NovelToon NovelToon
Merayakan Kehilangan

Merayakan Kehilangan

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama
Popularitas:1.3k
Nilai: 5
Nama Author: Raft

Ini tentang gadis ambigu yang berhasil merayakan kehilangannya dengan sendu. Ditemani pilu yang tak pernah usai menyapanya dalam satu waktu.

Jadi, biarkan ia merayakannya cukup lama dan menikmatinya. Walau kebanyakan yang ia terima adalah duka, bukan bahagia.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Raft, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Senyum yang terlihat palsu - 3

...Aku tak mengerti kenapa senyumanmu tidak aku sukai. ...

...Apa karena kamu tak pandai membohongi, atau karena aku yang terlalu mencampuri. ...

***

Setiap hari, rumah ini hanya diisi olehnya, Ibunya dan juga Renata, adiknya. Setiap pagi mereka hanya sarapan bertiga, karena ayahnya yang bekerja sebagai dokter di Jerman.

Ayahnya hanya pulang setahun sekali saja, dan situasi darurat lainnya. Makanya ia diwajibkan untuk bisa menjadi pelindung keluarga ketika Ayahnya tidak ada. secara 'kan, ia anak lelaki satu-satunya.

"Rey, nanti pulang sekolah tolong mampir dulu ke cafe langganan Ibu, ya! Ambilin pesanan Ibu disana." Ucap Ibunya memecah keheningan.

"Banyak gak pesanannya?"

Ibunya mengangguk sebelum menjawab "mungkin ada lima kresek besar."

Ibunya memang sangat suka dengan kue. Apalagi croissant coklat buatan cafe langganannya. Sekali pesan saja bisa langsung lima kresek besar. Tapi tidak untuk konsumsi pribadi saja, Ibunya juga selalu berbagi dengan para tetangga.

"Kalau gitu, Rey pake mobil aja, ya?"

Karena Rey sudah memiliki SIM C maupun A. Jadi Ibunya langsung mengangguk saja.

"Renata pulang bareng Kakak lagi, 'kan hari ini?" Rasanya Renata ingin ikut mengambil pesanan Ibunya, sambil sekalian jajan.

"Iya."

Rey lebih dulu menghabiskan sarapannya. Ia menunggu Renata agar bisa keluar bersama.

Sembari menunggu, Rey memainkan handphonenya dan menyelam lebih dalam di media sosial.

Sedang enak-enaknya melihat video random, tiba-tiba muncul puluhan notifikasi dari grup angkatan sekolahnya. Rey yang penasaran langsung membuka topik obrolan.

Ternyata mereka sedang membicarakan Rai sebagai murid baru di sekolahnya.

Di sekolahnya memang seperti ini. Jika ada murid baru, mereka akan mencari tau, dan menjadikannya sebagai bahan obrolan baru.

"Renata udah selesai. Berangkat sekarang?"

Rey langsung mengangguk dan mulai berdiri untuk menyalimi Ibunya, begitupun dengan Renata yang mengikutinya dari belakang.

"Kamu nanti tinggal ngambil aja ya, Rey. Udah Ibu bayar pake uang digital soalnya." Pesan Sang Ibu yang membuatnya kembali menganggukkan kepala.

"Kalian hati-hati di jalan."

"Iya, Ibu juga." Balas adik kakak itu bersamaan.

***

Entah kenapa hari ini langit terlihat sangat indah di matanya. Mungkin karena hatinya sedang berbunga-bunga, dan itu terjadi karena puisi yang ia buat sendiri berjudul semesta.

Rey memang suka dengan dunia sastra. Bahkan ia jadikan penulis sebagai cita-cita. Tapi entahlah, umurnya saja belum bisa ia jamin sampai puluhan tahun lamanya.

Dalam sebait puisinya, ada kalimat yang membuat ia tersenyum ketika membacanya.

'Dari Senja,

aku belajar bahwa sementara biasanya selalu bermakna.'

Kalimat itu seakan mewakili hidupnya.

Hidupnya memang sementara, tapi Tuhan membuatnya bermakna, karena menempatkan ia di dalam keluarga yang penuh akan cinta.

"Rey lo senyum? Astaga! Hal langka ini! Senyum lagi, Rey! Mau gue videoin." Ucap Lengkara-teman sekelasnya dengan heboh sembari mengambil handphone di saku kemejanya.

Rey memang jarang tersenyum, bahkan ketika ada lelucon sekalipun. Tapi berbeda jika sedang bersama Renata, ia tak sungkan mengeluarkan kekehan kecil untuk candaan sederhana yang dilontarkan adiknya itu.

"Berisik lo!"

"Dua hal yang harus lo tau, Ra. Pertama, Rey cuman bisa senyum karena keluarganya. Dan kedua, Rey bisa senyum karena karya sastra yang dia baca. Bukan karena kita." Papar Angkasa yang kebetulan mendengar percakapan mereka.

