoh menentukan masa depan. Fondasi retak berarti jalan terputus. Proses ini menyakitkan dan berbahaya.
Core Formation (Pembentukan Inti): Mengkristalkan fondasi menjadi sebuah Inti Emas di dantian. Kekuatan melonjak drastis, umur bertambah signifikan. Tahap dimana kebanyakan kultivator menganggap diri sebagai orang hebat, dan pertempuran untuk sumber daya semakin sengit.
Nascent Soul (Jiwa Bayi): Memecahkan Inti Emas untuk melahirkan Jiwa Bayi (Nascent Soul), versi miniatur dari diri sendiri yang berada di dantian. Jiwa bayi rentan tetapi memungkinkan kesadaran meninggalkan tubuh. Tahap dimana seseorang mulai menyentuh hukum alam.
Soul Formation (Pembentukan Jiwa): Memperkuat dan mematangkan Jiwa Bayi, menyatu dengan jiwa asli. Kekuatan spiritual menjadi luar biasa. Setiap peningkatan kecil membutuhkan pencerahan dan sumber daya yang tak terkira.
Soul Transformation (Transformasi Jiwa): Jiwa mengalami transformasi kualitatif, mendekati keabadian. Kultivator di tingkat ini sudah menjadi legenda, jarang terlihat, masing-masing menguasai hukum tertentu.
Ascension (Kenaikan): Tingkat tertinggi, dimana seseorang telah sempurna, mampu memecahkan batas dunia dan naik ke alam yang lebih tinggi. Hanya mitos.
Setiap deskripsi disertai peringatan Han Xing: "Dunia kultivasi adalah hutan belantara dimana yang kuat memakan yang lemah. Kebaikan adalah kemewahan yang mahal. Kepercayaan adalah pisau yang akan menikam punggungmu. Satu satunya tujuan adalah bertahan, lalu melangkah lebih tinggi, meski itu berarti menginjak ribuan mayat."
Membaca ini, hati Su Yue semakin beku. Inilah dunia yang menghancurkan klan ibunya. Inilah jalan yang penuh dengan orang seperti Yan Jiao. Sebuah jalan panjang dan berdarah menuju keabadian yang sepi.
Su Yue kemudian membaca bagian tentang aliran Es Musim Dingin. Ini adalah aliran yang langka dan sulit, membutuhkan bakat spesifik dan hati yang dingin bagai es. Teknik utamanya bernama "Seni Esensi Musim Dingin Abadi", sebuah metode untuk menarik dan memurnikan Qi bertipe air dan es, mengubahnya menjadi kekuatan yang membekukan segalanya, termasuk emosi.
Han Xing menulis: "Untuk menguasai es, pertama tama kau harus membekukan hatimu. Hanya dalam kehampaan yang dingin, es akan mencapai kemurniannya. Tetapi hati-hati. Terlalu dingin, dan kau akan kehilangan dirimu sendiri, menjadi batu yang berjalan tanpa jiwa."
Kata-kata itu beresonansi dalam diri Su Yue. Bukankah hatinya sudah separuh beku? Bukankah kehampaannya sudah hampir sempurna? Mungkin, jalan ini memang ditakdirkan untuknya. Bukan untuk menjadi hebat, tetapi untuk memahami dingin yang telah menjadi takdirnya.
Dia melihat ke botol pil. Dalam buku dijelaskan, itu adalah "Pil Pemurnian Qi Musim Dingin", dibuat dari tumbuhan langka yang tumbuh di puncak gunung es. Berguna untuk membantu praktisi aliran es membersihkan meridian dan menarik Qi pada tahap awal. Hanya ada tiga butir.
Dia melihat pedang biru itu. Han Xing menamakannya "Ratapan Dingin". Pedang ini ditempa dari Es Logam Langit Utara, memiliki sifat es alam. Hanya yang memiliki Qi es murni yang dapat menggunakannya.
Su Yue merenung lama di depan kerangka Han Xing. Kultivator ini mati dalam keadaan tenang, mungkin gagal dalam sebuah terobosan, atau mungkin memilih untuk mengakhiri perjalanannya yang sepi di goa ini. Dia meninggalkan warisannya bukan untuk penerus yang cemerlang, tetapi untuk siapa pun yang tersesat, sebagai bekal di jalan yang kejam.
"Senior Han," bisik Su Yue, suaranya serak karena lama tidak digunakan. "Aku tidak mencari keabadian. Aku hanya mencari jawaban. Izinkan aku menggunakan jalanmu untuk bertahan, agar aku punya waktu untuk menemukan arti di balik semua penderitaan ini."
Kerangka itu diam, tetapi cahaya dari Batu Hati Es Qingyun seakan sedikit lebih terang, seperti sebuah persetujuan sunyi.
Dengan tekad yang tenang, Su Yue memutuskan. Dia akan mencoba.
Pertama, dia mengatur posisi duduk bersila sesuai petunjuk dalam buku, menghadap ke arah yang ditentukan oleh aliran udara goa. Tangannya membentuk segel sederhana, jari-jarinya terasa kaku.
