Akira, cinta masa kecil dan satu-satunya cinta di hati Elio. Ketika gadis itu menerimanya semua terasa hangat dan indah, layaknya senja yang mempesona. Namun, di satu senja nan indah, Akira pergi. Dia tidak perna lagi muncul sejak itu. Elio patah hati, sakit tak berperih. Dia tidak lagi mengagumi senja. Tenggelam dalam pekerjaan dan mabuk-mabukan. Selama tiga tahun, Elio berubah, teman-temannya merasa dia telah menjadi orang lain. Bahkan Elio sendiri seolah tidak mengenali dirinya. Semua bermula sejak hari itu, hari Akira tanpa kata tanpa kabar.
3 tahun berlalu, orag tua dan para tetua memintanya segera menikah sebelum mewarisi tanah pertanian milik keluarga, menggantikan ayahnya menjadi tuan tanah.Dengan berat hati, Elio setuju melamar Zakiya, sepupunya yang cantik, kalem dan lembut. Namun, Akira kembali.Kedatangan Akira menggoyahkan hati Elio.Dia bimbang, kerajut kembali kasih dengan Akira yang perna meninggalkannya atau tetap menikahi sepupu kecilnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mia Lamakkara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hati Terbakar Cemburu
Hari-hari berlalu, sejak wanita tua itu menegunya, Orang-orang jarang mengelilingi Rani lagi kalau sedang keluar. Namun itu tidak membunuh kobaran rumor yang menjalar. Sekarang gosip saling tumpang tindih. Semua masih tentang Rani dan Elio.
Elio baru sadar kalau gosip tentang dirinya dan Rina lagi santer beberapa hari ini setelah pemilik warung tempat dia sering membeli rokok bertanya tentang kebenaran gosip kalau Rina tunangannya.
"Elio, benar nggak sih kalau Rina itu tunanganmu?" tanya pemilik warung, dengan nada yang penuh rasa ingin tahu.
Elio menjawab dengan tenang, "Tidak ada hubungan apa-apa antara aku dan Rina. Dia hanya kerabat jauh dari pihak ayahku yang kebetulan tinggal di rumah tanteku sekarang." Pemilik warung mengangguk, tapi Elio bisa melihat rasa penasaran di matanya.
"Tapi dia sendiri yang mengatakannya, kalau kalian sudah bertunangan. Ayahmu yang meminta. Agar kalian saling mengenal, dia ditahan tinggal di rumah ibu Ella."
"Elio tertawa ramah."Itu tidak benar. Dia hanya bercanda. Rani memang suka bergurau."
"Ngomong-ngomong, bagaimana hubunganmu denga Akira?apa kalian putus atau masih bersama?."
"Kami baik-baik saja. Kami berteman baik sekarang."
"Hanya berteman?."Ibu Warung dengan senyum menggoda. "Yakin cuma teman?." Wanita paroh baya itu kembali memastikan.
" Soalnya Alice, adik Akira, mendengar gosip itu waktu datang membeli benang." Elio merasa hatinya gelisah, meski dia mencoba untuk tetap tenang.
"Saya pergi dulu, bu." Elio langsung pamit.
" Akira pasti salah paham tentang gosip ini." pikirnya.
Dia khawatir Akira akan berpikir bahwa dia sudah move on dan tidak peduli dengan perasaan Akira. Elio memutuskan untuk menemui Akira dan menjelaskan situasi sebenarnya. Dia tidak ingin Akira salah paham dan hubungan mereka semakin merenggang.
Akira yang mengira Elio telah move on sepenuhnya, semakin menyibukkan diri agar tidak memikirkan pria yang telah memiliki calon pasangan hidup. Akira menjadi sponsor TKI dan sering ke kantor ketenagakerjaan di kota. Di sana, dia bertemu dengan senior masa SMA-nya, Arman, yang sekarang bekerja sebagai staf di kantor itu. Arman kerap mengantar Akira pulang.
Satu hari, Elio melihat mereka berdua di jalan. Elio merasa cemburu, melihat keakraban Akira dan Arman.