Angkasa cukup kenal dengan Rey. Ia tau apa yang Rey suka dan tidak. Begitupun dengan luka yang Rey punya, Angkasa tau itu semua.

"Kalau gitu, gue rela jadi karya sastra yang lo baca, Rey. Gue pengen liat senyum lo itu setiap hari, rela gue seriusan."

Gadis bersurai pendek ini memang penasaran dengan sosok Rey yang selalu sendirian. Bahkan melihat senyum Rey saja adalah hal yang harus ia abadikan.

"Bu Yasmin datang!" Teriak Mahes-ketua kelas mereka dengan lantang, sehingga obrolan mereka harus terhenti sekarang.

"Perasaan belum bel?" Tanya Angkasa mewakili semua.

"Belnya rusak. Lagipun patokan jam 'kan udah bisa dijadiin bel juga."

Tiba-tiba semua melihat jam tangannya masing-masing.

Sekarang sudah pukul setengah delapan, memang sudah waktunya mereka masuk ke dalam jam pertama untuk belajar.

Bu Yasmin datang dengan Rai yang melangkah di belakang. Semua temannya bersorak senang karena mendapat anggota baru sekarang.

Rey yang memang sudah tau dari awal hanya menatapnya datar.

"Anak-anak, kita kedatangan murid baru, nih!" Ucap Bu Yasmin sebagai wali kelas mereka.

"Mulai perkenalan, ya! Ayok, Nak. Perkenalkan diri kamu sama semuanya."

Rai tersenyum sebelum memperkenalkan dirinya sendiri.

Senyum milik Rai mungkin terlihat biasa saja bagi orang awam. Tapi dari sudut pandang Rey, senyum yang Rai punya seakan menyiratkan luka. Entah itu hanya perasaannya saja, atau memang benar adanya.

Terlebih lagi, Rey sudah mendengar tangisan Rai di lorong sekolah kemarin sore.

"Halo semua! Salam kenal, aku Rai Anggita Pertiwi. Aku pindahan dari Bandung karena alasan pribadi. Semoga kita bisa jadi teman baik sampai mati."

Semua terkekeh ketika mendengar kalimat terakhir yang Rai ucapkan. Terdengar lucu saja rasanya.

"Ada yang mau bertanya sebelum Rai duduk?" Tanya Bu Yasmin kepada semua anak muridnya yang masih terkekeh ringan.

Karena tidak ada yang mengacungkan tangan, makanya Bu Yasmin langsung mengakhiri perkenalan. "Baik, sepertinya tidak ada. Rai bisa langsung duduk di sebelah Rey, ya! Rey, acungkan tangan!"

Rey mengacungkan tangannya dengan malas. Karena Rai pasti sudah tau dimana keberadaannya sekarang.

"Terimakasih, Bu." Ucap Rai sebelum ia melangkah ke tempat duduknya yang baru.

"Hallo, Rey! Kayaknya kita emang bakal jadi temen deket, ya? Udah tetanggaan, sebangku pula."

Rey duduk sendiri karena memang keinginannya agar tidak kebisingan. Ia tak suka punya teman, karena pada akhirnya pun, ia akan menghilang. Dan ia tak mau membuat temannya merasa kehilangan. Ia hanya menghindari potensi sakit hati yang nantinya menyakiti.

Dan ketika Rai datang, rasanya ia tak bisa kembali hidup dengan normal. Ia merasa tak pantas memiliki teman.

"Gue gak suka orang yang berisik. Jadi, jangan berisik."

Lagi lagi Rai menunjukkan senyum yang mulai sekarang tidak Rey suka.

"Kamu tenang aja, aku gak berisik kok orangnya."

Rey hanya menghela napas pelan. Ia tak percaya jika Rai bukan orang yang berisik seperti yang diucapkan.

"Rai, kamu pindah sekolah ketika sebentar lagi akan tiba ujian kelulusan. Tapi Ibu yakin kalau kamu orang yang pintar. Jadi, kamu langsung belajar mengikuti materi di sekolah ini aja, ya!" Jelas Bu Yasmin yang kini menjadi orang tua keduanya di sekolah.

"Iya, Bu."

Bu Yasmin tersenyum sebentar sebelum akhirnya mulai menjelaskan.

Semua murid yang ada di kelas ini begitu fokus mendengarkan materi yang diberikan. Hal itu membuat Rai merasa nyaman karena ia bisa menyerap ilmu dengan tenang.

***

^^^22-Mei-2025^^^

1
Zαskzz D’Claret
mampir juga thor😁
Sky blue
Bikin kesemsem berat sama tokoh utamanya.
Febrianto Ajun
karyamu keren banget thor, aku merasa jadi bagian dari ceritanya. Lanjutkan ya!
Tít láo
Gemesinnya minta ampun!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!