Leora Alinje, istri sah dari seorang CEO tampan dan konglomerat terkenal. Pernikahan yang lahir bukan dari cinta, melainkan dari perjanjian orang tua. Di awal, Leora dianggap tidak penting dan tidak diinginkan. Namun dengan ketenangannya, kecerdasannya, dan martabat yang ia jaga, Leora perlahan membuktikan bahwa ia memang pantas berdiri di samping pria itu, bukan karena perjanjian keluarga, tetapi karena dirinya sendiri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon salza, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10
Acara pernikahan tetap berjalan di lantai utama apartemen itu. Musik lembut, tamu-tamu berbincang, dan senyum formal terus terjaga.
Namun tiga pria itu telah meninggalkannya.
Leonard berjalan di antara Presdir Lee dan Presdir Damian menuju sebuah ruang khusus di lantai atas—ruangan yang sudah lama dipesan, terpisah dari keramaian. Pintu tertutup rapat begitu mereka masuk, meredam seluruh suara luar.
Ruangan itu sederhana, elegan, dan sunyi.
Presdir Lee duduk lebih dulu, meletakkan map hitam tebal di atas meja.
Presdir Damian menyusul, ekspresinya tenang namun penuh perhitungan.
Leonard berdiri sejenak sebelum akhirnya duduk berhadapan dengan mereka.
“Baik,” ucap Presdir Lee akhirnya, memecah keheningan.
“Kita tidak punya banyak waktu. Perjanjian lama ini terlalu lama dibiarkan menggantung.”
Presdir Damian mengangguk pelan.
“Dan hari ini, posisinya sudah berbeda.”
Pandangan Damian beralih pada Leonard.
“Karena sekarang, kamu bukan lagi sekadar pihak luar, Leonard.”
Leonard menautkan jemarinya di atas meja.
“Saya paham.”
Presdir Lee membuka map itu, memperlihatkan beberapa dokumen lama.
“Perjanjian antara Alastair Group dan Damian Group dibuat bertahun-tahun lalu—dalam kondisi yang tidak seimbang.”
“Dan penuh kompromi sepihak,” tambah Damian datar.
Leonard menyimak tanpa menyela.
“Kita dulu sepakat menjaga stabilitas,” lanjut Presdir Lee, “tapi sekarang konsekuensinya mulai menyeret generasi berikutnya.”
Tatapan Damian mengeras.
“Termasuk Leora.”
Kalimat itu membuat Leonard sedikit menegakkan punggungnya.
“Karena itu,” ujar Damian, “kali ini kamu harus duduk di sini. Bukan sebagai anak Lee Alastair. Bukan juga sekadar menantu.”
Ia berhenti sejenak.
“Tapi sebagai pihak inti.”
Leonard mengangguk pelan.
“Kalau perjanjian itu masih berdampak sampai hari ini, maka saya memang harus tahu semuanya.”
Presdir Lee menutup map itu perlahan.
“Tidak hanya tahu. Kamu akan ikut memutuskan.”
Hening kembali menyelimuti ruangan.
Leonard menarik napas dalam.
“Kalau begitu, kita tidak bisa lagi bermain aman.”
Damian menatapnya tajam—lalu tersenyum tipis.
“Itulah kenapa kami memanggilmu.”
Di luar ruangan, pesta pernikahan masih berlangsung.
Namun di dalam ruang tertutup itu, sesuatu yang jauh lebih besar sedang dipertaruhkan masa lalu dua grup besar, dan masa depan Leonard bersama Leora.
Presdir Lee kembali membuka map hitam itu. Kali ini ia mengeluarkan satu dokumen paling bawah—kertasnya sudah menguning, sudutnya sedikit terlipat.
“Perjanjian ini ditandatangani dua puluh tahun lalu,” ujarnya pelan.
“Saat Damian Group berada di posisi rentan.”
Presdir Damian menatap dokumen itu tanpa emosi.
“Dan Alastair Group berada di puncak.”
Leonard menyimak, matanya fokus.
“Isi utamanya,” lanjut Presdir Lee, “kerja sama pengelolaan aset strategis. Di atas kertas terlihat saling menguntungkan.”
Damian mendengus pelan.
“Padahal kendali penuh ada di Alastair.”
Leonard menoleh. “Klausul kendali sepihak?”
Damian mengangguk.
“Hak veto. Hak pembatalan. Bahkan hak alih kepemilikan jika satu pihak dianggap ‘menghambat stabilitas’.”
Leonard menyandarkan punggungnya.
“Bahasanya multitafsir.”
“Dan sengaja dibuat begitu,” kata Presdir Lee tanpa mengelak.
Hening sejenak.
“Kami menyepakati itu demi bertahan,” lanjut Damian.
“Tapi efeknya menjalar sampai hari ini. Setiap keputusan besar Damian Group selalu bisa ditekan.”
Leonard mengangguk pelan.
“Dan sekarang, tekanan itu mulai diarahkan ke generasi berikutnya.”
“Sejak awal,” ucapnya pelan, setiap kata terukur,
“aku menerima pernikahan ini dengan satu asumsi—bahwa ini adalah keputusan keluarga, bukan alat tawar.”
Ia menoleh ke ayahnya, lalu ke Damian.
“Tapi dari semua yang aku dengar hari ini, jelas bahwa aku keliru.”
Ruangan itu sunyi.
“Aku tidak dipanggil ke dalam pernikahan ini sebagai seorang anak,” lanjut Leonard,
“dan Leora tidak dipilih sebagai istri karena kecocokan atau kehendak pribadi.”
Nada suaranya tetap datar, justru itulah yang membuatnya berat.
“Kami diposisikan sebagai solusi.”
Leonard melangkah satu langkah ke depan.
