"Tolong, lepaskan aku Anthonio. Kau tak seharusnya ada disini." Maria Ozawa
"Tidak, sampai kapanpun aku tak akan melepaskan mu. Aku tak akan membiarkan mu terluka lagi, Maria." Anthonio Vanders
"Apa yang mereka lakukan di dalam sana?" Marimar Ozawa
Tujuh tahun lamanya menikah, namun tak membuat hati Anthonio tergerak sama sekali. Bahkan hanya sekedar membuka hati pun, tak dapat lelaki itu lakukan. Hatinya benar-benar membeku, menciptakan sikap dinginnya yang kian meledak. Sementara Marimar yang sangat mencintai suaminya, Anthonio. Merasa lelah tatkala mendengar sebuah fakta yang begitu menusuk hatinya.
Lantas, fakta seperti apakah yang membuat sikap Marimar berubah tak hangat seperti dulu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sagitarius28, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kepalsuan Belaka
Marimar masih bergeming di tempatnya dengan isakan tangis, buliran bening pun mengalir deras membasahi wajah cantiknya. Sungguh tak terbayangkan bila hal buruk terjadi tepat di hari anniversary nya malam ini. Dia tak menyangka bila ucapan suaminya sukses menohok hatinya. Tentu saja mengingat hal itu membuatnya semakin sesak bagaikan terhimpit batu besar di dadanya.
"Tidak! Itu tidak mungkin! Bagaimana bisa mereka pernah menjalin hubungan tanpa sepengetahuan ku?" gumam Marimar yang kembali meneteskan air matanya.
Terlihat jelas bahwa wanita cantik itu tampak begitu rapuh, sedih dan kecewa yang bercampur aduk menjadi satu. Ingin sekali Marimar menghilang dan melenyapkan segala sesuatu yang menyesakkan dada. Namun, hal itu tak dapat Marimar lakukan sekarang karena pasti adik dan Mommy nya akan mencarinya. Terlebih dia tak ingin membuat sang Mommy mengkhawatirkan dirinya.
Setelah kepergian Anthonio yang keluar dari kamar Maria, dengan langkah berat Marimar pun melangkahkan kakinya menuju kamarnya. Tak bisa dipungkiri bila hatinya tak bisa menerima fakta yang ada. Dimana dirinya berusaha sekeras mungkin menolak akan kebenaran perihal hubungan Maria dengan suaminya.
Disinilah Marimar berada, di sebuah ruangan yang begitu mewah. Kamar yang telah di sewanya untuk menginap sesuai dengan keinginannya tanpa meminta pendapat Anthonio. Sebab selama ini, hanya kata "terserah" yang terlontar dari bibir lelaki tampan itu. Hingga akhirnya Marimar pun memutuskan seorang diri memilih kamar untuknya menginap bersama suaminya.
Marimar berharap malam ini dapat memberikan sebuah kebahagiaan yang tak dapat dia lupakan dalam hidupnya. Tapi semuanya berbanding terbalik, justru dia mendapatkan sebuah kejutan di malam perayaan anniversary nya setelah acara usai. Tentu saja hal itu sukses mengoyak hati dan perasaannya.
Marimar mengedarkan pandangannya sembari terus berjalan masuk ke dalam kamar. Tatapannya langsung tertuju ke arah ranjang king size yang membuatnya mengerutkan kening.
"Dimana dia? Bukankah dia duluan yang kembali." Pertanyaan itu terus berputar memenuhi isi kepalanya tatkala dia tak mendapati Anthonio di dalam kamar.
Seketika dia teringat akan ucapan suaminya itu yang begitu membencinya, juga menganggapnya sebagai wanita manja yang tak tahu diri. Segera dia memusnahkan rasa khawatir dan berusaha tak memikirkan lelaki yang sangat dicintainya.
"Aah, mungkin saja dia tidur di tempat lain. Secara dia sama sekali tak pernah menginginkanku, bahkan sedikit pun nama ku tak pernah terukir di hatinya. Ya, hanya Maria lah yang ada dalam hati dan pikirannya." Gumamnya kemudian berjalan menuju kamar mandi untuk membersihkan diri.
Kini, tekadnya sudah bulat untuk tidak memikirkan Anthonio lagi. Dulu, mungkin dia sempat merengek dan buru-buru menelpon suaminya itu agar segera tidur bersama dirinya. Tapi mulai malam ini, hal itu tak akan pernah terjadi di dalam hidupnya lagi. Marimar berusaha menguatkan hatinya dan tidak bergantung dengan lelaki yang telah menyakitinya.
Lelaki seperti itu tak layak untuk mendapatkan cinta tulus dari Marimar. Terlalu manis untuk mendapatkan sosok Marimar yang begitu sempurna.
"Semangat Marimar, kau harus bisa tanpanya. Jangan menjadi bodoh hanya karena cinta yang tak sesuai dengan tempatnya." Marimar menyemangati dirinya agar tidak bersedih lagi.
