(Warisan Mutiara Hitam Season 2)
Setelah mengguncang Sekte Pedang Awan dan memenggal Jian Chen, Chen Kai mendapati bahwa kemenangannya hanyalah awal dari mimpi buruk baru. Sebuah surat berdarah mengungkap kebenaran yang meruntuhkan identitasnya: ia bukan anak Klan Chen, melainkan putra dari buronan legendaris berjuluk "Sang Pengkhianat Naga".
Kini, Klan Jian dari Ibu Kota memburunya bukan demi dendam semata, melainkan demi "Darah Naga" di nadinya—kunci hidup untuk membuka segel terlarang di Utara.
Demi melindungi adiknya dan mencari jati diri, Chen Kai menanggalkan gelar Juara dan mengasingkan diri ke Perbatasan Utara yang buas. Di tanah tanpa hukum yang dikuasai Reruntuhan Kuno, Sekte Iblis, dan Binatang Purba ini, Chen Kai harus bertahan hidup sebagai pemburu bayangan. Di tengah badai salju abadi, ia harus mengungkap misteri ayahnya sebelum darahnya ditumpahkan untuk membangkitkan malapetaka kuno.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kokop Gann, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hujan Darah di Mulut Lembah
"Tahan... sedikit lagi..."
Napas Xiao Mei tersengal-sengal. Pedang bajanya sudah patah menjadi dua. Di sampingnya, Manajer Sun tergeletak dengan wajah pucat pasi, bahu kirinya tertembus tombak energi berwarna merah darah.
Mereka dikepung.
Di depan mereka berdiri lima orang berjubah merah tua dengan topeng berukir wajah iblis yang menyeringai. Udara di sekitar mereka berbau amis yang memuakkan.
Patroli Pemburu dari Sekte Iblis Darah.
Pemimpin mereka, seorang pria kurus dengan aura Puncak Pembangunan Fondasi, memainkan belati merah di tangannya. Namanya Zhuo, dan dia terkenal karena kegemarannya menguliti korban.
"Gadis manis," desis Zhuo, suaranya seperti gesekan amplas. "Kalian bertahan cukup lama untuk ukuran pedagang dan pengawal rendahan. Tapi kesabaranku sudah habis. Di mana bocah yang masuk ke dalam badai itu?"
Xiao Mei meludah ke tanah, campur darah. "Dia sudah mati ditelan angin. Kau mau menyusulnya?"
Zhuo tertawa kekeh. "Kalau dia mati, mayatnya milikku. Kalau dia hidup, darahnya milikku. Tapi sekarang... giliranmu dulu."
Zhuo menjentikkan jarinya.
Dua anak buahnya di sisi kiri dan kanan melesat maju. Qi merah darah memadat di tangan mereka, membentuk cakar hantu yang mengerikan.
"Teknik Cakar Pengoyak Jantung!"
Xiao Mei memejamkan mata, memeluk tubuh Manajer Sun yang tak sadarkan diri, bersiap menerima kematian.
WUUUUUNG!
Suara itu bukan suara ledakan, tapi suara udara yang dipaksa menyingkir secara paksa oleh benda yang bergerak melebihi kecepatan suara.
BOOOM!
Sebuah kawah terbentuk tepat di depan Xiao Mei. Debu dan batu berhamburan.
Kedua kultivator Sekte Iblis Darah yang tadi melompat menyerang, kini berhenti di udara—leher mereka dicengkeram oleh dua tangan yang kokoh.
Di tengah debu yang perlahan menipis, sosok itu berdiri tegak. Jubah barunya berkibar pelan meski tidak ada angin.
"Si... Siapa kau?!" Salah satu anak buah Zhuo tercekik, kakinya menendang-nendang udara.
Sosok itu menoleh perlahan. Matanya sedingin es, tapi pupilnya membara seperti magma.
"Kalian terlalu brisik," kata Chen Kai datar.
KRAK!
Dengan gerakan santai seolah mematahkan ranting kering, Chen Kai meremas kedua tangannya. Leher kedua kultivator Tingkat Awal Pembangunan Fondasi itu patah seketika. Tubuh mereka layu, dan Chen Kai melempar mereka ke samping seperti sampah.
Sunyi.
Hening yang mencekam turun di mulut lembah.
Mata Zhuo membelalak di balik topengnya. Membunuh dua ahli Pembangunan Fondasi dalam sekejap mata? Kekuatan fisik macam apa itu?
"Kau..." Zhuo mundur selangkah, nalurinya menjerit bahaya. "Kau bocah yang masuk ke lembah itu? Mustahil! Tidak ada yang bisa bertahan di Zona Mati!"
Chen Kai tidak menjawab. Dia berbalik badan, menatap Xiao Mei dan Manajer Sun sekilas.
"Kalian terluka," katanya. Nadanya bukan bertanya, tapi pernyataan fakta.
Chen Kai mengeluarkan sebuah botol giok dari cincinnya dan melemparkannya ke pangkuan Xiao Mei. "Berikan pada Sun. Itu Pil Pemulihan Besar. Sisanya, tutup matamu."
"Tutup mata?" Xiao Mei bingung, tapi aura Chen Kai begitu dominan sehingga dia menurut tanpa sadar.
Chen Kai kembali menatap Zhuo dan dua anak buah yang tersisa.
"Kalian menumpahkan darah temanku," ucap Chen Kai. Dia mengangkat tangan kanannya. Qi di sekitarnya tidak lagi meledak-ledak liar seperti dulu. Sebaliknya, Qi itu padat, berat, dan menekan.
Suhu di sekitar mulut lembah turun drastis, tapi tanah di bawah kaki Chen Kai mulai meleleh.
"Bunuh dia! Serang bersamaan!" teriak Zhuo panik. Dia merapal mantra, menciptakan bola darah raksasa seukuran kereta kuda. "Seni Darah: Ledakan Bintang Merah!"
Bola darah itu meluncur ke arah Chen Kai, membawa daya hancur yang bisa meratakan bukit kecil.
Chen Kai tidak menghindar. Dia juga tidak mengeluarkan pedang.
Dia hanya melangkah maju satu kali, lalu meninju udara kosong.
Tinju Naga Pembelah Langit
Tidak ada naga api yang terlihat. Hanya gelombang kejut yang terdistorsi oleh panas dan tekanan murni.
BLARR!
Tinju angin itu menabrak bola darah Zhuo dan menghapusnya. Serangan itu tidak berhenti di situ. Gelombang kejut itu terus melaju, menghantam Zhuo dan sisa pasukannya.
Zhuo bahkan tidak sempat berteriak. Tubuhnya, beserta pertahanan Qi-nya, hancur berkeping-keping oleh tekanan kinetik yang mengerikan itu.
Darah menghujani tanah seperti gerimis sore hari.
Dalam satu serangan. Puncak Pembangunan Fondasi dan pasukannya musnah.
Chen Kai menurunkan tangannya. Dia melihat kepalan tangannya sendiri. Tidak ada luka, tidak ada rasa sakit. Tulang Giok Api-nya telah membuat tubuhnya menjadi senjata yang lebih mematikan daripada pedang manapun.
Dia berbalik ke arah Xiao Mei yang masih memejamkan mata dengan patuh, meskipun tubuhnya gemetar mendengar suara kehancuran tadi.
"Sudah selesai," kata Chen Kai, suaranya kembali tenang, hawa membunuhnya lenyap tanpa sisa seolah tidak pernah ada. "Ayo pergi. Di sini terlalu bau."