“Sekarang aku bertanya—dengan kapasitas penuhku sebagai pimpinan Alastair Group.”
Presdir Lee mengangkat wajahnya.
“Kenapa aku yang harus dimikahkan,” kata Leonard tegas,
“dan kenapa Leora yang harus ikut menanggung akibat dari perjanjian yang bahkan dibuat sebelum kami cukup dewasa untuk memilih.”
Ia berhenti sejenak, lalu melanjutkan,
“Jika kondisi keuangan kedua perusahaan memang sedang tidak baik-baik saja, sampaikan dengan jujur. Jangan berlindung di balik istilah stabilitas.”
Tatapan Leonard tajam.
“Alastair Group adalah pasar dunia. Kita tahu itu. Kita tidak berdiri di bawah siapa pun.”
Ia mengetukkan jarinya sekali ke meja.
“Jadi jelaskan padaku—apa hubungan sebenarnya antara Alastair Group dan Damian Group sampai membutuhkan ikatan pribadi seperti ini.”
Hening panjang menyelimuti ruangan.
“Kalau jawabannya adalah hutang lama,” lanjut Leonard, suaranya semakin dingin,
“maka hutang itu adalah urusan generasi kalian. Bukan kami.”
Ia menghela napas perlahan.
“Leora bukan jaminan. Aku bukan alat pelunasan.”
Leonard menatap Damian lurus.
“Dan jika perjanjian ini tetap berdiri dengan cara menjadikan istriku sebagai titik tekan, maka aku tidak akan melanjutkannya—apa pun risikonya.”
Presdir Lee membuka mulut, namun Leonard mengangkat tangan, menghentikannya.
“Aku tidak sedang meminta izin,” katanya tenang.
“Aku sedang menyatakan posisi.”
Ia menurunkan tangannya.
“Mulai hari ini, setiap keputusan yang menyangkut perjanjian lama ini harus melewati aku. Dan setiap dampak yang menyentuh Leora—”
Leonard berhenti sejenak, suaranya rendah namun mutlak.
“—akan aku anggap sebagai serangan langsung.”
Ruangan itu membeku.
Leonard akhirnya duduk kembali, raut wajahnya kembali datar.
“Aku sudah menikah. Tapi itu tidak berarti aku menyerahkan kendali.”
Presdir Lee menutup map di hadapannya perlahan, seolah menimbang setiap kata yang akan keluar.
“Kami tidak pernah berniat menjadikanmu alat,” ucapnya akhirnya, suaranya lebih rendah dari biasanya.
“Tapi kami juga tidak sepenuhnya jujur.”
Presdir Damian menyandarkan punggungnya.
“Pernikahan ini bukan keputusan mendadak. Ini adalah ujung dari masalah yang terlalu lama kami tunda.”
Leonard tidak menyela. Tatapannya tetap lurus, memberi ruang bagi penjelasan itu berjalan.
“Dua puluh tahun lalu,” lanjut Presdir Lee,
“Alastair Group memasuki fase ekspansi global yang agresif. Kami kuat di pasar, tapi rapuh di satu hal—akses dan legitimasi di wilayah tertentu.”
Damian mengangguk pelan.
“Dan saat itu, Damian Group adalah pintu yang tidak bisa dibeli dengan uang.”
Leonard sedikit mengernyit, tapi tetap diam.
“Kami saling menyelamatkan,” kata Damian datar.
“Bukan dengan modal, melainkan dengan pengaruh.”
Presdir Lee melanjutkan,
“Sebagai gantinya, kami mengikat kerja sama yang terlalu personal. Terlalu dalam. Terlalu lama.”
Leonard akhirnya bersuara singkat.
“Dan perjanjian itu belum selesai.”
“Belum,” jawab Damian jujur.
“Strukturnya berubah, tapi ikatannya tetap.”
Presdir Lee menghela napas.
“Ketika pasar global mulai tidak stabil, orang-orang lama mulai menagih jaminan.”
“Jaminan dalam bentuk apa,” tanya Leonard dingin,
“hingga pernikahan menjadi jawabannya?”
Damian menatap Leonard lurus.
“Kepercayaan.”
Leonard terdiam.
“Bukan pada perusahaan,” lanjut Damian,
“tapi pada keberlanjutan hubungan dua keluarga.”
Presdir Lee mengangguk.
“Mereka ingin memastikan bahwa perjanjian ini tidak akan diputus oleh generasi berikutnya.”
Leonard menghela napas pelan.
“Jadi kami dijadikan pengikat.”
“Bukan hanya itu,” ujar Damian.
“Leora adalah simbol bahwa Damian Group tidak lagi berdiri berseberangan.”
Leonard menatapnya tajam.
“Dan aku?”
“Kamu adalah jaminan bahwa Alastair tidak akan mundur,” jawab Presdir Lee tanpa berkelit.
Hening kembali jatuh.
“Kami sadar,” lanjut Presdir Lee,
“cara ini tidak adil. Tapi tanpa itu, perjanjian lama bisa runtuh—dan efeknya tidak hanya bisnis.”
Leonard menyandarkan punggungnya.
“Efek politik. Akses. Keamanan.”
Damian mengangguk.
“Kamu paham.”
Leonard terdiam sejenak, lalu berkata pelan,
“Kalian mempertahankan masa lalu dengan mengorbankan masa depan kami.”
Presdir Lee menunduk.
“Karena kami tidak melihat jalan lain saat itu.”
Leonard mengangkat pandangan, suaranya tetap terkendali.
“Sekarang kalian melihatnya.”
Keheningan itu bukan lagi penolakan,
melainkan pengakuan.
Dan di ruangan tertutup itu, alasan di balik pernikahan akhirnya berdiri telanjang—
bukan karena cinta,
melainkan karena kepercayaan yang dipaksakan oleh sejarah.