Cukup sudah selama tujuh tahun ini dia telah menjadi bodoh dan memuja lelaki seperti Anthonio itu yang sama sekali tak pernah membalas semua perlakuan manisnya. Tapi, sepertinya hal itu tak bisa Marimar lakukan mengingat rasa cintanya yang begitu besar pada Anthonio. Lagi dan lagi dia kalah dengan perasaannya yang telah membutakan nya dan berhasil membuatnya bodoh.
Perlahan, tangisnya kembali pecah mengingat segala ucapan Anthonio yang menusuk hatinya. Marimar seolah tak percaya dan terus menyangkal fakta tersebut. Wanita cantik itu tak bisa menerima bahwa Anthonio mencintai adiknya dibanding dirinya.
"Bagaimana bisa dia mencintai Maria dibanding aku yang telah menjadi istrinya?" gumam Marimar yang masih tak percaya.
"Kenapa harus Maria? Kenapa bukan wanita lain saja?" Marimar memejamkan matanya sembari meremas kuat dadanya yang terasa nyeri.
"Aku mencintaimu, Maria. Aku sangat sangat mencintaimu. Hanya kau lah wanita satu-satunya di hatiku, tak ada wanita lain selain dirimu yang bisa menaklukkan hatiku." Ucapan Anthonio terus berputar bak kaset rusak yang terngiang di kepalanya.
"Aku tak menyangka bila semua yang kau berikan selama tujuh tahun ini hanyalah sebuah kepalsuan belaka."
"Kenapa Anthonio? Kenapa kau lakukan ini padaku? Apa salahku?" Marimar tergugu sembari meringkuk di atas ranjang king sizenya.
Merasa lelah dengan semua hal yang telah menimpa dirinya, hingga akhirnya Marimar pun terlelap dengan butiran kristal yang membasahi wajahnya.
🥕Restoran Hotel Ozawa🥕
Sosok lelaki rupawan berjalan dengan gagahnya menuju ke meja paling sudut di ruangan tersebut, siapa lagi kalau bukan Anthonio. Perlahan lelaki itu menarik kursi tanpa sadar bahwa dirinya tengah menjadi sorotan dari beberapa pasang mata.
"Anthonio, dimana Marimar? Kenapa kau datang sendiri kesini?" Nyonya Ozawa mengerutkan keningnya menatap menantunya itu yang datang hanya seorang diri.
DEG!
Seketika kedua netra Anthonio membulat sempurna. Lelaki itu baru sadar bahwa dirinya tak mendapati Marimar di meja tersebut. Anthonio pun terdiam membisu, tak ada sepatah kata pun yang terlontar dari bibir seksinya melihat sang istri tak ada disana. Keringat dingin pun membasahi dahinya sebagai tanda bahwa dirinya diliputi rasa takut yang mendalam.
'Kemana perempuan itu? Kenapa belum datang juga? Dasar perempuan manja!'
Batin Anthonio sembari menyembunyikan perasaan dongkolnya terhadap Marimar.
Detik selanjutnya, Anthonio pun teringat bila semalam dirinya tidur di tempat lain tanpa sepengetahuan siapapun. Mengingat dirinya yang telah bertengkar hebat dengan Maria, wanita yang dicintainya. Sehingga dia lebih memilih untuk tidur di tempat lain karena melihat Marimar sama saja mengingatkan dirinya pada Maria.
Ya, begitulah alasan Anthonio yang tidak kembali ke kamarnya. Tanpa dia sadari bila keputusannya itu telah membuat bencana besar di hidupnya saat ini. Entah kenapa mendadak perasaanya menjadi risau, bukankah hal seperti ini yang dia inginkan? Dia sendiri yang tak mau berdekatan dengan wanita manja seperti Marimar, lalu kenapa sekarang malah justru sebaliknya?
Semua mata tertuju pada Anthonio dengan tatapan heran. Terlebih Nyonya Rosa yang begitu terkejut dengan kedatangan putranya tanpa ada Marimar disisi Anthonio. Tentu saja hal itu menjadi perhatian semua keluarga mengingat bahwa selama ini Marimar tak bisa berjauhan dengan Anthonio. Bahkan pergi kerja pun, Marimar sendiri yang mengantar jemput suaminya.
Tapi sekarang lelaki itu hanya datang seorang diri, membuat semua keluarga bertanya-tanya.
"Anthonio, jawab Mama! Dimana Marimar? Kenapa kalian tidak datang bersamaan?" tanya Nyonya Rosa dengan penuh khawatir takut sang putra berbuat bodoh yang akan berimbas pada perusahaan keluarga mereka.
Sementara di meja yang sama, Nyonya Ozawa masih terus memperhatikan Anthonio. Wanita paruh baya itu ingin mendengarkan dengan seksama jawaban yang terlontar dari bibir menantunya itu.
"Apa kau menyakiti putriku?"
.
.
.
🥕Bersambung🥕
kenapa dengan Antonio bukanya kemarin mau mengatakan semua rasa di hati ko jadi belok