NovelToon NovelToon
ACADEMY ANIMERS I : The Silence After The Pen Drops

ACADEMY ANIMERS I : The Silence After The Pen Drops

Status: tamat
Genre:Romansa Fantasi / Fantasi Isekai / Persahabatan / Fantasi / Peran wanita dan peran pria sama-sama hebat / Konflik etika / Tamat
Popularitas:35
Nilai: 5
Nama Author: IΠD

Semesta Animers yang damai, dikelola oleh lima kerajaan berdaulat yang dipimpin oleh sahabat karib, kini terancam oleh serangkaian insiden sepele di perbatasan yang memicu krisis sosial. Para pemimpin harus bertemu dalam pertemuan puncak penuh ketegangan untuk menyelesaikan konflik politik dan membuktikan apakah ikatan persahabatan mereka masih cukup kuat untuk menyelamatkan Semesta Animers dari kehancuran.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon IΠD, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Continue the Adventure

Langkah kuda mereka kini terasa seperti menginjak kuburan. Setelah melewati perbatasan Hamel City yang terorganisir, lanskap di depan mereka berubah drastis menjadi zona perang yang sesungguhnya. Desa-desa dan kota-kota kecil yang mereka lewati semuanya tidak berpenghuni, ditinggalkan dalam keadaan rusak parah. Seluruh wilayah ini dikelilingi oleh Demon dalam jumlah masif, bahkan beberapa kali mereka melihat siluet mengerikan dari Fenrir yang berkeliaran di kejauhan.

Bantuan untuk orang yang kesulitan kini mustahil; fokus mereka hanya bertahan hidup dan terus maju.

Dalam sebuah pertarungan sengit di tengah alun-alun kota yang ditinggalkan, mereka berempat harus melawan kelompok Demon besar yang dipimpin oleh salah satu anak buah Fenrir yang sangat tangguh.

Indra, sebagai ujung tombak, mengayunkan Pedang Kerajaannya yang Sakral dan Suci dengan kekuatan penuh. "Kami tidak akan mundur!" teriak Indra, energinya memancar dalam bentuk gelombang cahaya suci, membakar kegelapan di sekitarnya. Gerakannya adalah kemarahan murni yang terbingkai dalam teknik Akademi.

Shin bergerak lincah di belakang. Melihat Demon yang terlalu padat, ia melepaskan sihir yang lebih kuat. Dengan teknik sihirnya, ia menciptakan badai api dan es yang berputar bersamaan, menghantam musuh secara acak namun mematikan. "Ini seperti hari-hari kita menguji teknik baru di Zona Terlarang!" seru Shin, meskipun suaranya dipenuhi ketegangan.

Sabre memfokuskan sihirnya pada musuh yang paling terorganisir. Longsword-nya yang dilapisi sihir kini memancarkan cahaya ungu. Ia menggunakan sihir untuk memanipulasi gravitasi di sekitar musuh, membuat Demon kesulitan bergerak, menciptakan peluang bagi Lyra.

"Terima kasih atas pengaturan posisinya, Sabre," ucap Lyra dengan tenang, suaranya kontras dengan suara tembakan. Dengan pedang di satu tangan dan berbagai jenis senapan di tangan lainnya, Lyra bergerak seperti penari maut. Dia menembakkan peluru energi yang presisi, menargetkan Demon yang terluka oleh sihir Shin. "Aku ingat kau pernah menyusun strategi penempatan ini untuk mengelabui Master Eldrin saat ujian taktis!"

Meskipun lingkungan mereka kini adalah horor nyata, kenangan akan persahabatan mereka di Akademi menjadi satu-satunya pertahanan emosional. Ironisnya, di tengah kehancuran, ikatan yang mereka tempa di masa muda adalah satu-satunya hal yang tetap utuh dan suci. Mereka berjuang bukan hanya untuk diri mereka sendiri, tetapi untuk kesempatan melihat kedamaian dan keceriaan kembali ke kota-kota yang kini mati di sekitar mereka.

Di tengah pertempuran yang intens, saat kilatan pedang suci Indra bertemu dengan ledakan sihir Shin, pikiran mereka berkelana sejenak dari kekejaman pertempuran.

"Gumi pasti harus membangun kembali semua ini," gumam Sabre, sambil menggunakan sihirnya untuk mengangkat puing-puing, menghalangi laju Demon. "Dia harus membuat pedesaan dan kota-kota di sini menjadi asri dan damai lagi, seperti yang selalu ia inginkan di Ranox."

Lyra, setelah melepaskan tembakan ganda, menimpali dengan suara yang lebih lembut dari biasanya. "Itu akan menjadi tugas yang sangat besar. Hampir semua di sini telah hancur total."

Shin, yang baru saja selesai merapal mantra api yang kuat, melompat mundur untuk bergabung dengan kelompok itu. Melihat kehancuran yang tak berujung di sekitarnya, sifat ramah dan bertanggung jawabnya muncul.

"Kalau begitu," ujar Shin, suaranya dipenuhi tekad. "Setelah ini selesai, aku akan mengajukan proposal resmi kepada Dewan Hamel. Kami akan menyalurkan bantuan dana dan pekerja. Kita harus memastikan Gumi tidak sendirian dalam proyek pembangunan ini."