"Apa Akira sudah move on? dan membuka diri untuk pria lain?." pikirnya, suaranya bergetar dalam hati.
Dia tidak bisa mengalihkan pandangannya dari Akira yang tersenyum dan bercanda dengan Arman. Akira, yang tidak tahu Elio melihatnya, terus berjalan dengan Arman, tersenyum dan bercanda.
Arman tahu cerita percintaan Akira dan cowok satu kampungnya dari Sofia. Arman yang tahu Akira masih memikirkan Elio, tidak menunjukkan tanda-tanda lebih dari itu.
"Arman, terima kasih sudah mengantar," Akira berkata, saat mereka tiba di depan rumahnya.
Arman tersenyum. "Tidak apa-apa, Aira. Ini adalah kerjasama jangka panjang.Lagian, kamu secara tidak langsung membantu memberikan kesempatan pada orang lain untuk memperbaiki kehidupannya di tengah sulitnya orang biasa mendapatkan pekerja."
Akira mengangguk, tersenyum kecil "Saya benar-benar berharap mereka yang pergi bisa bekerja dengan lancar dan kembali dengan modal untuk melanjutkan hidup nantinya." Keduanya berpisah dan saling melambai. Akira tersenyum mengantar Arman pergi.
Tapi saat dia masuk rumah, senyum itu menghilang, digantikan oleh kesedihan. Elio, apa kamu sudah lupa padaku? bisiknya, sambil menatap foto mereka yang masih tersimpan di ponselnya. Elio, yang masih berdiri di tempatnya, tidak bisa bergerak. Dia merasa seperti ditusuk, melihat Akira dengan pria lain. Aku salah, aku tidak boleh membiarkannya pergi, pikirnya, suaranya bergetar dalam hati. Elio memutuskan untuk menemui Akira, untuk berbicara dengan dia tentang perasaan mereka. Tapi saat dia tiba di rumah Akira, dia melihat Arman masih ada di sana, dan mereka berdua sedang berbicara. Elio merasa hatinya hancur, dan dia tidak bisa menahan diri lagi. Dia berbalik dan pergi, meninggalkan Akira yang tidak tahu apa yang terjadi.
Elio pulang ke rumahnya, wajahnya terlihat gelisah. Dia langsung mencari Reimon untuk berbagi sakit hati namun sepupunya itu raib. Menurut tantenya, Reimon berkeliaran setiap hari dan balik dalam keadaan mabuk berat.
"Ada apa, sih, sebenarnya?." Ibu Ine jelas khawatir.
"Dia putus dengan Amalia." Jawab Elio.
"Mereka beneran putus? kenapa? apa Reimon bermain-main dengan wanita lain dan ketahuan Amalia?."
Elio menggeleng.
"Ahhh... padahal Amalia itu gadis baik. Aku saja suka padanya. Ini pasti kesalahan si Reimon. Sekarang diputuskan baru patah hati begitu." Ibu Ine mendesah dan merutuk Reimon.
"Kalian juga, anak muda. Kalau ada masalah, kenapa melampiaskan diri dengan mabuk-mabukan? bukannya memikirkan cara bagaimana pacar kalian kembali. Mabuk hanya akan merusak tubuh kalian."
Agar tidak mendapat omelan, Elio cepat pamit.
Elio tahu bahwa Reimon masih sibuk patah hati dan entah kemana, jadi dia tidak bisa curhat dengan Reimon. Akhirnya, Elio memutuskan untuk pergi menemui Lionel yang keadaannya tidak lebih baik.
"Elio, apa yang terjadi?" tanya Lionel, melihat tampang kusut temannya itu.
Elio mengambil napas dalam-dalam sebelum menjawab. "Aku melihat Akira dengan seorang pria, mereka terlihat sangat akrab. Aku tidak tahu apa yang harus dilakukan, Lionel." Dia mengambil posisi di samping Lionel.
"Belakangan ini, ada gosip berkembang kalau aku bertunangan dengan Rani, keluarga jauh ayahku yang saat ini tinggal di rumah tante Ella."