Kemudian, dia mengambil satu butir Pil Pemurnian Qi Musim Dingin dan menelannya.
Pil itu larut begitu sampai di kerongkongannya, bukan menimbulkan kehangatan, tetapi semburan dingin yang tajam! Rasanya seperti menelan sebilah beling es. Dingin itu merambah ke seluruh tubuhnya, menyusuri meridian-meridian yang bahkan tidak dia sadari existensinya. Itu adalah rasa sakit yang menusuk, berbeda dengan kesedihan batin, tetapi nyata secara fisik. Meridiannya yang belum pernah terlatih terasa seperti disayat oleh aliran es.
Dia menggigit bibir, menahan rintihan. Ingatannya melayang pada rasa sakit yang lebih besar: rasa sakit melihat Bu Li terbunuh, rasa sakit mengetahui ibunya meledak, rasa sakit menggali kuburan massal.
"Jika rasa sakit fisik saja tidak bisa kau tahan, bagaimana kau bisa menahan beban hidupmu?" bisiknya pada diri sendiri.
Dia fokus, mencoba menarik Qi langit dan bumi sesuai metode dalam buku. Awalnya, tidak ada yang terjadi. Dia hanya merasakan dinginnya pil yang menggerogoti.
Tapi kemudian, perlahan, dia merasakan sesuatu. Dari udara lembab goa, dari batu-batu dingin di sekelilingnya, butiran-butiran halus berwarna biru pucat dan putih, seperti serpihan salju mikroskopis, mulai tertarik padanya. Itu adalah Qi bertipe air dan es.
Prosesnya sangat lambat dan sulit. Butiran-butiran itu memasuki tubuhnya melalui pori-pori, bergabung dengan aliran dingin dari pil, dan mulai bergerak melalui meridiannya yang sempit dan tersumbat. Setiap pergerakan seperti mengalirkan pasir kasar melalui pembuluh darah. Keringat dingin membasahi tubuhnya, tetapi dia bertahan.
Buku itu memperingatkan tentang bahaya Gangguan Qi, dimana Qi mengamuk dan merusak meridian. Su Yue tidak punya pilihan. Dia harus berhasil. Kegagalan berarti mati, dan saat ini, kematian terlalu mudah baginya. Dia belum menemukan jawabannya.
Berjam-jam berlalu. Su Yue seperti patung es, duduk tak bergerak. Hanya alisnya yang terkadang berkerut menahan sakit. Cahaya biru pucat dari kalung dan dari Qi yang dia tarik membentuk lingkaran samar di sekelilingnya, membuat suhu goa turun drastis. Lapisan es tipis mulai terbentuk di lantai di sekitarnya.
Ketika fajar menyingsing di luar, Su Yue akhirnya membuka matanya.
Dia tidak langsung menjadi kuat. Dia masih sangat lemah. Tapi dia merasakan sesuatu yang berbeda. Di dantian bawahnya, ada kumpulan dingin yang kecil, sekumpulan energi biru pucat yang berputar lambat. Qi Refining Tahap Awal.
Dia melihat tangannya. Secara fisik tidak berubah, tetapi dia bisa merasakan aliran dingin di ujung jarinya. Dia mencoba mengarahkan sedikit Qi itu ke sehelai daun kering yang terbawa angin ke dalam goa.
Daun itu berhenti di udara, lalu perlahan-lahan tertutup embun beku, sebelum remuk menjadi kristal-kristal halus.
Su Yue tidak tersenyum. Tidak ada kebahagiaan. Hanya sebuah pengakuan sunyi.
Ini adalah awal. Awal dari jalan yang panjang, dingin, dan penuh bahaya. Jalan yang mungkin tidak akan memberinya jawaban, tetapi setidaknya memberinya waktu, dan mungkin, suatu hari nanti, kekuatan untuk melindungi sesuatu agar tidak hilang untuk ketiga kalinya.
Dia memberi hormat sekali lagi pada kerangka Han Xing, lalu dengan hati-hati menyimpan buku Catatan Perjalanan Esensi Musim Dingin Abadi, botol pil yang tersisa dua butir, dan memasang pedang Ratapan Dingin di pinggangnya. Pedang itu terasa ringan dan nyaman di genggamannya, seolah memang menunggunya.
Dia meninggalkan goa, membawa serta warisan seorang pertapa sepi dan beban dua kehidupan yang hancur. Matahari pagi menyinarinya, tetapi hangatnya tidak lagi menyentuh kulitnya. Di dalam dirinya, musim dingin telah benar-benar datang untuk tinggal.
Dan langkahnya kali ini, meski masih pelan, telah memiliki tujuan: memasuki dunia kultivasi yang kejam, bukan sebagai pembalas dendam, tetapi sebagai pencari. Pencari arti di balik semua tragedi, pencari alasan untuk es di hatinya tetap berdetak. Perjalanan Bai Suyue, si Gadis Es dari Reruntuhan, benar-benar dimulai.