Indra mengangguk, menyetujui janji sahabatnya itu, bahkan di tengah kepungan musuh. "Kita akan melakukannya. Kita akan membangun kembali Ranox."

Meskipun dikelilingi oleh Demon dan ancaman Fenrir, janji tentang masa depan yang asri dan dukungan antar-kerajaan menjadi motivasi baru. Mereka berjuang bukan hanya untuk mencari Evelia, tetapi untuk memastikan janji persahabatan mereka akan berlanjut ke tahap rekonstruksi peradaban.

.

Pertarungan berlanjut di tengah reruntuhan. Anehnya, bagi keempatnya, suasana terasa santai, seolah ini adalah sesi latihan duel mingguan mereka di halaman belakang Akademi, hanya saja dengan taruhan yang jauh lebih tinggi.

"Shin, jangan gunakan sihir es di area ini!" teriak Sabre, sambil menggunakan longsword berlapis sihirnya untuk membelokkan serangan cakar Demon. "Nanti kita harus buang waktu melelehkannya! Ingat saat kita dihukum karena membuat es di ruang makan?"

"Ya ampun, Sabre! Sedikit es tidak apa-apa!" balas Shin, namun ia segera mengubah mantranya. Dengan teknik sihirnya yang cepat, ia beralih dari es ke badai bilah angin, membersihkan Demon dari sayap kiri. "Lagipula, aku tidak pernah dihukum membersihkan ruang makan, hanya kau dan Indra!"

Indra, sibuk menahan serangan langsung dengan Pedang Kerajaannya yang Sakral, terkekeh di balik napasnya yang berat. "Aku dihukum karena ulahmu, Shin! Dan Lyra, tolong jangan membidikku, fokus pada Fenrir kecil yang di belakang pohon itu!"

Lyra menembakkan senapannya, dan musuh yang ditunjuk Indra langsung ambruk. "Aku tidak akan membidikmu, Indra, kecuali kau melompat terlalu lambat. Dan kau harusnya berterima kasih! Serangan kejutan adalah bagian dari kurikulum Akademi!" jawabnya datar, tanpa menunjukkan kepanikan sedikit pun.

Mereka bertarung, saling menyindir kekurangan dan kelebihan satu sama lain dari masa lalu, seolah-olah pertarungan melawan Demon dan ancaman Fenrir ini hanyalah rutinitas yang membosankan. Bagi mereka, terperangkap dalam bahaya bersama sahabat adalah hal yang jauh lebih nyaman daripada harus berurusan dengan politik dan administrasi kerajaan sendirian. Itu adalah cara mereka mengatasi kengerian, dengan mengubah medan perang menjadi arena reuni yang penuh adrenalin.

.

.

.

.

Setelah pertarungan panjang yang menguras tenaga, akhirnya reruntuhan kota yang mereka bersihkan kembali hening. Demon-Demon telah dilenyapkan, dan untuk sesaat, keheningan yang dingin melingkupi mereka.

Mereka berempat berdiri di tengah puing-puing, terengah-engah. Mereka heran mengapa musuh menjadikan wilayah yang sangat terpencil dan hancur ini sebagai markas besar mereka, dengan sumber daya yang begitu besar, hingga menarik perhatian Fenrir.

Shin menyeka darah demon dari pipinya. "Ini tidak masuk akal. Serangan Demon liar tidak akan berkumpul di satu tempat sebegini rupa. Pasti ada suatu tempat, portal, atau semacamnya yang terus menerus mensummon mereka ke dunia ini melalui titik lemah di sini."

Lyra mengangguk setuju, ia memandang sekeliling dengan mata menganalisis. "Jika itu portal, pasti ada sumber energi yang bisa kita lacak. Ini bukan sekadar invasi, ini adalah rekayasa."

Sabre mengutarakan pendapatnya. "Aku yakin ini ada hubungannya dengan sihir kuno. Ada pola kerusakan yang tidak wajar. Mungkin ada individu kuat yang sengaja mengacaukan jalur dimensi di area Ranox untuk menciptakan kekacauan."

Di tengah diskusi serius mereka, Indra maju beberapa langkah ke tebing yang sedikit lebih tinggi. Ia memandang ke kejauhan, melewati hamparan salju terakhir yang ada di bawah kakinya.

Indra terdiam. Ia melihat Kerajaan Ranox dari kejauhan. Berbeda total dengan lanskap yang baru saja mereka lalui, Ranox City berada di dataran rendah yang bebas salju, kota itu tampak berdiri tegak di bawah langit yang jernih.

"Lihat," kata Indra pelan, menunjuk ke depan.

Mereka bertiga mengikuti pandangan Indra. Ranox terlihat seperti benteng yang kokoh, tidak menunjukkan tanda-tanda invasi besar-besaran seperti yang mereka bayangkan.

Mereka pun akhirnya melanjutkan perjalanan, hanya tinggal sedikit lagi. Tekad mereka diperkuat oleh pemandangan Ranox yang tampak utuh.

"Semoga saja," gumam Sabre. "Semoga Gumi dan Evelia baik-baik saja."

Indra mengangguk. Mereka berempat berpacu, memasuki babak akhir misi mereka.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!