"Ya, aku juga mendengar hal itu."
"Apa menurutmu, Akira mendengar itu, jadi dia membuka hati pada pria lain. Atau, Akira memang sudah tidak punya perasaan sama sekali padaku lagi? bagaimanapun, akulah yang mulai berkhianat. Meski aku tidak perna punya niat berpaling dari dia."
Lionel menggelakkan, "Akira? Aku tidak bisa membantu, Elio. Aku sendiri sedang memiliki masalah dengan Tissa." Elio menatap Lionel dengan rasa ingin tahu. "Apa yang terjadi?"
Lionel mengusap wajahnya, "Tissa tahu bahwa aku anak tuan tanah dari kota lain. Paman yang ditempatinya disini hanyalah pekerja keluargaku."
"Akhirnya terungkap juga, kan? kan sejak awal aku sudah kasi saran agar kamu jujur pada Tissa tentang latar belakangmu. Tissa dari keluarga biasa sangat menghindari keluarga kaya."
Elio merasa kasihan dengan Lionel. "Tissa minta putus?"
Lionel mengangguk, "Ya, dia minta putus. Tapi aku tidak mau, Elio. Aku sangat menyukainya."
Elio merasa bahwa mereka berdua sedang dalam situasi yang sama. "Kita berdua sama, Lionel. Kita tidak bisa bersama dengan orang yang dicintai. Ada saja masalahnya."
Lionel menggelakkan, "Kenapa kita tidak keluar cari udara segar?." Elio menyambut ajakan Lionel.
Mereka berdua pergi ke warung tuak, minum tuak sambil melihat malam tak berbintang di balai -balai bambu dekat warung. Malam ini, pelanggan warung cukup sepi. Mereka berdua hanya bisa galau, tidak tahu apa yang harus dilakukan.
"Aku ttidak menyangka akan putus dengan Tissa. Selama ini, aku berpikir semuanya baik-baik saja. orang tuaku menerimanya, sebaliknya keluarga dia tidak keberatan dengan hubungan kami. Tadinya, aku ingin membuak pikiran Tissa tentang perbedaan strata sosial itu tidak selalu bertentangan. Kaya dan miskin bukan masalah di keluargaku. Baru kemudian, aku membuka perlahan identitasku. Siapa yang tahu kalau dia tahu duluan. Tanpa mendengarkanku, dia minta putus dan tidak ingin berhubungan lagi denganku."
"Aku saja yang secara latar belakang keluarga harusnya tidak ada masalah untuk aku dan Akira bersama. Tadinya, aku ingin bicara perlahan tentang pernikahan dengannya agar tidak menakutinya. Siapa yang tahu, lamaran justru datang dari keluarga jauhnya dan membuat Akira dalam situasi sulit. Kepergiannya membuka kesalahpahaman pada kami dan aku yang ceroboh malah mengabaikan hal penting."
"Sekarang mau gimana? nasi sudah jadi bubur."
"Ya, makan aja buburnya." Celetuk mas Eko, pemilik warung. "Bubur juga kalau dikasi ayam, telor sama kacang, enak juga, kok."
"Ahh..mas Eko gampag ngomong gitu, nggak perna patah hati."
"Kata siapa? kalau bukan karena patah hati, aku nggak akan merantau jauh kesini." Mas Eko bergabung diatas balai-balai.
"Dulu, aku suka sepupuku tapi malah dinikahkan sama mas-ku. Daripada senewen melihat mereka bermesraan, memilih merantau kesini. Sekarang, hampir sepuluh tahun. disini juga tidak buruk. Setidaknya, disini aku tidak perlu khawatir beras mahal. Justru dikasi percuma. Kalau di kampungku, beras mahal dan harus dihemat. Makanan pokok harus diselingi dengan singkong kalau tidak mau kantongmu boncos beli beras atau pilih beras bulog yang dipanen satu abad lalu."Mas Eko bercerita dengan logat jawa kental.
Konsisten dan tetap percaya